Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/174

KISAH edisi 174 (17-5-2010)

Seorang Anak Anugerah Tuhan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 174, 17 Mei 2010

PENGANTAR

  Shalom,

  Menunggu merupakan aktivitas yang membosankan bagi kebanyakan orang.
  Namun, Tuhan mendidik anak-anak-Nya untuk mampu menunggu ketika
  menghadapi berbagai persoalan. Tujuannya untuk mengembangkan
  kesetiaan dan ketekunan agar kita berserah dan mengandalkan Tuhan.
  Kesaksian berikut merupakan pembelajaran bahwa apa pun kondisi kita
  saat ini, Ia senantiasa mengasihi kita karena Ia Allah yang setia.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://kekal.sabda.org
  http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                     SEORANG ANAK ANUGERAH TUHAN

  Hansye Pakaya (47 tahun) adalah seorang pria kelahiran Purworejo,
  Jawa Tengah. Pada usia 25 tahun, ia berjumpa dengan Wati ketika
  mereka masih sama-sama belum mengenal Tuhan Yesus secara pribadi.
  Pertemuan itu meningkat menjadi berpacaran hingga pernikahan pada
  bulan Maret 1980, di Jakarta. Hansye memasuki bahtera rumah tangga
  dengan fondasi yang labil karena ia dilahirkan di tengah keluarga
  berantakan. Wati pun demikian. Selama 2 tahun usia perkawinan mereka
  yang tidak membuahkan anak telah menciptakan suasana panas di dalam
  keluarga. Masalah anak sering memicu pertengkaran di antara mereka.

  Sementara itu, mereka terus berusaha mendapatkan anak. Mereka telah
  mendatangi setiap dokter yang ahli. Mereka sudah melakukan apa pun
  tetapi tidak membuahkan hasil. Namun, pemeriksaan kandungan Wati
  dengan teropong laparaskopi justru menemukan kelainan pada indung
  telurnya. Kandungan itu tertutupi dengan suatu selaput yang diduga
  menyebabkan Wati sulit untuk hamil. Ia tidak seperti wanita normal
  lain yang bisa mengalami haid sebulan sekali. Wati mengalaminya
  hanya setahun sekali bahkan pernah tidak sama sekali. Oleh sebab
  itu, dokter menyarankan tindakan operatif untuk mengupas selaput
  tersebut. Operasi itu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

  Dalam keadaan itu, mereka merasakan bahwa tidak seorang pun dapat
  menolong mereka keluar dari masalah ini. Wati selalu cemas mengenai
  hidupnya. Sebagai seorang wanita, ia merindukan kehadiran seorang
  buah hati yang menjadi sumber sukacita di dalam rumah tangganya.
  Kecemasan ini telah menggodanya untuk mencari pertolongan dari
  seorang dukun ke dukun lainnya. Selain meminta pertolongan dukun, ia
  juga memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui perkembangan
  kandungannya. Namun, sayang sekali, semua usaha tersebut tetap tidak
  membuahkan hasil. Wati kecewa bukan hanya sekali tetapi sudah
  berkali-kali. Ia merasa tertekan, putus asa, dan tidak tahu harus
  berbuat apa lagi.

  Keadaan keluarga itu tidak kunjung membaik. Pertengkaran sengit
  semakin sering terjadi. Keluarga muda ini nyaris berakhir dengan
  perceraian. Bahkan sebagai pelarian, Hansye sempat menjalin hubungan
  dengan seorang wanita, rekannya sekantor selama 1 tahun. Ia juga
  sering mengunjungi tempat-tempat hiburan untuk bersenang-senang.
  Bonus THR-nya dihabiskan di meja biliar yang semakin memperlebar
  jarak antara Hansye dan Wati. Di tengah keputusasaannya, Hansye
  diundang rekan sekantornya untuk mengikuti sebuah kebaktian. Hansye
  seorang penganut Kristen KTP (Kristen Tanpa Pertobatan) dan hatinya
  mulai terusik. Cerita-cerita rekannya tentang Yesus membuatnya ingin
  mencari kasih Tuhan.

