Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/169

KISAH edisi 169 (12-4-2010)

Paskah Berdarah

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 169, 12 April 2010

PENGANTAR

  Shalom,

  Penganiayaan yang menimpa orang Kristen beberapa waktu lalu cukup
  menyita perhatian dan keingintahuan banyak orang, tidak terkecuali
  orang-orang Kristen sendiri. Banyaknya berita miring mengenai
  peristiwa tersebut secara tidak langsung sudah menimbulkan konflik
  baru yang membuat persoalan itu tidak pernah terselesaikan secara
  tuntas. Tanpa bermaksud membuka luka lama, KISAH edisi 169
  menyajikan sebuah peristiwa yang sering dialami oleh orang Kristen
  di sebuah wilayah di Indonesia. Mari kita tidak berhenti mendoakan
  saudara-saudara kita di daerah rawan konflik. Doakanlah agar mereka
  tetap kuat dan semakin bertumbuh di dalam Tuhan.

  Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://kekal.sabda.org
  http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                           PASKAH BERDARAH

  10 April 2004. Cuaca sore itu begitu cerah ketika R bergegas
  berjalan menuju gerejanya yang hanya berjarak seratus meter dari
  rumahnya. Ia harus berangkat lebih awal; Sabtu sore adalah jadwal
  Pendalaman Alkitab (PA) bagi jemaat GUP Tabernakel di sebuah desa di
  Sulawesi. R harus menyiapkan segala sesuatu, apalagi listrik sudah
  padam setengah jam sebelum mereka memulai kegiatan itu. Listrik
  memang sering padam di daerah itu, atau kadang-kadang terganggu
  setelah serangan kepada orang-orang Kristen. Orang-orang di daerah
  itu tidak bisa membedakan apakah suatu pemadaman disebabkan faktor
  teknis atau akibat gangguan yang disengaja.

  Namun demikian, padamnya listrik sore itu tidak menurunkan semangat
  R dan jemaat untuk mendalami Alkitab. R memainkan gitarnya sampai
  semua peserta PA hadir. Dari dua puluh jemaat yang menghadiri PA
  itu, sebagian adalah anggota keluarga R. Mereka belajar dengan
  diterangi sinar petromaks. Orang-orang yang bisa membaca Alkitabnya
  hanya mereka yang berada di dekat lampu petromaks. Peserta yang lain
  hanya bisa mendengarkan sang gembala membacakan ayat-ayat dengan
  penerangan darurat.

  Kegiatan PA itu usai pada pukul 19:00. R dan 11 orang jemaat masih
  tetap di sana untuk berlatih paduan suara, yang akan tampil pada
  ibadah Paskah keesokan harinya. Sejak kanak-kanak, R sudah bergabung
  dengan paduan suara sekolah minggu. Keterampilannya memetik gitar,
  yang diturunkan dari ayahnya, dimanfaatkan untuk melayani sekolah
  minggu sejak ia kelas 6 SD. Setelah ia menikahi DE, R juga
  melibatkan istrinya di dalam kelompok paduan suara.

  Pada pukul 19:15, saat masih diterangi lampu petromaks, 10 orang
  anggota paduan suara berkumpul di bangku depan, di dekat mimbar.
  Mereka harus segera berlatih mengingat cahaya petromaks semakin
  meredup. S, putri R yang masih berumur 4 tahun duduk manis di
  sebelah ibunya. Mereka memilih Lagu berjudul "Kalau bukan Kasih"
  untuk peringatan Paskah besok. Kenangan akan penderitaan Kristus di
  kayu salib memenuhi suasana malam itu. R mulai memetik gitar sambil
  memimpin paduan suara.

  Mereka tidak menyadari bahwa di balik kegelapan malam itu, suatu
  kebengisan dari luar gereja akan mendatangi mereka dengan kejinya.
  Pembantaian total akan terjadi di gereja itu. Adik ketiga R, bernama
  O, yang sedang menuntun sepeda motor di luar gereja, samar-samar
  melihat seorang pengendara sepeda motor pergi setelah menurunkan dua
  orang lelaki. O menghidupkan mesin sepeda motornya dan mengarahkan
  sorot lampu depan ke arah dua orang lelaki itu.

  Dua lelaki berjaket loreng itu masuk ke dalam gereja dengan
  menenteng senjata berlaras panjang. O mengira keduanya aparat
  keamanan yang bermaksud akan memberikan pengamanan untuk kegiatan
  Paskah esok hari. Ternyata ia salah duga. Kedua lelaki itu langsung
  memuntahkan isi senapan mereka ke arah anggota paduan suara yang
  sedang bernyanyi di gereja. Jemaat benar-benar tidak menyadari
  kedatangan dua orang lelaki itu karena suasana di luar benar-benar
  sangat gelap.

  Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras. Buummm ...!
  Suara itu adalah ledakan bom berdaya ledak kecil. Tante R, S, roboh
  seketika itu juga. Lalu, sebutir peluru melesat dan menembus tangan
  kanan R yang sedang memetik gitar. Peluru itu juga menembus kedua
  sisi gitar. Dua lelaki itu berdiri di pintu depan gereja sambil
  memuntahkan isi senapan otomatis mereka ke arah anggota paduan
  suara.

