Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/117

KISAH edisi 117 (6-4-2009)

Aku Simon dari Kirene

____________PUBLIKASI KISAH (KESAKSIAN CINTA KASIH ALLAH)_____________
                       Edisi 117, 6 April 2009

PENGANTAR

  Kisah tentang penyaliban Kristus bukan merupakan cerita baru bagi 
  orang Kristen. Kami percaya semua orang Kristen pasti mengetahui 
  cerita tersebut. Namun, apakah kita pernah merenungkan apa arti dari 
  penyaliban tersebut? Melalui momen Paskah ini, kami dari Redaksi 
  KISAH menyajikan kesaksian khusus seputar Paskah. Harapan kami, Anda 
  diberkati dengan kesaksian-kesaksian yang kami sajikan. Sebagai 
  pembuka, kami menyajikan kisah kehidupan Simon Orang Kirene, yang 
  hidupnya diubahkan setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan Sang 
  Juru Selamat.

  Akhir kata, Redaksi KISAH mengucapkan: "Selamat Paskah! Kiranya
  kematian dan kebangkitan-Nya kita alami dalam hidup ini."

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                       AKU SIMON DARI KIRENE

  Aku Simon dari Kirene. Namaku menunjukkan bahwa aku tinggal di benua 
  Afrika. Meski demikian, kulitku tidak hitam dan bibirku pun tidak 
  tebal. Dan meskipun sudah selama beberapa generasi keluargaku 
  berdiam di Kirene, ibu kota Kireneika -- sebuah kota Yunani di 
  Afrika Utara yang terkenal karena kemakmuran dan para ahli 
  filsafatnya -- kulitku tidaklah putih.

  Aku Simon dari Kirene. Aku orang Yahudi asli sampai ke jantung hati. 
  Sejak kecil, kutaati semua hukum agama tanpa kecuali, walaupun aku 
  tak lagi fasih berbahasa Aram akibat dibesarkan dalam masyarakat 
  yang berbahasa Yunani.

  Aku Simon dari Kirene. Aku tidak ingin berkisah tentang diri 
  sendiri. Juga tidak tentang semua pengalaman hidupku. Aku cuma ingin 
  bercerita tentang pengalamanku yang satu itu. Pengalaman yang 
  kemudian mengubah seluruh jalan hidupku. Dan seluruh jalan hidup 
  Anda, sekiranya Anda juga mengalaminya.

  Hari itu adalah hari Jumat. Aku baru saja tiba di Yerusalem pagi 
  itu. Tujuanku melakukan perjalanan yang jauh itu adalah untuk 
  merayakan hari raya Paskah. Setiap tahun aku melakukannya. Tidak 
  sedikit pun aku heran melihat orang-orang penuh sesak memadati kota. 
  Walaupun letih, segera setelah menaruh barang-barangku di hotel dan 
  membersihkan badan, aku keluar berjalan-jalan untuk menikmati 
  keriuhan kota yang sedang larut dalam semarak pesta. Lengking 
  jeritan anak-anak yang berlari ria kian kemari, teriakan membujuk 
  bahkan kadang-kadang memaksa para pedagang yang menjajakan 
  barang-barangnya, dan bau asap dupa atau suara syahdu orang-orang 
  yang menyanyikan kidung-kidung pujaan -- semua itu membuat aku lupa 
  akan keletihanku. Suasana yang agak liar ini memang berbeda benar 
  dengan suasana Kirene yang sopan dan tertib. Namun, lebih hidup.

  Tiba-tiba ada kegaduhan yang tak biasa. Para serdadu Roma menyeruak 
  massa. "Ah, lagi-lagi pawai laskar-laskar Romawi untuk mengingatkan 
  siapa yang berkuasa di negeri ini," pikirku. Akan tetapi tidak. Di 
  baris paling depan, ada seorang serdadu yang memegang panji 
  bertulis: "Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi." Aku memang 
  belum pernah berjumpa dengan-Nya. Akan tetapi, nama "Yesus", siapa 
  yang tak mengenal-Nya? Dia adalah tokoh paling kontroversial. Yang 
  tak dapat kumengerti, mengapa serdadu Romawi mengarak panji seperti 
  itu. Karena itu, aku mendekat untuk melihat lebih dekat. Di tengah 
  pagar betis laskar-laskar Roma itu, tiga orang melangkah pelan 
  memanggul salib. "Penjahat-penjahat besar," pikirku. Namun, apa 
  hubungannya dengan panji itu? Kemudian aku semakin mengerti. Riuh 
  rendah massa rakyat menyebut-nyebut nama Yesus sambil 
  mencemooh-Nya. Tidak kurang pula yang meludahi-Nya. Akan tetapi, 
  yang manakah Yesus di antara ketiga orang itu?

