Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/208

KISAH edisi 208 (19-1-2011)

Nathania Kembali

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                   Edisi 208, 19 Januari 2011

Shalom,

Persoalan yang kita alami dalam hidup ini seringkali membuat kita
merasa tertekan, putus asa, dan tidak memunyai harapan. Namun sebagai
orang Kristen, apa pun yang kita alami, itulah yang Tuhan kehendaki.
Tuhan berjanji akan menyertai kehidupan kita. Untuk itu, kita harus
selalu berharap pada-Nya. Dalam setiap perkara yang terjadi, izinkan
Tuhan menyatakan kebaikan-Nya dengan mukjizat yang diberikan dalam
hidup kita. Lalu, apakah yang harus dilakukan setiap orang percaya?
Kita harus tetap berharap kepada Tuhan dalam situasi apa pun.
Membiarkan Tuhan berkarya dalam kehidupan kita melalui setiap
persoalan yang kita alami.

Redaksi Tamu KISAH,
Santi Titik Lestari
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                             NATHANIA KEMBALI

Saat itu bulan November tahun 2002, saya (HW) dalam kondisi keuangan
yang sangat sulit saat anak pertama saya lahir, Nathania. Dia lahir
prematur -- kehamilan saya baru berusia 7 bulan. Berat tubuhnya hanya
1,6 kg, sehingga ia terlihat sangat kecil dan ringkih. Waktu itu
paru-parunya belum mengembang sehingga ia sangat kesulitan bernapas,
dan ia harus berjuang dengan kekuatannya sendiri. Nathania tidak
seperti bayi normal pada umumnya, yang bernapas dengan refleks dan
otomatis. Dokter tidak mengetahui bahwa bayi saya tidak dapat bernapas
otomatis, dan hal ini berakibat fatal bagi Nathania. Saat saya
tanyakan suster, dia menyuruh saya untuk bertemu dengan dokter.

Perasaan hati saya tidak enak, lalu saya bertemu dengan dokter. Apa
yang saya takutkan terjadi. Dokter mengatakan sebuah kalimat klise,
"Maaf Pak, kami sudah berusaha, tapi Tuhan yang menentukan. Bayi Bapak
sudah tidak ada." Langit bagai runtuh, saya panik dan berlari ke
ruangan inkubator bayi, dan menemukan Nathania yang sudah membiru
masih ada diinkubator biasa. Saya marah pada suster, kenapa tidak
dibawa ke NICU (ICU khusus bayi), kenapa tidak ada tindakan
penyelamatan? Suster itu menjawab, "Percuma Pak, bayi bapak sudah
tidak ada". Suster itu menekankan adalah menyalahi peraturan
memasukkan bayi yang sudah meninggal ke dalam NICU.

Tapi saya ngotot memaksakan untuk membawa Nathania ke NICU, bagaimana
pun caranya harus dibawa ke sana. Akhirnya mereka mengabulkannya
dengan setengah hati, memindahkan dia ke NICU. Di bagian khusus
pernapasan, dokter pun kelihatan "malas", karena menurut dia percuma
dan tidak ada lagi yang dapat dilakukan. Menurutnya, bayi ini sudah
tidak bernapas selama 2 jam, tidak mungkin lagi ditolong. Tapi saya
tetap memaksa dokter melakukan apa saja, bagaimana pun caranya untuk
menolong bayi saya. Saya mengatakan padanya untuk tidak memikirkan
biaya, berapa pun biayanya akan saya bayar. Padahal saat itu saya
sendiri sedang mengalami kesulitan keuangan. Dokter itu kemudian
dengan ragu menuliskan resep dan menyerahkannya pada saya.

Dari wajahnya saya bisa melihat, bahwa dengan resep itu pun
kemungkinannya masih sangat kecil untuk mengembalikan anak saya hidup.
Tapi sekecil apa pun kemungkinannya akan saya ambil demi buah hati
saya. Dalam resep itu tertulis 3 macam obat, tiap jenis obat seharga 5
juta rupiah; berarti 15 juta rupiah total biaya obatnya. Saya sangat
panik, karena saat itu saya hanya memiliki 1 juta di kantong, itupun
pemberian ibu saya. Tapi saya katakan pada dokter agar ia jangan pergi
ke mana-mana karena saya akan carikan obat itu malam ini juga sehingga
bisa diberikan malam itu juga, jangan sampai menunggu hingga esok
hari. Apotek rumah sakit tidak memiliki obat itu, sehingga saya
langsung bergegas menuju salah satu apotek besar di Surabaya. Tapi
sesampai di sana, mereka juga tidak memiliki obat itu. Oh Tuhan,
bagaimana ini... Tolonglah, saya sedang kejar-kejaran dengan waktu.
Terbesit dalam pikiran saya, kenapa dokter memberikan resep obat yang
langka dan mahal, karena menurut dia kemungkinan 0% untuk anak saya
kembali bertahan hidup.

