Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/150

KISAH edisi 150 (23-11-2009)

Panggilan Tuhan: Bukan Sesuatu yang Mudah

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                    Edisi 150, 23 November 2009

PENGANTAR

  Shalom,
  
  Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup dalamku. Kalimat itu 
  memberikan arti yang mendalam bahwa kita tidak berkuasa lagi dalam 
  hidup kita. Untuk mengerti rencana panggilan Tuhan di dalam 
  kehidupan ini, kita dituntut untuk menyerahkan kehidupan kita secara 
  total kepada Tuhan. Ada banyak orang yang tidak mengerti apa yang 
  sebenarnya Tuhan mau dalam kehidupannya. Banyak juga yang masih 
  bertanya-tanya, "Benarkah Tuhan memanggil saya di tempat ini?" 
  Kesaksian berikut ini biarlah dapat menjadi refleksi agar kita lebih 
  mengerti rencana dan kehendak Tuhan dan menjadi berkat serta 
  mendewasakan iman rohani kita.

  Redaksi Tamu KISAH,
  Desi Rianto
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

              PANGGILAN TUHAN: BUKAN SESUATU YANG MUDAH

  "Saya tidak memahami jalan-jalan Tuhan yang tersembunyi, di mana Dia
  memimpin saya. Begitu banyak perbuatan-Nya dalam hidup saya yang
  membingungkan." (Christiana Tsai)

  Hidup yang manusia jalani ini adalah panggilan Tuhan, bukan pilihan. 
  Itulah apa yang kami pahami tentang hidup melayani Kristus. 
  Pemahaman ini lahir dari pergumulan yang tidak mudah dalam melayani 
  Tuhan. Apa yang kami pahami adalah jika kami diberi hak untuk 
  menjadi pelayan-Nya, kami hanya akan melakukan apa yang Ia 
  perintahkan dan kehendaki untuk kami lakukan. Kami tidak punya hak 
  untuk memilih pekerjaan tertentu. Keputusan tertinggi ada pada-Nya, 
  bukan pada kami.

  Secara pribadi, saya lebih memilih untuk melayani di Indonesia, 
  khususnya Pulau Jawa. Saya lahir dan dibesarkan di pulau ini dan 
  kami telah melayani di sini selama kurang lebih 6 tahun. Saya 
  dipercayakan untuk menggembalakan sebuah jemaat di pos pekabaran 
  Injil (pos PI), menjadi pembina di komisi pemuda, dan menjalankan 
  tugas penggembalaan di gereja induk bersama rekan-rekan lainnya. 
  Sementara itu, istri saya (E) membantu saya di pos PI dan menjadi 
  pembina di komisi wanita gereja induk. Kami telah menjalin relasi 
  dengan gereja-gereja dan kampus-kampus. Melalui relasi ini, kami 
  mendapatkan kesempatan untuk melayani di beberapa persekutuan 
  mahasiswa dan gereja sahabat. Seiring dengan berjalannya waktu, kami 
  telah mendapatkan banyak relasi, kesempatan, penghargaan, dan 
  materi. Kami bisa mendapatkan lebih banyak lagi jika kami tetap 
  memilih untuk melayani di Indonesia. Saya juga sangat menikmati 
  pelayanan sebagai seorang dosen di sebuah seminari. Selain itu, 
  pelayanan melalui tulisan juga sudah saya coba. Karya tulis saya 
  sudah diterbitkan dan disebarluaskan. Ini semua membuat saya senang 
  untuk tinggal dan melayani di Indonesia.

  Namun Tuhan menghendaki apa yang berlawanan dengan apa yang kami 
  inginkan. Ketika kami sedang menikmati pelayanan yang kami kerjakan 
  dan memiliki banyak impian untuk melakukan banyak pelayanan lain, 
  panggilan Tuhan untuk pergi melayani ke ladang misi datang kepada 
  kami. Sebenarnya panggilan itu pertama-tama diberikan kepada E pada 
  tahun 1993. Saat itu ia sedang sekolah Alkitab di Institut Injili 
  Indonesia (I-3), Batu (sebuah kota kecil berudara sejuk di daerah 
  Jawa Timur. Pada penghujung tahun 1993, diadakan acara sharing misi, 
  dibawakan oleh seorang misionaris wanita alumni I-3 yang telah 
  beberapa tahun melayani di Tiongkok. Misionaris itu bersaksi dan 
  membagikan beban agar ada orang yang mau berdoa dan pergi 
  memberitakan Injil ke Tiongkok. Menutup acara sharing misi, 
  misionaris itu memberikan tantangan. Ternyata Tuhan menaruh beban 
  itu kepada E. Sejak itu, E berkomitmen untuk mendoakan dan 
  menyerahkan diri untuk dipakai Tuhan sebagai misionaris di Tiongkok. 
  Hal ini diketahui dan didoakan oleh teman-teman setingkatnya.

