Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/194

KISAH edisi 194 (4-10-2010)

Selamat Tinggal Masa Suram

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 194, 4 Oktober 2010

PENGANTAR

  Shalom,

  "Sepanjang jalan menuju ke rumah, saya teringat akan anak-anak saya
  yang masih kecil. Saya bertanya di dalam hati, `Mengapa saya
  melakukan [dosa] ini? Bagaimana kalau istri dan anak-anak mengetahui
  saya begini?`." Begitu pernyataan penulis kesaksian kali ini.

  Jalan masuk pertobatan sang penulis menuju ke kehidupan yang baru di
  dalam Kristus tersebut mirip dengan kisah ES di kolom kesaksian
  edisi 193 yang lalu. ES sempat menyatakan begini,"Suatu hari saat
  sedang pesta tripping menyambut tahun baru 2002 di Bali, mendadak
  saya teringat anak saya." Secuplik pernyataan kesaksian yang agak
  mirip, bukan?

  Yang jelas ketika sedang terjerumus dalam dosa, tiba-tiba saja kedua
  orang ini tadi teringat akan anak mereka. Hal ini menunjukkan betapa
  kuatnya ikatan keluarga itu dan betapa hal itu bisa menjadi awal
  yang baik ketika Allah mau mengubahkan hidup seorang. Selamat
  menikmati edisi kali ini! Tuhan memberkati!

  Redaksi tamu KISAH,
  Wilfrid Johansen
  http://kekal.sabda.org
  http://fb.sabda.org/kisah
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                      SELAMAT TINGGAL MASA SURAM

  Pada awalnya, saya mengira jika seseorang telah menjadi pengikut
  Kristus, perjalanan hidupnya akan berjalan dengan baik dan lancar.
  Saya berdoa dan berharap kepada Tuhan agar setelah tamat dari SMA
  saya dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tetapi karena
  tidak ada biaya, saya mengubur dalam-dalam keinginan tersebut. Saya
  sangat kecewa dan mulai undur diri dari Tuhan. Walaupun tinggal di
  Bali, saya tetap harus mengurus perusahaan saya di Bandung, sehingga
  saya setiap bulan harus bolak-balik antara dua kota itu. Dalam
  sebulan, 2 minggu saya tinggal di Bandung, 2 minggu bersama keluarga
  di Bali, hal seperti itu saya lakukan selama setahun lebih.

  Saat berada di Bandung, jauh dari istri dan anak-anak, hidup saya
  bagaikan seorang bujangan. Saya bebas melakukan apa saja. Kehidupan
  malam mulai saya jalani sesuka hati, minum minuman keras hingga pagi
  di ruang karaoke atau diskotek, saya lakukan hampir setiap malam.
  Bulan September 1999, tiba-tiba saya merasa sangat gelisah. Sebelum
  puas menikmati malam itu di dalam sebuah diskotik, saya pulang
  dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan menuju ke rumah, saya teringat
  anak-anak saya yang masih kecil. Saya bertanya di dalam hati,
  "Mengapa saya melakukan hal ini?", "Bagaimana kalau istri dan
  anak-anak mengetahui saya begini?", "Bagaimana kalau saya mati
  karena over dosis saat sedang berkeliaran di klub malam?". Mulai
  malam itu saya berusaha meninggalkan kebiasaan itu dengan kekuatan
  sendiri. Namun keinginan untuk mengulangi kebiasaan-kebiasaan itu
  justru menjadi semakin kuat.