Kepanikan dan kecemasan saya rupanya menarik perhatian pelayan apotek
tersebut. Ternyata pelayan apotek itu adalah pemilik apotek itu
sendiri, tidak pernah sebelumnya ia menjaga apoteknya sendiri. Entah
kenapa menurutnya ia ingin melayani di Apotek malam itu. Dengan segera
ia berusaha membantu saya dengan menelepon rekannya kemana-mana untuk
menemukan obat itu. Akhirnya ditemukan juga dan langsung diantarkan ke
apoteknya. Saya sangat bersyukur, karena obatnya sudah ditemukan.
Pemilik apotek itu memberikan saya obat itu dengan harga yang tidak
diambil untung, yaitu 3,8 juta. Masalah kedua datang, saya hanya punya
1 juta, sehingga masih kurang 2,8 juta. Bagaimana saya bisa membayar
obat itu? Pengantar obat itu adalah dari apotek lain (bukan supplier),
dia meminta tunai atas obat yang dibawanya. Keajaiban lain datang,
pemilik apotek itu menalangi 2,8 juta sisanya untuk melunasi obat itu.
Pemilik apotek ini tidak mengenal saya, tapi ia mau membantu saya. Ini
adalah benar-benar mukjizat yang Tuhan lakukan bagi saya.

Setelah memiliki obat itu, saya segera kembali ke rumah sakit dan
memberikan obat itu pada dokter. Dengan ragu dokter memberikan obat
itu pada anak saya. Saya disuruh tinggal di rumah sakit saat itu,
padahal saya sedang sangat bingung untuk mencari uang guna membayar
hutang pada apotek esok paginya, dan biaya pengobatan selanjutnya.
Tapi bagaimana kalau tidak ada pengobatan selanjutnya? Bagaimana kalau
anak saya memang tidak bisa ditolong? Saya berdoa, dan mendapatkan
penghiburan dan kedamaian dari Tuhan. Pagi harinya saya segera
bergegas ke ruang NICU menemui dokter untuk meminta paket resep yang
kedua. Tapi dokter menyatakan tidak perlu, meskipun obatnya belum
habis, namun jantung anak saya sudah berdetak lagi. Saat itu saya
seperti tidak percaya mendengarnya, Puji Tuhan, mukjizat dan kebaikan
Tuhan nyata dalam hidup saya. Saya tahu itu bukan karena obat yang
membangkitkan Nathania, tapi kebaikan dan mukjizat Tuhan Yesus --
karena belum lengkap obat yang diberikan, bahkan untuk paket pertama
baru sebagian, tapi anak saya sudah hidup kembali. Tuhan Yesus sungguh
ajaib.

Dokter itu sendiri sangat heran dan berkata, sangat jarang kejadian
seperti ini, dia tidak dapat menjelaskannya. Semua suster juga
keheranan, mereka bahkan mengatakan belum pernah melihat kejadian
seperti ini, bagaimana bayi yang secara medis dinyatakan telah
meninggal bisa hidup kembali. Sungguh sebuah mukjizat Tuhan. Saya
sungguh bersyukur akan janji Tuhan Yesus bahwa Dia akan mengiringi
kita dalam kehidupan kita. Memang Dia tidak berjanji semuanya akan
aman-aman saja dan tidak ada masalah. Tapi janji-Nya untuk menyertai
orang yang sungguh berharap pada-Nya, sungguh telah terbukti dalam
kehidupan saya.

Diambil dari:
Judul majalah: SUARA, Edisi 78, Tahun 2005
Penulis: IM
Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
          Fellowship International - Indonesia
Halaman: 23 -- 25

POKOK DOA

1. Mengucap syukur atas mukjizat yang dialami HW sekeluarga sehingga
   Nathania dapat hidup kembali. Doakan agar HW sekeluarga tetap
   mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah hidup mereka.
2. Doakan orang-orang yang dipakai Tuhan dalam menyatakan
   kebaikan-Nya. Kiranya mereka diberkati Tuhan dan semakin lebih
   lagi melayani Tuhan hingga banyak orang yang akan diberkati juga
   oleh-Nya.
3. Doakan agar Tuhan memampukan setiap orang percaya untuk bisa saling
   membantu saudara-saudari dengan kasih.

Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 106:1)
< http://alkitab.sabda.org/?Mazmur 106:1 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Tatik Wahyuningsih
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org