  Hansye menerima ajakan rekannya untuk mengikuti kebaktian itu,
  dengan suatu kesadaran yang terasa berbeda. "Di sini aku merasakan
  sukacita dan damai sejahtera," ungkap hatinya. Ia meresapi setiap
  kidung pujian dan doa-doa dengan sepenuh hatinya. Pada saat itu, ia
  sudah mengalami jamahan kuasa Tuhan yang mengalirkan kasih-Nya. Ia
  pun bertobat pada tahun itu juga, 1984. Sekarang, ia tidak lagi
  mengalami ketakutan yang ia rasakan selama ini, meskipun sekiranya
  Tuhan bermaksud tidak akan memberi dia seorang keturunan.

  Sejak saat itu, ia senantiasa mengikuti kebaktian di gereja meskipun
  secara sembunyi-sembunyi. Namun akhirnya, istrinya juga mengetahui
  bahwa hampir setiap hari Minggu ia beribadah di gereja. Wati kurang
  senang melihat Hansye aktif ke gereja. Ia berusaha menghalangi
  Hansye dengan segala cara, misalnya dengan menyembunyikan sepatunya.
  Namun, Hansye yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan
  Juruselamat hidupnya, tidak marah atas perbuatan istrinya.

  Akhirnya, meskipun Hansye tidak jadi ke gereja, perubahan pada
  sikapnya itu membuat Wati heran. Wati mulai berpikir, "Apakah yang
  terjadi pada suamiku? Apakah yang ia lakukan? Apa yang ia dapatkan
  di gereja itu? Apakah yang diajarkan gereja sehingga suamiku
  berubah?"

  Kemudian, Hansye mengajak Wati untuk menyertai dia pergi ke gereja.
  Karena Hansye sudah berubah, Wati pun bersedia mengikuti ajakan
  suaminya. Namun, Wati ternyata berpikiran lain, "Aku akan menguji
  suamiku." Wati menganggap bahwa apa pun yang didengarnya di gereja
  tidak akan bisa memengaruhi dirinya. Selama di gereja itu, ia selalu
  berusaha memengaruhi suaminya agar tidak memercayai setiap kata-kata
  sang pengkhotbah. "Bohong, itu bohong," demikian selalu kata Wati.

  Namun pada suatu hari, pemberitaan firman Tuhan tentang kebaikan dan
  kasih Tuhan telah menjamah dan meluluhkan hati Wati. Ia dapat
  merasakan betapa Tuhan sangat mengasihi dirinya, bahkan Ia rela
  menyerahkan hidup-Nya untuk Wati. Pada saat itu, Wati menyerahkan
  hidupnya kepada Tuhan. Ia berdoa dengan berlinangan air mata,
  "Tuhan, saya mohon pengampunan-Mu atas dosa-dosa yang saya telah
  lakukan. Saat ini saya bersedia menerima apa pun yang Tuhan berikan
  kepadaku. Dalam nama Yesus. Amin." Sejak saat itu, Hansye dan Wati
  mengalami kehidupan baru di dalam Tuhan. Mereka menyerahkan segala
  kerinduan akan seorang buah hati kepada Tuhan. Kecemasan yang
  melanda jiwa Wati selama ini telah terobati. Ia tidak lagi takut
  menghadapi kelainan pada kandungannya. Mereka telah mengubur masa
  lalu itu dalam-dalam.

  Setelah pertobatan itu, keduanya justru tidak pernah lagi berusaha
  mendapatkan anak, tidak berkunjung ke dokter, apalagi pergi ke
  dukun. Mereka tidak lagi takut jikalau Tuhan tidak bermaksud
  memberikan mereka seorang anak. Iman dan perbuatan mereka berjalan
  berdampingan. Hansye dan Wati sekarang sudah yakin. "Dalam keadaan
  ini kita harus beriman bahwa Tuhan sanggup mengadakan mukjizat pada
  kandunganmu," ungkap Hansye kepada istrinya. Mereka terus menjalani
  kehidupan dengan damai sejahtera.

