Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/210

KISAH edisi 210 (2-2-2011)

Diputuskan dari Rantai Narkoba

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                   Edisi 210, 2 Februari 2011

Shalom,

Hidup yang serba kecukupan, mewah, dan berlimpah harta tak jarang
membuat orang melupakan Tuhan. Hal ini dikarenakan kenikmatan dunia
dapat dengan mudah mengubah seseorang untuk mengasihi dunia lebih dari
apa pun. Dunia menawarkan banyak sekali hal-hal yang membuat manusia
merasa diakui oleh banyak orang, merasa hebat, merasa memunyai
kekuatan untuk menguasai, dan merasa bisa hidup tanpa Tuhan. Benarkah
demikian? Segala sesuatu yang ditawarkan dunia tidak dapat memberikan
kedamaian dan sukacita dalam hidup kita. Sebagai orang Kristen,
tentunya kita semua tahu bahwa hanya di dalam Yesuslah ada damai dan
sukacita yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Hendaknya kita dapat
menjadi terang dan banyak orang yang akan diselamatkan.

Redaksi Tamu KISAH,
Santi Titik Lestari
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                  DIPUTUSKAN DARI RANTAI NARKOBA

Saya (DM) dilahirkan dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang
memunyai tradisi dan ajaran kepercayaan yang diwariskan turun temurun
dalam keluarga kami. Saya hampir tak pernah menemui kesulitan dalam
sepanjang perjalanan hidup, bahkan dalam karier ataupun bisnis yang
telah saya rintis sejak tahun 1998, tidak pernah menemui kegagalan.

Sebelum terjadi krisis ekonomi yang melanda bangsa ini beberapa tahun
lalu, saya pernah membeli barang-barang yang berhubungan dengan garmen
yang sangat banyak jumlahnya, dan saya simpan di gudang kami di
Surabaya. Ternyata, pada masa krisis berlangsung, para pengusaha
garmen dari Jakarta, Surabaya, atau kota-kota lainnya di Indonesia,
bahkan pedagang dari Nigeria mengetahui hanya saya yang masih
menyimpan barang-barang tersebut, sehingga sekalipun dengan harga yang
sudah disesuaikan, mereka datang kepada saya untuk membeli
barang-barang tersebut. Melalui peristiwa itu, bukan saja telah
menyebabkan saya memeroleh keuntungan yang sangat besar, tetapi juga
telah membuat saya menjadi semakin sombong dan hidup ini rasanya
bagaikan seorang "raja".

Dalam hidup yang berlimpah tersebut, saya mulai tertarik dengan gaya
hidup orang-orang kaya di Surabaya. Salah satu tren yang paling
digemari saat itu adalah keluar malam untuk berhura-hura di diskotek
sampai pagi. Ketika saya menghadiri dunia remang-remang tersebut,
mula-mula saya hanya lakukan untuk meneruskan kesenangan berjudi yang
selalu saya gemari sejak tahun 1993. Tetapi, ketika seorang teman
mengajak saya ke lantai dansa sambil menelan pil inex atau ekstasi,
saya merasakan kenikmatan yang tak terkatakan, maka sejak hari itulah
saya mulai mengajak rekan-rekan yang lain untuk menikmatinya. Kalau
ada di antara mereka yang tidak mau menelan pil tersebut, maka tanpa
sepengetahuan mereka saya memasukkan pil tersebut ke dalam minuman
mereka.

Ketika hati saya semakin terpaut dengan maraknya gemerlap malam
tersebut, saya menyerahkan tugas-tugas dan pekerjaan bisnis saya untuk
ditangani secara penuh oleh istri saya. Setiap hari, jika waktu sudah
menunjukkan pukul 18.00 WIB, saya bersiap berangkat untuk berjudi
serta menikmati shabu-shabu dengan kawan-kawan di salah satu ruang VIP
diskotek. Saya kembali ke rumah sekitar pukul 01.00 WIB atau pukul
02.00 WIB, kemudian tidur dan bangun keesokan harinya sekitar pukul
13.00 WIB. Perilaku ini berlangsung sekitar enam hingga tujuh tahun
lamanya.

Sekitar tahun 1998, istri saya mengunjungi dukun ataupun paranormal
untuk meminta pertolongan agar saya terlepas dari shabu-shabu dan
perjudian. Namun usaha ini sia-sia. Saya semakin hari semakin
ketagihan untuk terus mengonsumsinya. Kalau barang tersebut banyak di
pasaran, biasanya satu gram di jual seharga Rp. 250.000 untuk sekali
pakai. Tetapi jika barangnya sedikit di pasaran, saya membeli satu
gram seharga Rp. 1.000.000, sebab apabila dalam sehari saya tidak
menghirup uap shabu-shabu, maka seluruh tubuh saya akan terasa sakit
dan ngilu di seluruh persendian saya.

