Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/131

KISAH edisi 131 (13-7-2009)

World Trade Center

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 131, 13 Juli 2009

PENGANTAR

  Shalom,
  
  Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi atas diri kita setiap 
  hari. Mungkin saat ini Anda maupun keluarga, teman, atau orang-orang 
  yang baru Anda jumpai masih dalam keadaan baik, namun beberapa saat 
  kemudian mungkin sesuatu yang buruk terjadi atas diri kita; kejadian 
  yang sering kali membuat kita bingung dan tidak habis pikir, mengapa 
  hal itu bisa terjadi. Melalui setiap peristiwa yang kita alami dan 
  jumpai setiap hari dalam kehidupan kita, pernahkah kita memikirkan 
  kebutuhan keselamatan kekal keluarga, teman, atau orang-orang yang 
  ada di sekitar kita? Atau kita bersikap masa bodoh dengan hal 
  tersebut dan beranggapan bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk 
  menentukan kehidupannya sendiri? Menjadikan Kristus sebagai Tuhan 
  dan Juru Selamat pribadi bukanlah sebuah pilihan, namun sebuah 
  kebutuhan bagi setiap orang, karena hanya melalui Dialah kita 
  beroleh pengampunan dan keselamatan. Kesaksian berikut merupakan 
  sebuah refleksi bahwa masih banyak orang di sekitar kita yang sangat 
  membutuhkan keselamatan kekal. Sekarang yang menjadi pertanyaannya 
  adalah bersediakah Anda untuk berbagi kabar sukacita itu kepada 
  orang-orang di sekitar Anda, terlebih bagi mereka yang sama sekali 
  belum memperolehnya?
  
  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

     		         WORLD TRADE CENTER

  Nama saya SJ, dahulu setiap harinya saya bekerja di menara utara WTC 
  New York, atau juga disebut Tower 1, pada lantai 81. Sedangkan istri 
  saya bekerja di Tower 2, atau menara selatan, pada lantai 71. 
  Setelah tiba di kantor pagi itu, saya mengirim renungan pada seorang 
  teman. Pada pukul 08.45, setelah saya selesai mengirim beberapa 
  dokumen melalui faks dan kemudian kembali ke meja kerja saya, 
  tiba-tiba terdengar ledakan sangat dahsyat yang mengagetkan semua   
  orang di tempat itu. Material dari atap berjatuhan dan seluruh 
  peralatan kantor berhamburan. Saat itu saya tidak mengetahui kalau 
  ada sebuah pesawat yang menabrak gedung saya yang hanya berbeda dua 
  lantai. Yang saya ketahui hanyalah api mulai muncul di mana-mana. 
  Yang selamat berusaha tetap tenang dan menuju ke tangga darurat. 

  Sepanjang perjalanan turun melalui tangga darurat, saya mencoba 
  menghubungi telepon genggam istri saya, namun tidak dapat 
  tersambung, sehingga membuat saya sangat khawatir. Pada perjalanan 
  turun yang penuh dengan jeritan dan tangisan orang yang panik, 
  tiba-tiba ratusan polisi dan pemadam kebakaran menyerbu naik ke atas 
  untuk menolong mereka yang terperangkap, sehingga kami harus berbagi 
  jalan dan perjalanan itu menjadi lambat. Tidak ada satu pun dari 
  para pria pemberani itu yang selamat kembali ke rumah dan bertemu 
  keluarganya lagi.

  Sampai di bawah, suasananya lebih mengerikan lagi, puing-puing yang 
  berjatuhan menimpa beberapa orang sekitar saya. Orang-orang jatuh 
  melompat dari atas gedung dan tubuhnya hancur, sehingga keadaannya 
  lebih mengerikan dari sebuah perang. 

  Secara refleks, saya berjalan menuju ke Tower 2 yang ternyata juga 
  mendapatkan musibah yang sama. Tiba-tiba terdengar suara ledakan 
  yang sangat keras. Seluruh gedung itu runtuh. Saya dan banyak orang 
  berdiri dekat sekali dengan gedung itu. Segera debu menerjang dan 
  menutupi pandangan saya, diikuti terjangan batu, besi, dan berbagai 
  material lain terbang berdesing di sekitar saya. Saat itu suasananya 
  sangat mengerikan, terdengar jeritan-jeritan orang-orang yang 
  terkena reruntuhan.

  Saya berdoa minta kekuatan pada Tuhan untuk menghadapinya, karena 
  dalam setiap satu detik ke depan, saya mungkin korban selanjutnya. 
  Lalu Tuhan memberikan saya damai luar biasa yang melingkupi saya. 
  Saat itu, ketika kematian ada di depan kami, saya berteriak dan 
  bertanya pada orang-orang sekitar saya. "Kita semua akan mati 
  sekarang ... kalau ada di antara kalian yang belum menerima Yesus 
  sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kalian, panggilah nama-Nya 
  dan terimalah Dia sekarang!"