  E turut ambil bagian dalam persekutuan doa misi yang diadakan di 
  I-3. Dalam persekutuan doa misi ini, banyak misionaris alumni I-3   
  yang ikut. Setiap kali mereka pulang (cuti) ke Indonesia, mereka 
  sharing di persekutuan doa ini. Di antaranya ada misionaris dari 
  Afrika, India, Tiongkok, dan Kirgizstan. Namun, dari beberapa negara 
  tersebut, hanya negara Tiongkok yang selalu "tinggal" dan "mengusik" 
  hati E. Beban untuk melayani di Tiongkok terus membara dari tahun ke 
  tahun. Pada tahun 1997, E pindah dari I-3 ke sebuah sekolah Alkitab 
  di daerah Cipanas, Jawa Barat, dan menyelesaikan studi teologinya di 
  sana.

  Tahun 1998, E lulus dengan gelar Sarjana Teologi. Pada tahun yang 
  sama, kami menikah. Saat itu saya tahu bahwa E memiliki kerinduan 
  yang sangat besar untuk Tiongkok, namun konsep saya waktu itu: 
  mengapa harus melayani jauh-jauh ke luar negeri, sedangkan di 
  Indonesia saja masih begitu banyak ladang pelayanan yang belum 
  dilayani. Setelah menikah, E mendampingi saya melayani di sebuah 
  gereja presbiterian di Jawa Timur. Pada saat kami melayani di sana, 
  jumlah anggota jemaat kurang lebih 600 orang dewasa, belum termasuk 
  pemuda, remaja, dan anak-anak sekolah minggu dan satu pos PI. Jadwal 
  kegiatan di sana cukup padat dan banyak kegiatan yang harus kami 
  tangani.

  Harapan saya, kesibukan pelayanan di gereja akan membuat E melupakan 
  beban dan panggilan untuk pergi ke Tiongkok. Jadwal kegiatan 
  pelayanan yang kami jalani cukup padat. Saya sangat berharap ini 
  bisa menghibur E dan membuatnya mengerti bahwa sekarang saja sudah 
  ada begitu banyak jiwa yang harus dilayani. Namun, harapan saya 
  meleset. Beberapa kali E terus mengingatkan saya akan panggilan 
  misinya. Setiap kali dibahas, selalu berakhir dengan ketegangan dan 
  perasaan tidak enak di antara kami. Saya tidak bisa mengerti mengapa 
  harus jauh-jauh ke Tiongkok untuk melayani? Saya tidak mengerti 
  beban misi dalam diri E karena saya tidak memiliki beban untuk 
  pelayanan misi ke Tiongkok. Kami mengambil waktu untuk berdoa 
  mengenai hal ini. Memasuki tahun kedua pernikahan kami, E sudah 
  jarang, bahkan hampir tidak pernah mengingatkan dan mengungkapkan 
  kepada saya tentang panggilan misinya. Saya pikir, E telah mengerti 
  bahwa pelayanan tidak perlu jauh-jauh sampai ke Tiongkok, di 
  Indonesia juga banyak yang harus dikerjakan. Rupanya dugaan saya 
  kali ini juga salah, E tidak lagi mengingatkan dan mengungkapkan 
  panggilan misinya kepada saya bukan karena ia lupa atau mulai 
  mengerti. Bukan! E tidak membahas lagi karena ia lelah berdebat 
  dengan saya.

  Meskipun ia tidak berbicara lagi kepada saya tentang panggilan misi 
  itu, E terus berbicara kepada Tuhan. Dalam doanya, ia berharap agar 
  Tuhan menaruh beban misi itu ke dalam hati saya. Cukup lama E berdoa 
  untuk saya sampai akhirnya Tuhan juga menggerakkan dan memanggil 
  saya untuk melayani di ladang misi. Ketika beban ini mulai tumbuh 
  dalam hati saya, saya tidak langsung menerimanya. Melalui peneguhan 
  dan anugerah-Nya, Tuhan meneguhkan beban pelayanan lintas budaya ini 
  ketika seorang adik tingkat di seminari yang sudah beberapa tahun 
  melayani di Tiongkok bertemu dengan saya di Malang. Ia membagikan 
  beban pelayanan di sana kepada saya. Sewaktu akan berpisah dengan 
  adik tingkat saya, ia berharap agar saya mendoakan pelayanan misi di 
  Tiongkok. Tuhan juga meneguhkan saya ketika saya dan beberapa rekan 
  mengikuti konsultasi misi.

