Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/135

KISAH edisi 135 (10-8-2009)

3 Hari 3 Malam Berbanding 2 Jam

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                     Edisi 135, 10 Agustus 2009

PENGANTAR

  Shalom,

  Pada saat Tuhan mengutus kita untuk melayani suatu komunitas di 
  daerah tertentu, sering kali kita membayangkan tempat tersebut 
  adalah tempat yang indah dengan orang-orang yang sangat ramah dan 
  baik hati. Tapi bagaimana ketika apa yang kita bayangkan tidak 
  seperti yang kita harapakan? Pasti hal yang tebersit terlebih dahulu 
  dalam benak kita adalah perasaan "sedikit kecewa". Melayani anggota 
  tubuh Kristus, khususnya di daerah-daerah yang masih sangat kurang 
  akan berita Injil, baik melalui media internet maupun literatur, 
  merupakah sebuah kebutuhan yang cukup mendesak, di mana mereka yang 
  berada di daerah tersebut sangat membutuhkan makanan rohani yang 
  sangat mereka butuhkan bagi pertumbuhan iman mereka. KISAH edisi 135 
  kiranya dapat menolong kita untuk melihat kebutuhan yang sangat 
  mendesak ini, yaitu membagikan Kabar Baik kepada setiap orang.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                  3 HARI 3 MALAM BERBANDING 2 JAM

  Sebuah pesawat terbang kecil berputar-putar mencari landasan di
  tengah-tengah rimba belantara Kalimantan. Sesaat kemudian, pesawat
  menukik dan mendarat dengan hati-hati. Sang pilot turun, disusul
  satu-satunya penumpang -- seorang hamba Allah yang diundang ke
  daerah itu untuk menyampaikan Kabar Baik dari surga. Orang ini agak
  terkesiap menatap rombongan laki-laki yang rupanya telah berkumpul
  menyambut kedatangannya. Ketua rombongan maju memperkenalkan diri,
  dan setelah saling berjabat tangan, mereka pun mulai
  berbincang-bincang.

  "Berapa jumlah penduduk desa Bapak?" tanyanya berbasa-basi kepada
  ketua rombongan.

  "Ini semua kepala keluarganya Pak Pendeta," jawab lelaki setengah
  usia itu sambil menunjuk pada rombongan penyambut.

  Termangu-mangu, pak pendeta itu mendengarkan keterangan ini.
  Diam-diam dihitungnya orang-orang yang mengelilinginya. Hanya tiga
  puluh kepala! Tanpa disadarinya, terlintas dalam ingatannya gedung
  pertemuan yang mahaluas di Ottawa, Kanada, yang memuat lima ribu
  orang, yang menjadi penuh sesak tatkala mereka berdatangan untuk
  mendengarkan firman yang disampaikannya. Itu baru beberapa minggu
  yang lalu.

  "Mari, Pak," kata ketua rombongan dengan ramah sambil membuat
  gerakan tangan, mempersilakannya berjalan. "Baik," katanya.
  Tebersit dalam hatinya, sebuah harapan, semoga jarak yang kini
  harus ditempuhnya dengan berjalan kaki, tidaklah terlalu jauh.
  Ternyata harapannya buyar. Mereka meninggalkan landasan pesawat itu,
  dan memasuki hutan rimba. Tak terpikirkan betapa mengerikan rimba
  itu! Hujan yang turun telah menciptakan kubangan-kubangan lumpur
  yang bercampur daun-daun membusuk. Bau yang menyebar dari
  kubangan-kubangan tersebut sungguh memuakkan! Di sana-sini tampak
  gundukan kotoran hewan, entah binatang liar ataukah hewan peliharaan
  penduduk. Di kiri kanan jalan setapak, tirai tebal daun-daun serta
  sulur-suluran membuat orang enggan menyimpang sedikit pun dari jalan
  setapak itu.