  Mereka semua menangis dan berteriak: "Yesus ... Yesus ...!" 
  Kemudian, setelah terjangan itu selesai, terdengar erangan di 
  sekitar saya. Debu yang tebal perlahan menipis, dan saya dapat 
  melihat sekitar satu meter di sekeliling saya. Saya coba berjalan, 
  dan menemukan banyak orang di sekitar saya telah mati akibat 
  terjangan tersebut. Kemudian saya melihat sebuah cahaya, seperti 
  Tuhan sendiri yang menuntunnya, dan saya mendekatinya.

  Ternyata itu adalah cahaya senter dari seseorang yang sedang 
  terbaring, namun masih hidup. Saya berkata kepadanya, jika ia 
  percaya, Yesus sanggup menyelamatkannya, maka ia akan selamat. 
  Dengan lemah orang itu mengiyakan. Kemudian saya membantunya 
  berdiri, dan saya terkejut karena di belakang jaket yang 
  dikenakannya tertulis FBI, dengan huruf besar dan mencolok. Kami 
  berdua kemudian berusaha keluar dari debu tebal itu, sambil 
  tersandung orang-orang yang telah mati. Saya berdoa, Tuhan tunjukkan 
  jalan keluar dari tempat itu, jangan sampai kami justru kembali ke 
  arah gedung itu, karena kami kehilangan arah. Kemudian saya melihat 
  sebuah cahaya, yang ternyata adalah cahaya sirine dari sebuah 
  ambulans. Karena ambulans itu diparkir di pinggir jalan, kami dapat 
  menemukan jalan raya, dan menuntun kami keluar dari debu tebal itu.

  Sebuah regu tim penyelamat langsung menjemput kami setelah keluar 
  dari debu tebal itu, suasana di tempat itu begitu kacau. Ada begitu 
  banyak korban dan jerit kesakitan. Setelah ada di tempat yang aman, 
  saya mencoba lagi menelepon istri saya. Namun, teleponnya tetap 
  tidak bisa tersambung. Saya memikirkan kemungkinan-kemungkinan jelek 
  yang akan saya hadapi, dan kenangan manis kami bersama 
  terbayang-terbayang. Istri saya sedang mengandung 4 bulan. Saya 
  menangis tersedu-sedu sambil terus berusaha terus meneleponnya.

  Sore harinya, setelah saya berhenti berusaha meneleponnya, dan 
  sedang terpukul dengan kesimpula bahwa saya kehilangan istri saya, 
  tiba-tiba telepon saya berdering, dan itu dari istri saya. Saat saya 
  mengangkatnya, suaranya begitu panik karena menyangka saya telah 
  mati. Ternyata pagi itu ia terlambat pergi ke kantor karena kereta 
  yang ditumpanginya berhenti. Kejadian runtuhnya menara membuat 
  kereta itu berhenti lebih lama lagi. Karena ada di bawah tanah, 
  tentu saja sinyal telepon genggamnya tidak ada. Kami berdua selamat! 
  Ucapan syukur saya sangat luar biasa saat itu!

  Sejak peristiwa itu, kini saya melayani Tuhan sepenuh waktu dan 
  menjadi misionaris di India. Dan setiap hari saya menanyakan kepada 
  orang-orang pertanyaan yang sama, seperti yang ingin saya tanyakan 
  pada Saudara saat ini. Orang-orang yang berteriak "Yesus ... Yesus 
  ..." pada peristiwa itu, mereka tidak punya waktu lagi. Anda, 
  sementara Anda masih hidup dan belum terlambat, maukah Anda menerima 
  Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi Anda?

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama majalah: VOICE Indonesia, Vol. 86/2006
  Penulis: SJ 
  Penerbit: Communication Department Full Gospel Business`s Men
            Fellowship International -- Indonesia dan Yayasan Usahawan
            Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta 2006
  Halaman: 32 -- 34	            
______________________________________________________________________

  Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak 
  ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." 
  (Yohanes 14:6)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Yohanes+14:6 >
______________________________________________________________________ 
POKOK DOA

  1. Mengucap syukur karena kita memiliki Tuhan yang mampu dan mau 
     memelihara hidup kita sampai saat ini. Jika kita mau melihat 
     hal-hal yang terjadi pada masa lalu dan mau bersyukur, serta 
     menjadikannya sebagai pelajaran hidup, maka kita akan melihat 
     betapa Tuhan sungguh sangat mengasihi kita.
  
  2. Berdoalah supaya setiap orang percaya memiliki kerinduan hati 
     untuk memberitakan firman Tuhan dan dapat menjangkau 
     orang-orang yang belum percaya supaya mereka yang belum percaya 
     mau mengikut Dia dan memperoleh janji keselamatan juga seperti 
     kita.
 
  3. Doakan supaya Tuhan melindungi para misionaris yang saat ini 
     berada di daerah yang tertutup atau menolak kekristenan.
______________________________________________________________________

Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylas.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org