  Seiring pergantian hari, Tuhan tidak melupakan pekerjaan tangan-Nya.
  Ia menyertai kedua pasangan ini untuk masuk ke dalam rencana-Nya
  yang indah. Hansye dan Wati dilibatkan dalam berbagai kegiatan
  pelayanan. Pada suatu hari, Wati melayani orang-orang yang memunyai
  masalah seperti dirinya. Wati hanya bisa berserah dan berdoa kepada
  Tuhan, "Tuhan, aku bersedia menjadi saksi-Mu. Tetapi, bagaimana aku
  bisa bersaksi jikalau kami belum pernah mengalami punya seorang
  anak? Tuhan, aku meminta Engkau mengadakan mukjizat di dalam
  kehidupan rumah tangga kami. Janganlah permalukan hamba-Mu ini,
  Tuhan."

  Setelah beberapa tahun menantikan kehadiran anak, akhirnya mereka
  berserah kembali di dalam doa, "Tuhan, jikalau Engkau tidak
  memberikan anak, itu tidak mengapa. Kami akan mengangkat seorang
  anak sebelum kami pindah rumah." Mereka berharap akan sudah memiliki
  seorang anak angkat sehingga para tetangga mereka yang baru tidak
  akan mengetahui asal usul anak itu. Mereka merasa iba jikalau anak
  itu kelak harus bergumul dengan asal-usulnya.

  Tuhan selalu bertindak tepat sesuai waktu-Nya. Ia tidak pernah
  terlambat atau terlalu cepat menyatakan mukjizat-Nya kepada mereka
  yang percaya. Pada saat Hansye dan Wati berniat untuk mengangkat
  seorang anak, Tuhan melakukan sesuatu. Sekitar tiga bulan setelah
  mereka berdoa dan bersiap-siap untuk pindah, Tuhan melakukan sesuatu
  pada kandungan Wati. Pada saat itu, mereka tidak menyadari pekerjaan
  Tuhan sedang terjadi di tengah mereka. Perut Wati tampak semakin
  membesar tanpa ia menyadari apa yang sedang terjadi pada dirinya.
  "Ada apa dengan perutku," pikirnya. "Jika aku hamil, mengapa aku
  tidak merasakan mual-mual, pusing, ataupun mengidam seperti layaknya
  seorang wanita hamil?"

  Penantian yang begitu lama telah membuat mereka trauma untuk
  mengunjungi dokter kandungan, khususnya Wati yang enggan
  memeriksakan diri ke dokter. Namun, Hansye sempat mengetahui
  terdapat tempat praktik dokter kandungan ketika ia mengendarai mobil
  dari tempatnya bekerja. Tanpa berpikir panjang dan tidak menunggu
  persetujuan istrinya, ia segera mengarahkan mobilnya untuk
  memeriksakan keadaan istrinya di sana. Akhirnya, meskipun dengan
  agak terpaksa, Wati bersedia diperiksa dokter kandungan tersebut.

  "Dokter, saya merasakan sesuatu yang aneh di dalam perut saya.
  Mengapa bentuk permukaan perut saya tampak lain? Saya tidak
  mengetahui apakah tanda-tanda seorang sedang hamil," ungkapnya
  kepada sang dokter dengan penuh rasa ingin tahu.

  Setelah ia diperiksa, dokter mengatakan, "Jika seperti ini, ada dua
  kemungkinan, kalau bukan tumor kandungan, ya kehamilan." Menanggapi
  diagnosis itu, Hansye dan Wati hanya bisa berdoa dan berserah kepada
  Tuhan. Jika hasilnya tumor, itu tentu saja tidak pernah mereka
  harapkan. Namun, jika hasilnya Wati positif hamil, tentu saja ini
  merupakan kabar yang sangat menggembirakan mereka. Namun, pengalaman
  menyedihkan setelah sekian lama membuat mereka tidak berani terlalu
  berharap kehadiran seorang anak.

  Pada keesokan harinya mereka datang kembali untuk mengetahui hasil
  pemeriksaan itu. Keduanya duduk di deretan kursi ruang praktik
  dokter, menunggu giliran dipanggil dengan perasaan tegang.
  Pertanyaan: "bagaimanakah hasilnya?" senantiasa terngiang di telinga
  masing-masing.

  Suara seorang suster mengejutkan mereka, "Ibu Wati Pakaya!"

  "Ya, saya!" jawab Wati dengan harap-harap cemas. Wati dan Hansye
  segera masuk ke ruang dokter. Wati melangkah masuk sambil berdoa,
  "Tuhan, aku percaya kepada-Mu, apa pun yang Engkau berikan, pasti
  yang terbaik bagiku."