  Aku Simon dari Kirene. Aku semakin mendekat. Lalu aku tahu dengan 
  pasti yang mana Yesus. Dia paling kecil, hampir tidak berotot. 
  Rambut panjang-Nya terurai, lekat di sana-sini oleh darah kering 
  yang berasal dari duri-duri yang teranyam di kepala-Nya. Sekujur 
  tubuh-Nya biru lebam. Langkah-Nya tertatih-tatih. Amat letih. Akan 
  tetapi mata-Nya -- meski merah sebab kurang tidur -- namun tetap 
  tajam menusuk setiap kali menatap. Anehnya, juga begitu lembut 
  menyejukkan. Aku tak dapat lepas memandang mata-Nya itu. Penuh 
  wibawa, tapi juga begitu menenangkan dan kebapakan.

  Lalu Dia roboh. Tubuh-Nya yang kecil dan nyaris hancur itu tak kuat 
  lagi menahan bobot salib di pundak-Nya. Massa berteriak kesenangan 
  bagai binatang liar yang haus darah. Cemeti melayang menyayat 
  punggung-Nya. Darah muncrat. Dan Dia pun bangkit lagi pelan-pelan. 
  Keletihan. Tapi mata-Nya itu, oi, mata-Nya. Lalu Dia berjalan 
  beberapa langkah. Namun, roboh lagi. Arak-arakan berhenti. Massa 
  semakin buas. Cemeti melayang berulang-ulang. Darah muncrat. Namun, 
  Dia tak mampu bangun kembali.

  Aku Simon dari Kirene. Entah mengapa, aku tak terkesan benar oleh 
  semua itu. Kecuali oleh tatapan mata-Nya. Mata-Nya itu, oi, 
  mata-Nya. Sebab itu, aku bagaikan tak sadar ketika seorang serdadu 
  tiba-tiba menarik aku. Dan meletakkan salib itu ke atas pundakku. 
  Aku tak merasa apa-apa. Yang aku tahu hanyalah betapa dekatnya Dia 
  denganku sekarang. Dia tidak berbicara apa-apa. Diam seribu bahasa. 
  Namun, mata-Nya mampu mengganti ribuan kata.

  Aku Simon dari Kirene. Aku ke Golgota memanggul salib-Nya. Dan 
  melalui itulah aku ikuti setiap peristiwa demi peristiwa. Melalui 
  itulah aku mengenal Dia begitu dekat, begitu akrab. Kukenal Dia 
  begitu akrab, walau tak sepatah kata pun terucap dari mulut-Nya. 
  Kukenal Dia, karena telah kupanggul salib-Nya dalam langkah-langkah 
  mengikuti Dia ke Golgota. Bila ada satu hal terpenting yang ingin 
  kukatakan kepada Anda, para pembaca, maka hal itu adalah bahwa kita 
  tidak memilih salib kita sendiri. Salib itu dibebankan ke pundak 
  kita begitu saja. Tanpa kita duga. Tanpa dinyana. Namun, bila kita 
  mau memanggulnya dan berjalan bersama Dia, maka kita akan mengenal 
  Dia begitu dekat dan begitu akrab. Dan ketika kita mengenal-Nya 
  begitu dekat dan begitu akrab, ketika kita hanya mau memandang tatap 
  mata-Nya, maka salib itu tak akan terasa menekan pundak.

  Aku Simon dari Kirene. Setelah kupanggul salib yang tak kupilih itu, 
  seluruh jalan hidupku pun berubah sama sekali. Anak-anakku, 
  Aleksander dan Rufus, telah memilih Kristus sebagai Tuhan dan Juru 
  Selamat mereka. Istri, ibu, dan anak-anakku telah dianggap sebagai 
  ibu sendiri oleh Paulus, sang pengabar Injil terbesar itu. Dan kami 
  bahagia. Amat bahagia.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Mengapa Harus Salib?
  Penulis: Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D.
  Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2002
  Halaman: 59 -- 63
______________________________________________________________________

  Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah
  lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 
  (Matius 11:29)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Matius+11:29 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Mengucap syukur atas kematian Kristus di kayu salib untuk
     menebus dosa manusia. Berdoalah agar setiap orang percaya, dalam
     kehidupan mereka setiap hari, tidak menyalibkan Kristus untuk
     yang kedua kalinya.

  2. Berdoalah bagi orang Kristen yang saat ini sedang berbeban berat,
     agar mereka belajar dari kehidupan Simon, dan mau meletakkan
     setiap beban persoalan mereka di bawah salib Kristus dan percaya
     bahwa setiap beban mereka sudah Tuhan tanggung di kayu salib.

  3. Doakanlah agar melalui momen paskah tahun ini, setiap orang
     percaya dapat lebih menghargai keselamatan yang telah mereka
     terima secara cuma-cuma dari Tuhan.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org