  Terdengar suara istri gembala berteriak nyaring, "Tiaraaap ...!"
  Semua orang di dalam gereja tiarap, panik, dan berusaha
  menyelamatkan diri. Terjadi kegaduhan di dalam gereja dengan
  berondongan suara tembakan dan peluru berhamburan ke arah mereka,
  disertai teriakan-teriakan histeris.

  Di tengah-tengah hujan peluru, mereka berlarian keluar dengan panik
  melalui pintu samping gereja yang menuju ke pastori. DE dan S,
  bertiarap di bawah bangku, menyingkirkan bangku-bangku di depan
  yang menghimpit mereka, lalu menyambar putri mereka sambil berlari --
  pada saat itu, ia belum menyadari bahwa ia dan putrinya telah
  tertembak. DE lari sambil berteriak, "Darah Yesus ... Tuhan tolong
  ...!" Ayah R, D, yang berlari ke arah belakang gereja sempat melihat
  wajah si pelaku yang disamarkan topeng.

  S, yang sudah terhempas pada ledakan pertama, masih tertinggal di
  dalam gereja di tengah rentetan tembakan peluru dan darah berceceran
  di lantai. Dari dalam pastori mereka masih mendengar suara rentetan
  senapan itu belum berakhir. Drum, pengeras suara, dan peralatan gereja
  lainnya sudah hancur, termasuk bangku-bangku. Tembok-tembok tampak
  penuh lubang ditembus peluru. Tidak seorang tetangga pun yang berani
  keluar rumah pada saat itu. Saksi mata di luar gereja mengatakan
  bahwa setelah kedua pria itu berhenti menembak, para pembantai itu
  menghilang masuk ke arah hutan.

  Pastori masih diliputi suasana mencekam dan ketakutan. Ibu R, DS,
  baru menyadari bahwa kelingking kirinya telah putus dan hilang. D,
  tertembak di lengan kanan. Tangan kiri DE tertembak. S tertembak di
  kaki kanan. Selain di tangan, R juga tertembak di paha kanan. DE dan
  DS membungkus luka masing-masing dengan taplak meja dan kain
  seadanya. Jemaat yang sedang ketakutan itu mulai menaikkan doa dan
  pengharapan bersama di dalam pastori.

  Orang-orang mulai berdatangan dan membantu mencarikan kendaraan
  untuk melarikan mereka ke rumah sakit. Sejam kemudian, mereka
  berhasil memperoleh pinjaman sebuah angkutan kota untuk membawa 6
  korban, 4 pengantar, dan 2 aparat. Dua orang aparat bergelantungan
  di pintu angkot yang terbuka karena disesaki orang. Angkot dipacu
  dengan kecepatan tinggi, melalui jalan berkelok-kelok, dan tiba di
  Rumah Sakit P sejam kemudian.

  Masyarakat "beragama lain" telah menunggu di Rumah Sakit, namun
  mereka diberitahu sebuah berita bohong, bahwa orang-orang Kristen
  yang baru keluar dari gereja menyerang sebuah bus dari kota M yang
  mayoritas umat dari "agama lain". Masyarakat "agama lain" itu ingin
  mengetahui keadaan korban-korban yang disangka umat seagamanya.
  Akhirnya, mereka membubarkan diri setelah mengetahui bahwa terjadi
  pemutarbalikan fakta di sana -- sesuatu yang sering terjadi di
  daerah konflik (suatu serangan awal sering dipicu fitnah).

  Dokter ahli harus didatangkan dari ibu kota provinsi, dan itu pun
  hanya seorang, sehingga membuat orang-orang yang mendapat giliran
  terakhir untuk dioperasi harus berpuasa hingga 3 hari.

  Diambil dari:
  Judul buletin: Kasih dalam Perbuatan, Edisi Mei -- Juni 2004
  Penulis: tidak dicantumkan
  Penerbit: Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2009
  Halaman: 9 -- 10
______________________________________________________________________

  Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia
  dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. (1 Korintus
  1:25)
  < http://alkitab.sabda.org/?1Korintus+1:25 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Doakan agar Tuhan menjaga dan memelihara hidup orang-orang
     percaya di daerah yang rawan konflik keagamaan. Doakan juga agar
     mereka dapat menjadi teladan yang baik bagi orang-orang di
     sekitar mereka.

  2. Doakan agar para pejabat pemerintahan di daerah rawan tersebut
     dimampukan untuk menjalankan pemerintahan yang efektif dan
     mengayomi seluruh warganya. Doakan agar kerusuhan pada era yang
     lalu itu tidak akan terulang kembali.

  3. Doakan juga agar kerukunan antarumat-beragama di daerah rawan
     konflik tersebut dapat terjalin dengan baik. Kiranya orang
     Kristen menjadi lebih sabar dan menahan diri terhadap tindakan
     atau isu-isu yang dilakukan oleh orang-orang yang mencoba untuk
     mengadu domba.
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org
Facebook KISAH: http://fb.sabda.org/kisah

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Kisah 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org