Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/186

KISAH edisi 186 (9-8-2010)

Melintasi Bukit Kemenangan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                     Edisi 186, 9 Agustus 2010

PENGANTAR

  Shalom,

  Orang Kristen memerlukan suatu proses untuk menjadi dewasa, dan
  proses tersebut tidak serta-merta berjalan dengan mudah. Terkadang
  Tuhan mengizinkan sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi atas hidup
  kita untuk menguji apakah kita tetap setia atau malah "pergi"
  meninggalkan Dia. Kesaksian yang telah Redaksi persiapkan berikut
  ini kiranya dapat memberi teladan kepada kita semua, bahwa apa pun
  yang terjadi dalam hidup ini merupakan sebuah proses untuk membawa
  kita semakin serupa dengan Dia. Selamat membaca.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://kekal.sabda.org
  http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                      MELINTASI BUKIT KEMENANGAN

  Selama bertahun-tahun, sejak usia 20-an tahun sampai dengan menikah,
  saya (YY) terikat dengan perjudian dan alkohol. Hal tersebut
  merupakan akibat dari pergaulan dengan teman-teman sebaya saya. Di
  rumah, saya adalah seorang anak yang baik. Tetapi di luar rumah, saya
  selalu berbuat keonaran, di diskotik maupun di klub malam di
  Surabaya.

  Pada tahun 1993 saya berkenalan dengan wanita yang sekarang menjadi
  istri saya. Pada tahun itu pula, kami berencana untuk melangsungkan
  pernikahan. Seluruh keluarga menyarankan agar kami diberkati di
  gereja karena kami semua sudah beragama Kristen. Setelah menikah,
  saya memang beribadah ke gereja, tetapi sebenarnya saya tidak
  sungguh-sungguh. Kebiasaan minum alkohol di klub malam sudah
  berhenti, tetapi karena saya tidak memunyai hobi yang lain, maka
  hiburan satu-satunya ialah bermain judi sepak bola.

  Pada hari Jumat pagi di bulan November 1996, dalam perjalanan pergi
  ke kantor saya pergi ke kios untuk membeli sebuah koran sepak bola.
  Tetapi setelah tiba di kantor dan belum sempat membaca informasi
  juara-juara sepak bola, tiba-tiba seorang teman lama menelepon saya.
  Dahulu dia adalah kawan main judi saya, namun sekarang dia telah
  bertobat dan memperingatkan saya untuk meninggalkan kegiatan buruk
  itu, lalu mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya,
  beberapa waktu lalu saya telah berusaha meninggalkan kebiasaan yang
  tidak baik itu dan berubah menjadi pria yang bertanggung jawab,
  namun saya tidak tahu bagaimana memulainya. Ketika ia mengajak saya
  mengunjungi sebuah acara untuk berdoa dan berpuasa, di sanalah Tuhan
  menjamah hati saya. Sejak hari itu, Tuhan menolong saya agar
  terbebas dari perjudian dan saya mengikut Tuhan Yesus dengan segenap
  hati.

  Setelah saya sungguh-sungguh mengikut Tuhan, pada pertengahan tahun
  1996 seorang teman mengajak saya ke sebuah pertemuan. Di sana saya
  belajar bagaimana harus melayani Tuhan dengan penuh pengurbanan.
  Tuhan pun membuat hati saya semakin rindu membawa jiwa-jiwa dari
  segala suku dan bahasa datang kepada Tuhan. Pada tahun itu juga,
  bukan saja Tuhan telah menuntun saya untuk memulai sebuah toko yang
  baru dan berpisah dari usaha keluarga, tetapi saya juga dapat
  menanggulangi seluruh hutang-hutang yang menumpuk yang diakibatkan
  oleh akumulasi dari bunga tinggi karena krisis. Hanya sekitar 1
  tahun, kami telah bebas dari seluruh hutang-hutang kami. Pada tahun
  1997, sebelum ibu saya dipanggil pulang oleh Bapa di surga,
  bertahun-tahun lamanya ia berdoa untuk keselamatan saya. Ternyata,
  masih sempat ia melihat doanya dikabulkan; saya -- anaknya yang
  paling nakal itu -- telah berubah. Dalam perjalanan hidup
  berikutnya, saya melihat bahwa setelah menyerahkan hidup sepenuhnya
  ke dalam tangan Tuhan, Dia selalu menyertai saya, sekalipun kami
  harus melewati berbagai lembah penderitaan, baik di dalam keluarga
  maupun bisnis. Pergumulan demi pergumulan adalah sarana Tuhan untuk
  membentuk saya menjadi seorang pria yang tangguh dan sempurna.

  Pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2001, saya dijemput oleh istri saya
  di kantor untuk berakhir pekan bersama dengan ketiga anak-anak kami
  serta kedua pembantu kami ke salah satu hotel di Batu, Malang.
  Sesampainya di sana, kami beristirahat sejenak, kemudian pada pukul
  17.00, setelah anak-anak bangun dari tidur siang, saya mengajak
  mereka berenang di kolam renang yang berada di hotel itu. Kolam
  tersebut sangat dalam bagi anak-anak, sehingga mereka mengenakan
  pelampung di masing-masing kedua tangan dan perut mereka. Saya
  menemani putri kami yang pertama, I dan putri kami yang kedua, E
  yang belum lama merayakan hari ulang tahunnya yang ke-5 untuk
  berenang bersama.

  Selesai berenang, istri saya melepaskan pelampung yang dikenakan
  oleh anak-anak dan bersiap-siap untuk memandikan mereka di tempat
  pembilasan yang jaraknya hanya sekitar 3 meter dari kolam itu.
  Rupanya, tanpa sepengetahuan kami, anak-anak itu kembali terjun ke
  dalam kolam tanpa mengenakan pelampung. Ketika kehilangan mereka,
  kami segera memanggil nama mereka dan mencoba mencari di sekitar
  hotel itu. Hanya dalam hitungan menit, tiba-tiba istri saya
  berteriak sambil menunjuk ke arah kolam. Kami melihat kedua anak itu
  tenggelam di dasar kolam renang. Saya langsung meloncat dan terjun
  ke dalam air untuk mengangkat kedua anak itu. Saya memerhatikan
  keadaan tubuh mereka yang lunglai dan detak jantung mereka pun
  sangat lemah. Saat berada di tepian, saya segera mengangkat kedua
  kaki anak itu ke atas untuk mencoba mengeluarkan air yang memenuhi
  dada mereka. Setelah berusaha mengadakan pertolongan pertama dan
  kelihatannya tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, maka dengan
  bantuan seorang petugas keamanan hotel, kami melarikan kedua anak
  itu ke puskesmas terdekat. Setelah para dokter memeriksa keadaannya
  dengan saksama, mereka mengatakan kepada kami bahwa kedua anak yang
  sangat kami kasihi itu sudah tidak dapat ditolong lagi. Saat itu,
  saya tidak dapat menahan air mata lagi, dengan hati yang dipenuhi
  kesesakan dan bercampur gundah gulana, kami menangis.

  Setelah para dokter di puskesmas tersebut menyatakan bahwa kedua
  anak kami benar-benar telah tiada, malam itu juga kami segera
  membawa mereka pulang ke Surabaya. Ketika kami berada di mobil,
  kedua anak kami yang tak bernyawa itu ditidurkan telentang di mobil
  bagian tengah bersama mainan mereka dan dijaga oleh istri saya. Anak
  kami yang ketiga beserta kedua pembantu kami berada di bagian
  belakang. Saya berada bagian paling depan bersama dengan salah
  seorang pegawai hotel yang menolong kami mengemudikan mobil hingga
  ke Surabaya. Selama di perjalanan, Tuhan menolong saya sehingga
  tidak sedikit pun mulut saya mengeluarkan kata-kata amarah kepada
  istri saya atau menuduh kedua pembantu kami. Bahkan saya pun tidak
  menghujat Tuhan. Saat itu, saya malah bisa bercakap-cakap dengan
  petugas hotel tersebut yang ternyata seorang anak Tuhan juga. Ketika
  kami tiba di rumah sakit sekitar pukul 21.00, ternyata teman-teman
  baik saya dan lebih dari seratus lima puluh orang teman-teman yang
  lain telah hadir memadati ruang ICU rumah sakit untuk memberikan
  dukungan kepada kami. Di antara mereka, ada yang berdoa dan meminta
  mukjizat agar anak-anak itu hidup kembali, tetapi saya tahu, Tuhan
  telah memilih untuk mengambil anak-anak itu dari kami.