  Dalam waktu kurang Lebih 2 tahun berdoa, E mengakui ada waktu-waktu 
  ketika rasanya ia ingin menyerah dan meminta agar panggilan misi ke 
  Tiongkok ini diangkat saja oleh Tuhan. Ia ingin melayani di 
  Indonesia bersama saya tanpa ada ganjalan tentang panggilan misi ke 
  Tiongkok. Ada saat-saat ketika E putus asa dan mulai berkata: "Ya 
  Tuhan, saya tidak perlu pergi ke Tiongkok, di Indonesia juga saya 
  sudah melayani, nanti saya akan kirim perpuluhan dan saya akan 
  menyisihkan dana dari pelayanan di Indonesia untuk mereka yang 
  melayani di sana." Benar! Di Indonesia kami juga melayani dan banyak 
  jiwa yang belum mengenal Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat mereka. 
  Tetapi Tuhan memanggil dan menaruh beban untuk Tiongkok kepada kami. 
  Sama seperti ketika kami pergi ke bandara, di sana banyak pesawat 
  terbang, namun tidak semua pesawat terbang memiliki jurusan yang 
  sama. Kalau Anda memiliki tiket tujuan Surabaya maka tiket tersebut 
  hanya bisa digunakan untuk tujuan Surabaya, tidak bisa dipakai untuk 
  tujuan Denpasar atau tempat-tempat lain selain Surabaya. Pesawat 
  memang banyak, namun tujuannya berbeda. Dan ingat, tiket yang Anda 
  pegang hanya berlaku sesuai dengan tujuan yang tertera pada tiket 
  tersebut.

  Analogi ini mungkin akan membantu kita untuk mengerti bahwa ladang 
  pelayanan memang banyak, namun tidak semua ladang pelayanan adalah 
  tujuan kita. Demikian juga, ada banyak gereja di Pulau Jawa ini, 
  tetapi tidak semua hamba Tuhan dipanggil untuk melayani di Pulau 
  Jawa; ada yang pergi melayani di Pulau Sumatera, ada yang di pulau 
  Kalimantan, dan seterusnya. Artinya, setiap orang dipanggil sesuai 
  dengan tujuan dan maksud Allah bagi kita masing-masing. Ada banyak 
  ladang pelayanan di dunia ini yang membutuhkan banyak pekerja. Allah 
  menempatkan dan memilih setiap hamba-Nya untuk pergi melayani. Oleh 
  karena itu, kita patut menggumuli dan mengerti serta taat kepada 
  panggilan-Nya.

  Kami tidak berkata bahwa semua orang dan setiap hamba Tuhan harus 
  pergi meninggalkan gereja tempat pelayanannya saat ini, lalu pergi 
  ke ladang misi. Tidak demikian tentunya. Kami hanya ingin membagikan 
  kesaksian panggilan misi yang diberikan dan diteguhkan kepada kami 
  ketika kami sedang melayani di gereja. Tuhan memanggil kami untuk 
  pergi menjalani panggilan misi ke Tiongkok. Masing-masing orang 
  dipanggil dengan panggilan yang berbeda dan khusus dari Allah. Entah 
  itu di sekolah, panti asuhan, rumah sakit, gereja, dan masih banyak 
  lagi ladang pelayanan yang ada di sekitar kita. Taatlah pada 
  panggilan itu, entah Tuhan memanggil Anda dan saya secara jangka 
  panjang atau jangka pendek di suatu tempat. Yang jelas, taatlah pada 
  panggilan-Nya.

  Saat Tuhan memanggil ... Ia berbicara melalui firman-Nya.