  "Silahkan duduk!" dokter mempersilakan mereka duduk.

  "Terima kasih, Dokter. Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya mereka
  dengan harap-harap cemas.

  Dengan tenang dokter menginformasikan hasil USG itu, "Sekarang Bapak
  dan Ibu harus bersyukur. Yang berada di dalam kandungan bukan tumor,
  tetapi seorang bayi. Ibu Wati telah mengandung 3,5 bulan."

  Kata-kata itu bagaikan hujan di tengah kemarau panjang. Keduanya
  menangis haru dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. "Terima
  kasih, Tuhan. Engkau sungguh Allah yang berkuasa. Engkau tidak
  pernah melalaikan janji-Mu kepada kami." Mereka begitu merasakan
  kuasa Tuhan. Kasih Tuhan Yesus sungguh besar. Mereka pun pulang
  dengan penuh sukacita.

  Sepanjang 6 bulan berikutnya mereka tidak berhenti berdoa agar Tuhan
  memelihara kehamilan itu. Mereka menyadari tantangan masa kehamilan
  itu mengingat keadaan Wati yang sudah cukup berumur, usia di atas 30
  tahun. Kehamilan itu cukup berisiko tinggi, mengingat tekanan darah
  Wati juga sangat tinggi.

  Mereka melalui hari-hari penantian itu dengan penuh sukacita. Tuhan
  senantiasa menyatakan kasih-Nya kepada keluarga ini. Hansye dan Wati
  sangat merindukan seorang keturunan, yang bukan hanya menjadi berkat
  bagi keluarga ini, tetapi juga menjadi berkat bagi banyak orang.
  Oleh sebab itu, mereka selalu mendoakan anak itu sejak ia masih
  dalam kandungan.

  Ketika mereka menanyakan nama untuk anak itu, mereka beroleh
  pernyataan dari Tuhan bahwa nama anak itu ialah Mikha. Dalam kitab
  Perjanjian Lama, Mikha seorang nabi yang memberitakan kepada bangsa
  Israel bahwa Tuhan adalah Allah Pengasih, namun Ia juga sangat
  membenci dosa. Ia juga memberitakan anugerah pemulihan dari Tuhan
  bagi bangsa itu. Pemberian nama ini diteguhkan seorang penatua
  gereja setempat, yang juga mendapatkan pernyataan sama dari Tuhan
  mengenai nama anak itu.

  Pada pagi hari 2 September 1988, ketika usia kandungan Wati sudah
  mencapai 8,5 bulan, Hansye kembali mengantarkan Wati ke rumah sakit
  dalam rangka pemeriksaan kandungan. Namun tanpa diduga sebelumnya,
  karena keadaan kandungan Wati, ia diharuskan untuk segera menjalani
  operasi untuk mengeluarkan bayi. Dokter mengatakan, "Bayi di dalam
  perut Ibu harus segera dilahirkan, sebab jika menunggu, ketuban yang
  airnya mulai mengering bisa pecah dan jika ini terjadi bisa sangat
  membahayakan bayi Ibu." Padahal, mereka berharap bayi itu bisa
  dilahirkan dengan prosedur normal tanpa operasi. Pada saat itu,
  seorang suster juga menyarankan agar Wati segera menjalani operasi.

  Akhirnya, Hansye menerima, "Ya, baiklah, jika Tuhan memang
  menghendaki operasi ini," ungkapnya dengan penuh penyerahan kepada
  Tuhan.

  Setelah persiapan segala sesuatu dengan cukup cepat dan kesehatan
  Wati dianggap siap secara medis, operasi itu pun segera
  dilaksanakan. Hari itu merupakan peristiwa bersejarah bagi pasangan
  ini. Wati dibawa masuk ke ruangan operasi pada pukul 09.00. Ia
  merasa tegang bercampur bahagia karena akan segera dapat memeluk
  buah hatinya. Ia akan mencurahkan segala perhatian dan kasih
  sayangnya kepadanya. Sementara itu, Hansye tak kalah tegang menunggu
  di luar ruang operasi. Namun, hatinya meluap dengan sukacita karena
  anak mereka, yang kehadirannya sudah mereka tunggu selama

  bertahun-tahun akan segera dilahirkan pada hari itu.