  Ketika anak kami disemayamkan di rumah duka, saya memandang kedua
  tubuh mungil yang terbaring di dalam peti jenazah dan, saya tahu
  bahwa anak yang manis dan lucu-lucu itu akan berpisah dari kami.
  Tidak akan pernah ada lagi sambutan riang di rumah manakala saya
  pulang. Tidak akan pernah ada lagi canda tawa manakala saya
  menggendong ketiga anak saya. Saya tidak bisa lagi mengajar mereka
  seperti seorang guru sekolah minggu yang mengajak mereka bernyanyi.
  Saya tidak bisa lagi mengajar mereka untuk takut kepada Tuhan setiap
  malam, sebelum mereka berangkat ke peraduan. Saya sangat mengasihi
  mereka lebih dari yang mereka tahu. Manakala musim liburan sekolah
  tiba, saya selalu membawa mereka untuk berlibur. Sebenarnya, membawa
  turut serta bepergian sangatlah merepotkan, tetapi sekalipun
  demikian saya sangat bersukacita ketika bisa bersama-sama dengan
  mereka. Saat mereka dipanggil oleh Tuhan, saya berdiri dan dengan
  tegar saya mengatakan bahwa sekalipun hari ini perjalanan saya
  terhenti satu langkah, namun saya akan berlari beribu-ribu langkah
  untuk mengikut Tuhan dan Iblis tidak berhak menghentikan setiap
  langkah saya untuk melayani dan mengasihi Tuhan.

  Saat dilangsungkan kebaktian penghiburan di rumah duka di Surabaya,
  semestinya kami harus menunjukkan kepada mereka bahwa kami adalah
  orang yang sedang dirundung kesusahan dan duka, tetapi saat itu
  Tuhan memberikan penghiburan yang luar biasa kepada kami, sehingga
  ketika saya diminta untuk memberikan kata-kata sambutan, saya
  malahan menyampaikan pesan-pesan penghiburan dan kalimat-kalimat
  yang penguatan kepada orang-orang yang hadir. Bahkan, sebelum kedua
  anak kami dikebumikan, saya tetap memberikan kata-kata penghiburan
  dan mulut saya tetap memuliakan nama Tuhan. Apa pun yang terjadi,
  saya akan selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Setelah
  peristiwa itu berlalu, saya tetap bersukacita dan tetap teguh
  melayani Tuhan dengan penuh semangat. Saya sangat memercayai bahwa
  Yesus yang saya ikuti itu memiliki rencana yang terindah bagi kedua
  anak saya dan bagi kami sekeluarga. Saya pun sangat percaya bahwa
  sejak saat itu kedua anak kami sudah masuk dalam hidup yang kekal
  bersama dengan Yesus, dan suatu saat kami pasti bertemu dengan
  mereka di dalam Kerajaan Surga.

  Pada suatu hari, ketika saya sedang mengikuti sebuah persekutuan
  bersama dengan istri saya dan anak kami yang ketiga, kami bertemu
  dengan seorang hamba Tuhan yang baru kami kenal. Pada saat ia berdoa
  untuk saya dan istri saya, ia memberikan pesan kepada kami bahwa
  Tuhan akan membuat kami "melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan
  kendaraan kemenangan". Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kami tidak
  perlu susah dan kami akan tetap hidup dalam sukacita. Sejak itu kami
  selalu bersemangat untuk mempersaksikan peristiwa itu di mana-mana
  dan kami merasakan bahwa dengan bertambahnya hari, selain tetap
  setia melayani pekerjaan Tuhan, kami pun semakin mengasihi Tuhan
  Yesus sebagai satu-satunya Allah kami yang hidup.

  Ketika saya mempersaksikan peristiwa-peristiwa tersebut, seorang
  hamba Tuhan mengatakan kepada kami bahwa pada umur saya yang ke-45,
  Tuhan akan memberikan anugerah-Nya kepada kami. Dan memang betul,
  pada bulan Desember 2001 ketika istri saya diperiksa oleh dokter,
  ternyata Tuhan telah memberikan anak di dalam rahim istri saya, dan
  pada tanggal 23 Juli 2002, ia telah lahir dengan selamat sehingga
  anak kami yang ketiga, EL, mendapat kawan untuk bermain lagi. Bukan
  hanya itu saja, saat kesaksian ini saya tulis, Tuhan juga telah
  mengaruniakan seorang anak lagi dalam kandungan istri saya.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul majalah: SUARA, Edisi 71, Tahun 2003
  Penulis: KM
  Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
            Fellowship International - Indonesia
  Halaman: 4 -- 8
______________________________________________________________________

  Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku.
  Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku
  akan berseru kepada-Nya. (Mazmur 116:1-2)
  < http://alkitab.sabda.org/?Mazmur+116:1-2 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Berdoa agar umat percaya memiliki iman yang teguh meskipun berada
     di tengah situasi yang tidak mengenakkan.

  2. Berdoa agar Tuhan terus memberikan penghiburan bagi mereka yang
     saat ini kehilangan orang-orang yang mereka kasihi.

  3. Berdoa agar keluarga-keluarga Kristen bisa menjadi teladan bagi
     keluarga-keluarga lain yang belum percaya.
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/kisah
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org
Facebook KISAH: http://fb.sabda.org/kisah
Twitter KISAH: http://twitter.com/sabdakisah

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright (c) 2010 Kisah / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org