  Tanggal 30 Januari 2000, ketika itu saya berada di Bali, istri saya
  mengajak pergi ke gereja. Saya tidak berani menolaknya, karena saya
  pikir tidak ada salahnya jika sekali-kali mengantarkan dia pergi ke
  gereja dan sekaligus untuk menyenangkan hatinya karena kesempatan
  kami bertemu hanya 2 minggu dalam sebulan. Ternyata, keadaan menjadi
  berbeda sekali dari yang saya harapkan! Di dalam ruangan ibadah,
  tubuh saya seakan luluh, ada sesuatu yang sangat lembut menyentuh
  hati saya. Ketika pembicara dari luar negeri itu menyuruh semua
  orang yang ada di ruangan untuk menutup mata berdoa sambil
  berpegangan tangan satu dengan yang lain, maka kami saling
  berpegangan tangan dan berdoa. Kemudian saya mendengar suara seperti
  angin puyuh dan tiba-tiba saya melihat gambaran peristiwa-peristiwa
  jahat yang telah saya perbuat satu per satu muncul di depan saya.
  Saat itu saya menyadari bahwa dosa saya terhadap istri dan anak-anak
  saya sangatlah banyak. Saya tidak mampu menahan diri terlalu lama,
  di tengah keramaian itu, saya berteriak sambil menangis.

  Saya meminta ampun kepada Tuhan dan mengakui seluruh dosa-dosa saya.
  Saya bertobat! Sejak kejadian yang tidak terlupakan itu, saya ingin
  terus tertawa dan memuji Tuhan dalam segala hal. Saya mulai gemar
  berdoa dan membaca Alkitab, buku-buku, dan kaset rohani. Saya ingin
  bersahabat dan berteman dengan semua orang. Mulut saya tak tahan
  untuk tidak mempersaksikan perbuatan Tuhan yang telah mengubah hidup
  saya. Hingga suatu ketika di dalam sebuah perjalanan, saya
  menceritakan kesaksian hidup saya kepada orang asing, yang ternyata
  adalah seorang hamba Tuhan! Saat itu walaupun saya menjadi sangat
  malu, namun hamba Tuhan itu mengatakan bahwa ia senang mendengarkan
  kesaksian saya. Hamba Tuhan itu pun banyak menguatkan saya sepanjang
  perjalanan itu.

  Bulan Juni tahun 2000, kami memutuskan untuk pindah ke Bandung, dan
  Tuhan mempertemukan saya dengan seorang teman lama -- teman bermain
  bulu tangkis saya yang dulu. Dia mengajak saya pergi ke suatu
  pertemuan di Bandung. Saya merasa senang sekali bisa bertemu dan
  berbicara tentang hal-hal yang rohani. Di sana kami saling mendukung
  dan saling menguatkan, saya juga bisa mendengar
  pengalaman-pengalaman teman-teman yang lain dan juga mendengar
  pengajaran yang sehat, sehingga saya semakin bertumbuh di dalam
  Tuhan. Satu hal yang saya dapatkan ketika bersama-sama dengan Tuhan
  adalah pemulihan dalam keluarga saya. Sekalipun saya melakukan yang
  jahat di mata istri saya, namun Tuhan membuat hati istri saya
  melupakan masa lalu yang suram. Sekarang, waktu saya tidak lagi
  dihabiskan untuk mencari uang, tetapi saya memberikan waktu untuk
  mengantar anak ke sekolah dan mencurahkan perhatian untuk keluarga.
  Saya tidak ingin waktu saya berlalu tanpa kehadiran istri dan
  anak-anak. Semakin banyak memberikan waktu untuk pekerjaan Tuhan,
  justru hati saya semakin bersukacita.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul majalah: SUARA, Edisi 77, Tahun 2005
  Penulis: Eddy Suhardiman
  Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
            Fellowship International - Indonesia
  Halaman: 24 -- 26
______________________________________________________________________

  Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah
  pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan
  kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. (1 Petrus 1:13)
  < http://alkitab.sabda.org/?1Petrus+1:13 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Bersyukur untuk anugerah pemulihan yang telah diperoleh
     orang-orang dalam kehidupan keluarga mereka.

  2. Berdoa kiranya anak-anak Tuhan yang saat ini sedang undur dari
     Tuhan dapat segera kembali pada Tuhan dan membuka hatinya untuk
     Tuhan.

  3. Berdoa untuk setiap orang agar selalu mengandalkan Tuhan dalam
     masa-masa kesulitan.
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan via email: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti berlangganan < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/kisah
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org
Facebook KISAH: http://fb.sabda.org/kisah
Twitter KISAH: http://twitter.com/sabdakisah

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright (c) 2010 Kisah / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org