  Jalan ternyata berliku-liku, turun naik bukit pula! Udara panas luar
  biasa, sekalipun sinar matahari hampir tak tampak dalam rimba yang
  pekat itu. Dalam sekejap saja, tubuhnya sudah mulai memprotes
  siksaan yang tak terduga-duga itu. Kepalanya terasa berdenyut-denyut
  nyeri. Kaki bagaikan dibebani berkilo-kilo. Rongga dada serasa
  hendak meledak, menahan napas yang memburu sehingga menimbulkan
  desah yang ramai pula. Matanya mulai berkunang-kunang. Langkahnya
  pun sudah terhuyung-huyung dengan kepala merunduk berat. Ia
  benar-benar membutuhkan istirahat. Tetapi baru saja ia hendak minta
  kepada pengantarnya agar mereka berhenti dulu, telinganya menangkap
  suara orang ramai.

  Ia mengangkat kepala. Mereka berada di puncak sebuah bukit. Di bawah
  terhampar pemandangan yang membuatnya terharu. Beratus-ratus ...
  tidak, beribu-ribu orang laki perempuan tampak hiruk-pikuk membuat
  barisan panjang menuju sebuah "rumah adat".

  "Mereka ... ?" tanyanya heran pada pengantarnya.

  "Ya," jawab yang ditanya, "mereka tahu Bapak akan datang. Mereka
  datang dari kampung-kampung yang tersebar di wilayah yang luas. Ada
  di antara mereka yang berjalan 3 hari 3 malam untuk berbakti
  bersama-sama.", 3 hari 3 malam! Ia melihat, jam tangannya menunjukkan bahwa mereka
  sendiri berjalan tak lebih dari 2 jam.

  Ia tak mampu berkata-kata lagi. Ia membayangkan perasaan yang 
  mencekam diri Tuhan Yesus tatkala dilihatnya "orang banyak datang 
  berbondong-bondong". Kehausan jiwa yang mencari kebenaran pada masa 
  itu, sekarang pun masih begitu menonjol. Dan ini lebih dirasakannya 
  lagi ketika kebaktian dimulainya. Suara-suara yang menaikkan 
  puji-pujian dalam aneka nada memang jauh daripada indah, namun mampu 
  menggugah hatinya kepada suatu kesadaran yang lebih mendalam, bahwa 
  Kasih Tuhan ada di mana-mana. Jiwa-jiwa di kota gemerlapan atau di 
  rimba belantara, sama di mata Tuhan. Tetapi kasih kepada Tuhan, 
  kiranya tiada yang melebihi kasih yang ada di dalam hati manusia 
  penghuni rimba ini. Murni dan teguh, demikianlah iman yang membuat 
  mereka itu menjadi "indah".

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Untaian Mutiara
  Penulis: Betsy T.
  Penerbit: Penerbit Gandum Mas, Malang
  Halaman: 116 -- 118
______________________________________________________________________
  Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang
  waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
  (Galatia 6:9)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Galatia+6:9 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Ada banyak orang Kristen yang sering merasa pelayanannya sia-sia, 
     sampai-sampai mereka menyalahkan orang lain atas perasaan mereka 
     sendiri. Doakanlah supaya Tuhan menyadarkan orang-orang yang 
     demikian, supaya pelayanan mereka tidak menjadi batu 
     sandungan untuk orang lain, tapi sebaliknya menjadi berkat untuk 
     orang lain.

  2. Doakan juga untuk tempat-tempat yang masih sulit dijangkau oleh
     Injil, agar Tuhan memakai orang-orang percaya setempat untuk
     dapat berbagi Injil kepada orang-orang di lingkungan mereka yang
     haus akan kebenaran firman Tuhan dan yang belum pernah mendengar
     kebernaran tersebut.

  3. Doakan untuk orang-orang yang belum percaya, supaya hati mereka
     terbuka untuk mengenal dan menerima Kristus sebagai tujuan hidup
     mereka.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org