  Melalui Kejadian 12:1-4 dan Efesus 4:11-12, Tuhan berbicara kepada 
  kami. Dalam kitab Kejadian, Tuhan memanggil Abraham untuk 
  meninggalkan apa yang dia nikmati ke negeri yang akan ditunjukkan 
  Tuhan. Tuhan belum memberi tahu Abraham negeri mana yang dia harus 
  tuju. Ini bukan perkara mudah bagi Abraham, ia harus membawa 
  keluarganya tanpa tujuan yang pasti. Abraham beranjak meninggalkan 
  negeri, kesenangan, dan kebiasaannya demi menaati perintah Tuhan. 
  Meskipun perintah Tuhan tampaknya tidak memberikan jaminan dan 
  kepastian, Abraham patuh. Pantas saja akhirnya ia disebut "Bapak 
  orang beriman". Firman tersebut selalu terngiang-ngiang di dalam 
  hati kami setiap hari sampai akhirnya kami berpikir apakah ini 
  berarti Tuhan juga memanggil kami untuk meninggalkan apa yang sedang 
  kami kerjakan dan nikmati sekarang ini? Dalam pergumulan yang tidak 
  mudah dan tidak singkat, akhirnya kami yakin bahwa Ia betul-betul 
  memanggil kami untuk pergi ke tempat dan suasana yang penuh 
  ketidakpastian seperti Abraham.

  Firman Tuhan dalam Efesus 4:11-12 juga terus berbicara kepada kami 
  bahwa tugas utama seorang hamba-Nya adalah memperlengkapi orang 
  percaya. Melalui firman Tuhan ini, Allah membuat kami mengerti bahwa 
  kami harus aktif dalam pelayanan mengajar dan pelatihan. Lalu, kami 
  mencoba memikirkan apa yang bisa kami buat dan hasilkan. Kami 
  mencoba menulis buku. Walaupun sederhana, buku kami diterima oleh 
  pihak penerbit. Apa yang kami tulis, kami ajarkan, dan latihkan 
  kepada aktivis yang memerlukan keterampilan dalam melayani Tuhan. 
  Saya juga terlibat datam Church Planting Training yang memberikan 
  perlengkapan dan pelatihan kepada pendeta, penginjil serta aktivis 
  yang melayani di suku-suku terabaikan dan pedalaman-pedalaman. Tuhan 
  memberikan visi dan kemampuan dalam pelatihan di Indonesia ini 
  sebagai bekal pelayanan di ladang misi nanti.

  Setelah Tuhan memberikan beban dan panggilan misi untuk melayani di 
  Tiongkok kepada saya, saya dan E mulai berdoa bersama untuk 
  mempersiapkan diri dalam panggilan misi ini. Ada banyak tantangan 
  dalam masa-masa itu. Sering kali kami ingin lari. Namun, setiap kali 
  keinginan itu muncul, ada saja cara Tuhan menggiring kami kembali. 
  Ada kalanya hati nurani kami merasa tidak sejahtera. Kadang-kadang 
  Tuhan pakai orang-orang untuk mengingatkan kami. Sering juga melalui 
  berbagai peristiwa yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kami, 
  yang membuat kami mengerti dan akhirnya kembali belajar taat pada 
  panggilan-Nya. Semuanya ini membawa kami kepada pengertian bahwa 
  "Jika kita mengaku bahwa Ia adalah Raja dan Tuhan kita, kita hanya 
  bisa menuruti apa yang dikehendaki-Nya. Hidup ini sungguh merupakan 
  suatu panggilan dan bukan pilihan kita sendiri."

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Permata di Balik Air Mata
  Penulis: Hendra dan Esther Ray
  Penerbit: Mitra Pustaka, Bandung 2004
  Halaman: 13 -- 19
______________________________________________________________________

  Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu,
  dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea,
  dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Kis.+1:8 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Doakan setiap orang percaya yang saat ini masih belum mengetahui 
     dengan pasti di mana Tuhan tempatkan mereka untuk melayani-Nya, 
     agar mereka tetap tekun dan setia melayani di tempat mereka saat 
     ini, sampai Tuhan menyatakan kehendak-Nya.

  2. Berdoa untuk mereka yang telah mengetahui dengan pasti di mana
     Tuhan akan tempatkan mereka untuk melayani, agar Tuhan memberikan
     keteguhan hati dan kemampuan kepada mereka untuk dapat
     melaksanakan pelayanan yang sudah Tuhan persiapkan untuk mereka.

  3. Berdoa juga untuk mereka yang telah mengetahui panggilan Tuhan
     atas hidup mereka, namun masih ragu dan kompromi, agar Tuhan
     memberikan peneguhan kepada mereka.
______________________________________________________________________

Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
Facebook KISAH: http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org