Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/141

KISAH edisi 141 (21-9-2009)

Dipulihkan Untuk Memulihkan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                   Edisi 141, 21 September 2009

PENGANTAR

  Shalom,

  Terkadang Tuhan sengaja mengizinkan masalah terjadi atas hidup kita
  untuk menguji apakah kita tetap setia pada Dia dan apakah kita tetap
  mengandalkan dan menggantungkan hidup kita sepenuhnya hanya kepada
  Dia. Namun terkadang yang terjadi adalah kita justru lari dari
  masalah dan menyelesaikan setiap masalah yang kita hadapi dengan
  kekuatan kita sendiri tanpa melibatkan Tuhan sama sekali.

  Sebagai orang percaya kita seharusnya sadar bahwa kita hanyalah
  manusia biasa yang terbatas. Kita  memiliki banyak kekurangan. Kita
  tidak sekuat seperti apa yang kita bayangkan, sehingga kita dapat
  menanggung setiap beban kita sendiri. Kita membutuhkan pertolongan
  Tuhan untuk membantu kita keluar dari persoalah yang sedang
  menghimpit kita. Mari serahkan segala beban kita kepada-Nya dan
  percaya bahwa Tuhan akan memberikan jalan keluar yang terbaik
  terhadap setiap persoalah yang sedang kita hadapi. Tuhan memberkati.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/

______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                     DIPULIHKAN UNTUK MEMULIHKAN

  Tahun 1984, industri perfilman Indonesia jatuh, membuat saya harus
  mencari cara lain untuk tetap mendapatkan penghasilan. Teman saya
  mengajak untuk berbisnis. Kami kemudian membuka sebuah perusahaan,
  dengan harapan nama Robby Sugara sebagai direkturnya bisa menjadi
  hoki dan menarik banyak transaksi bisnis. Tetapi harapan perusahaan
  itu akan menghasilkan keuntungan besar ternyata tidak terwujud.
  Waktu berjalan, perusahaan malah menyedot aset pribadi saya untuk
  membayar gaji karyawan dan biaya-biaya lain dalam menjalankan
  perusahaan setiap bulannya. Keadaan finansial saya semakin terjepit,
  menghidupi seorang istri dan 7 orang anak sungguh sulit karena saya
  tidak memiliki pendapatan, justru pengeluaran sangat besar untuk
  keluarga dan perusahaan. Di tengah krisis tersebut, rekan bisnis
  saya mengenalkan saya dengan seorang wanita, yang menurutnya
  memiliki koneksi dan relasi bisnis luas sampai ke pejabat tinggi dan
  keluarga Cendana pada waktu itu.

  Rekan saya berharap dengan nama besar saya sebagai artis dan wajah
  ganteng bisa membuat wanita itu tertarik memberikan banyak bisnis
  besar pada kami. Harapannya terkabul, wanita itu langsung tertarik
  pada saya. Bahkan bukan hanya urusan bisnis saja, hubungan pribadi
  kami semakin hari menjadi semakin dekat dan keluarga semakin
  terabaikan. Nama besar, masalah perusahaan, dan menafkahi keluarga
  menjadi beban yang sangat berat bagi saya, yang saya rasa sudah
  tidak sanggup lagi untuk menanggungnya. Dan tanpa pikir panjang
  lagi, saya memutuskan untuk meninggalkan istri dan 7 orang anak saya
  yang masih kecil-kecil (yang paling bungsu berusia 9 bulan), untuk
  menanggalkan beban saya. Bagaimana nanti anak-anak saya makan,
  di mana mereka akan tinggal, dan bagaimana mereka akan bersekolah?
  Saya sudah tidak peduli lagi, hanya satu yang saya pikirkan saat
  itu, yaitu kebebasan dan kesenangan yang akan saya dapatkan.

  Saya pergi jauh dari Jakarta saat itu, meninggalkan semuanya memulai
  hidup baru bersama wanita itu. Kami membuka usaha rumah penginapan
  di pinggir pantai, juga berbisnis batu mulia. Usaha itu berjalan
  sangat baik, sehingga dari hasilnya kami dapat jalan-jalan keluar
  negeri setiap tahunnya. Selama lebih dari 10 tahun saya tidak
  tahu-menahu mengenai keluarga saya, saya tidak tahu sama sekali
  mengenai anak-anak saya, apakah mereka masih hidup, apakah mereka
  masih makan, apakah mereka masih bersekolah, saya tidak tahu sama
  sekali. Dalam segala kelimpahan yang saya miliki, saya bahkan tidak
  pernah berpikir untuk berbagi dengan anak-anak saya dan membantu
  kehidupan mereka.