  Akhirnya, pada tanggal 2 September 1988, sekitar pukul 11.00, dokter
  keluar dari ruang operasi dan memberitakan kabar yang luar biasa
  indah kepadanya. "Pak Hansye, selamat! Anak laki-laki Bapak telah
  lahir dengan selamat. Istri Bapak juga selamat!" kata dokter sambil
  menjabat tangan Hansye.

  Hansye sangat bersukacita mendengar berita itu. Ia segera menaikkan
  rasa syukur dan pujiannya kepada Tuhan. Sesungguhnya, meskipun
  mereka tidak merencanakannya, ia percaya bahwa Tuhan sudah
  menetapkan waktu yang terbaik untuk mereka. Allah turut bekerja
  dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang
  mengasihi Allah dan terpanggil sesuai dengan rencana-Nya. Beberapa
  saat kemudian, Wati keluar dari ruang operasi itu, masih dipengaruhi
  efek anestesi. Hansye melihat sukacita terpancar di wajah istri yang
  dikasihinya. Wati masih harus dirawat selama seminggu setelah
  melalui saat-saat yang kritis itu.

  Mikha kini telah hadir di tengah keluarga itu, yang mereka percayai
  sebagai berkat Tuhan bagi mereka. Mikha menjadi tumpuan kasih sayang
  mereka dan akan menjadi alat Tuhan untuk memberitakan kasih dan
  keadilan Tuhan kepada banyak orang. Mereka menyadari bahwa Allah
  sungguh berkuasa memberikan seorang anak yang bagi manusia tidak
  mungkin. Wati yang diketahui memiliki kelainan kandungan, kini telah
  melahirkan anak kandung mereka sendiri. Tanda-tanda bekas jahitan
  itu telah membuktikan bahwa Allah berkuasa membuka selaput kandungan
  itu tanpa tindakan operasi.

  Tuhan sudah mengadakan mukjizat dan Ia juga telah memulihkan
  keluarga yang semula hancur ini. Allah sudah menganugerahkan seorang
  anak dengan cara yang unik. Oleh sebab itu, mereka tidak
  putus-putusnya mengucap syukur dan memercayakan hidup mereka kepada
  Tuhan.

  Kini, Hansye melayani di Yayasan Abbalove Ministry, di bagian yang
  menangani produksi kaset-kaset khotbah untuk didistribusikan ke
  toko-toko dan gereja-gereja lokal. Wati juga melayani Tuhan bersama
  sang suami di yayasan yang sama. Sedangkan Mikha sudah bertumbuh
  menjadi seorang remaja pencinta Tuhan; ia aktif dalam pelayanan di
  gereja. Pada saat ini, ia bersekolah di SMP Tunas Bangsa Sunter,
  Jakarta. Keluarga ini aktif bersama-sama melayani Tuhan di sebuah
  gereja lokal di Jakarta. Tuhan sudah menempatkan mereka sebagai
  saluran berkat-Nya bagi orang-orang yang membutuhkan jamahan kasih
  Tuhan dalam hidup mereka.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
  Penulis: Hansye dan Wati Pakaya
  Penerbit: CBN Indonesia, Jakarta 2001
  Halaman: 1 -- 8
______________________________________________________________________

  Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena
  rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan
  Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh
  pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa,
  yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di
  sorga bagi kamu. (1 Petrus 1:3-4)
  < http://alkitab.sabda.org/?1 petrus 1:3-4 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Doakan setiap rumah tangga Kristen, agar Tuhan memberkati
     kehidupan mereka untuk memancarkan kasih Kristus di lingkungan
     seputar kehidupan mereka.

  2. Doakan juga mereka yang sedang bergumul dengan permasalahan yang
     sulit, agar Tuhan menjaga hati mereka untuk tetap berfokus pada
     Tuhan dan mengandalkan Dia.

  3. Doakan anak-anak yang lahir dalam keluarga Kristen, agar mereka
     tumbuh menjadi anak-anak yang sungguh-sunguh mengasihi Tuhan
     di dalam hidup mereka.
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org
Facebook KISAH: http://fb.sabda.org/kisah

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org

______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Kisah 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org