  Dalam satu kesempatan, saya bertemu dengan mereka semua. Mereka
  sudah besar-besar sehingga saya hampir tidak lagi mengenali mereka.
  Hati saya seperti teriris-iris saat mengetahui mereka dengan susah
  payah berhasil bertahan sepeninggalan saya. Mereka semua masih
  bersekolah, bahkan ada yang sudah menyelesaikan sekolahnya dan mulai
  bekerja.

  Apa yang telah saya lakukan, tidak ada satu pun andil saya dalam
  kehidupan mereka. Tapi yang membuat saya semakin tersentuh adalah
  tidak ada satu pun dari kata-kata kebencian dari mereka, kata-kata
  menyalahkan saya yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak pernah
  menyinggung mengapa saya begitu tega menelantarkan dan meninggalkan
  mereka. Waktu yang ada dimanfaatkan benar-benar oleh mereka untuk
  melepaskan kerinduannya, yang ada saat itu hanya sukacita luar biasa
  karena pertemuan itu. Hanya satu kata permintaan yang mereka ucapkan
  dalam pertemuan itu, "Papi, pulang ...." Sebuah kata sederhana,
  namun sangat sulit untuk saya kabulkan. Seseorang bisa dengan mudah
  terjerumus dalam perselingkuhan, hanya semenit ia sudah terikat
  dalam perselingkuhan, namun sangat sulit kalau bisa dibilang tidak
  mungkin untuk lepas dari jerat perselingkuhan.

  Tapi setelah pertemuan itu, saat-saat kami bertemu terus mengganggu
  saya. Begitu indah dan tidak dapat terganti apa pun. Begitu
  berlimpahnya hidup saya, namun tidak dapat menggantikan momen-momen
  yang indah bersama dengan mereka. Kerinduan saya untuk dapat terus
  bersama dengan mereka semakin lama semakin besar, hingga membuat
  saya tidak berdaya, hanya mampu berdoa, "Tuhan, persatukan saya
  kembali dengan mereka." Dalam pertemuan berikutnya, dalam haru saya
  berkata pada mereka, "Papa janji akan pulang...." Sebuah janji yang
  saya tidak tahu bagaimana saya mewujudkannya. Ternyata janji itu
  menyalakan kembali harapan mereka yang hampir padam, anak-anak terus
  dengan gencar mendoakan kepulangan saya. Setiap tahun mereka membeli
  hadiah khusus untuk saya, pada hari ulang tahun putri saya yang
  sulung, karena mereka pikir saya akan memberi kejutan pulang pada
  hari ulang tahun mereka. Tapi apa yang terjadi, saya tidak pulang.
  Mereka tidak putus harapan, berdoa lagi, lalu membeli kado lagi
  khusus buat saya, siap menghadapi kejutan kepulangan saya. Hal itu
  terjadi setiap tahun, tahun demi tahun, mereka menanti, dan selalu
  saya kecewakan.

  Januari 1998, peristiwa yang dinanti-nantikan mereka pun terjadi,
  saya dipulangkan oleh wanita itu, bahkan diantar sampai ke depan
  rumah saya pada tengah malam. Saya tidak pernah bertemu dengannya
  lagi sejak saat itu. Peristiwa pemulangan saya itu menunjukkan bukan
  kuat gagah saya melepaskan diri dari jerat itu, tapi itu semata-mata
  karya Tuhan yang ajaib. Bukan saya yang berusaha dan pulang sendiri
  meninggalkan semua kenikmatan duniawi itu, melainkan mukjizat Tuhan
  yang memulangkan saya. Peristiwa itu disambut sukacita luar biasa
  oleh anak-anak saya, penuh haru dan kerinduan. Walaupun istri saya
  tidak merespons kepulangan saya, saya memakluminya. Selama 14 tahun
  kami terpisah, dan setelah semua kejahatan yang saya lakukan
  padanya, ia butuh waktu untuk menerima saya lagi. Saya tahu bahwa
  Tuhanlah yang menguasai hati keluarga saya, untuk mau menerima orang
  yang telah sekian lama menyakiti hati mereka, tidaklah mungkin
  jikalau bukan karena campur tangan Tuhan. Mereka diberikan-Nya
  kebesaran hati dan kasih untuk dapat menerima saya lagi. Kalau bukan
  karena campur tangan Tuhan, itu tidak mungkin.

  Setelah kembalinya saya ke rumah, semuanya tidak selesai begitu
  saja. Saya menghadapi sebuah pergumulan baru. Saya harus mengambil
  lagi beban yang saya tinggalkan, yaitu menghidupi keluarga saya.
  Saya tidak punya apa-apa sama sekali saat pulang pada mereka. Hanya
  membawa satu kantong plastik kecil berisi baju kotor. Saya memutar
  otak, bagaimana mendapatkan penghasilan. Kemudian saya mulai
  menghubungi teman-teman lama saya dalam dunia film, berharap nama
  besar Robby Sugara pada masa lalu masih bisa dijual saat ini. Saya
  menanti-nanti, tidak juga ada jawaban. Sampai akhirnya Tuhan tegur
  saya, agar saya tidak mengandalkan kekuatan saya, melainkan
  mengikuti jejak anak-anak saya yang hanya mengharapkan Tuhan untuk
  memulangkan saya. Saya menyadarinya, dan meminta ampun kalau saya
  masih mengandalkan nama besar. Dan menyerahkan sepenuhnya, segala
  sesuatunya ke dalam tangan Tuhan.

  Tidak lama kemudian, jawaban Tuhan datang, saya mendapat peran dalam
  sebuah sinetron yang masih terkenal sampai saat ini, yaitu
  "Tersanjung". Setelah sinetron itu berkat Tuhan mengalir, hingga
  saya boleh diizinkan menyelesaikan puluhan judul sinetron. Saya
  sungguh rindu untuk melayani Tuhan, namun pelayanan saya sering kali
  terhambat dengan jadwal syuting yang sering berubah-ubah. Bila saya
  sudah dijadwalkan untuk bersaksi pada sebuah tempat, mendadak jadwal
  syuting juga berubah dan bentrok dengan jadwal melayani. Dengan
  sangat terpaksa saya harus mengikuti syuting karena sudah terikat
  kontrak. Hal ini membuat saya takut untuk menerima pelayanan
  kesaksian, takut saya mengecewakan jemaat yang mengundang, karena
  saya tidak bisa datang, bentrok dengan jadwal syuting yang berubah.

  Saya berdoa pada Tuhan akan kerinduan besar saya untuk melayani Dia,
  dan keadaan pekerjaan saya saat itu. Pada sebuah sinetron yang saya
  perankan berjudul "Cintailah Aku", saya melihat judul dari sinetron
  itu memakai huruf besar untuk tulisan AKU. Saya percaya, ini adalah
  sebuah tanda dari Tuhan, agar saya melayani Dia sepenuhnya. Agar
  saya betul-betul mencintai hanya Dia seorang, meninggalkan segala
  sesuatunya, dan menyerahkan seluruh pemeliharaan hidup saya dalam
  tangan-Nya. Maka saya memutuskan untuk meninggalkan dunia keartisan,
  dan terjun sepenuhnya kepelayanan. Sungguh sebuah sukacita dapat
  melayani Tuhan Yesus yang telah memulihkan hidup dan keluarga saya.
  Orang bertanya, lalu dari mana saya memenuhi kebutuhan materi
  keluarga. Saya hanya tersenyum, Tuhan Yesus pasti mencukupi segala
  sesuatunya. Saya sudah melihat dan merasakan kebaikan-Nya, Ia selalu
  mencukupkan apa yang saya butuhkan, terpujilah nama-Nya.

  Diambil dari:
  Judul majalah: VOICE Indonesia, Edisi 88, Tahun 2007
  Penulis: LM/Pet/Rz
  Penerbit: Communication Department -- Full Gospel Business`s Men
            Fellowship International -- Indonesia: Yayasan Usahawan
            Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta
  Halaman: 10 -- 12
______________________________________________________________________

  Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang
  yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
  mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia
  bersama-sama dengan Aku. (Wahyu 3:20)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=wahyu+3:20 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Semua manusia pasti ingin menjalani hidup dengan berkecukupan.
     Tak hayal jika mereka berusaha melakukan apa pun untuk memenuhi
     kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Doakan supaya setiap orang
     percaya berusaha dengan cara yang baik dan berkenan dihadapan
     Tuhan dalam menghidupi keluarganya.

  2. Jika ada orang yang telah meninggalkan keluarganya, doakan supaya
     Tuhan menjamah hati orang tersebut sehingga dia mau bertobat,
     serta kembali kepada keluarga yang ditinggalkan, dan dapat
     menjadi saksi atas kasih yang Tuhan nyatakan dalam kehidupannya.

  3. Doakan bagi keluarga-keluarga Kristen yang mengalami gejolak
     hidup, supaya mereka dapat menyerahkan segala permasalahan mereka
     hanya pada Tuhan yang sanggup memberikan jalan keluar yang
     terbaik.

______________________________________________________________________

Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org