Pada suatu hari sekitar pukul 02.00 WIB, saya tiba di rumah dan
melihat sebuah undangan tergeletak di atas meja di rumah kami. Setelah
saya membacanya, ternyata adalah sebuah undangan "dinner meeting" yang
dilaksanakan oleh FGBMFI di Surabaya. Keesokan harinya, istri saya
menelepon untuk bertanya tentang undangan makan malam tersebut. Karena
saya terkesan dengan tulisan "Business Men`s" yang tertera dalam
undangan itu, pikiran saya mengatakan bahwa siapa tahu di sana ada
orang yang bisa diajak kerja sama, maka saya mengatakan kepada istri
saya bahwa saya akan mengikutinya.

Sebelum berangkat ke pertemuan tersebut, saya masih menyempatkan diri
untuk mengonsumsi shabu-shabu secukupnya. Dalam pertemuan tersebut
sambil melayang-layang karena sedang "on", saya mendengar seorang
pembicara menceritakan bahwa sebelum ia bertobat, ia pernah membunuh
tujuh orang. Disertai dengan sungut-sungut saya mengatakan dalam hati
bahwa "bukankah orang-orang baik masih banyak, tetapi mengapa
pembicaranya bekas pembunuh!" Meskipun demikian, saya merasa senang
berada dalam pertemuan tersebut -- akan tetapi, keesokan harinya, saya
tetap pergi berjudi dan menyabu dengan kawan-kawan di diskotek seperti
biasanya.

Tiga hari kemudian, setelah saya menceritakan tentang pertemuan yang
saya hadiri beberapa malam yang lalu kepada adik saya, ia mengatakan
bahwa bilamana ada pertemuan seperti itu, ia berjanji bahwa ia akan
ikut serta dengan saya. Pada bulan berikutnya, ketika istri saya
menerima undangan "dinner meeting" dari salah seorang member FGBMFI,
saya membawa adik ipar dan saudara-saudara saya yang lain pergi
mengunjungi dinner tersebut. Setelah tiba di ruang pertemuan itu,
salah seorang pengurus FGBMFI yang belum saya kenal, menyambut dengan
ramah seperti seorang yang telah menjadi sahabat cukup lama. Ia
mengatakan, "Hello..." dan memeluk saya. Sebenarnya saya agak risih
menerima pelukan itu, sebab yang biasa memeluk saya ialah
wanita-wanita malam di diskotek. Ketika saya berada di ruang
pertemuan itu, saya memerhatikan para penyanyi yang sedang bernyanyi
sambil melemparkan senyum. Sejak hari itu, hati saya mulai bertanya,
mengapa mereka bisa tertawa dengan riang, tidak seperti diri saya
walaupun saya memiliki segala-galanya, namun hati saya selalu sumpek.

Hari-hari saya lewati dengan hati "penasaran" tentang sukacita yang
diperlihatkan oleh anggota FGBMFI. Pada bulan berikutnya, ketika istri
saya menerima undangan itu, saya bertambah semangat menghadiri "dinner
meeting" tersebut. Sebelum saya berangkat, seperti biasanya saya nyabu
terlebih dahulu. Sesampainya di sana saya bertemu S -- bekas pecandu
narkoba dan sekarang telah bebas dari jerat narkoba. Saat diadakan
tantangan maju ke depan untuk didoakan, sebenarnya saya tidak berniat
untuk maju. Tetapi setelah S mendorong saya untuk maju, dalam keadaan
masih "on" saya berjalan ke depan. Setelah didoakan saya merasakan
kedamaian. Pukul 19.00 WIB, saya dan adik saya mengikuti seminar
berikutnya. Dalam seminar tersebut, saya bertemu dengan H dan S --
anggota FGBMFI dan mereka mendoakan saya. Saat mereka sedang berdoa,
saya melihat tetesan air yang keluar dari mata mereka, tetapi saya
belum merasakan perubahan mendasar dari diri saya.

Pada suatu hari, H dan S datang ke rumah saya untuk menjemput saya
berangkat ke pertemuan di Sarangan, Jawa Tengah. Sekalipun dengan rasa
terpaksa, akhirnya saya mengikuti mereka berangkat ke sana. Di tengah-
tengah pertemuan tersebut, tanpa sengaja, mulut saya mengatakan kepada
salah seorang anggota FGBMFI di Sarangan, bahwa saya masih terikat
dengan perjudian dan narkoba. Ia terkejut mendengar perkataan saya. Ia
segera menceritakan kepada teman-teman yang lain. Segera mereka
mendoakan saya dan menyarankan agar saya menerima Tuhan Yesus sebagai
Juru Selamat pribadi.

Pada tanggal 14 November 2001 , H dan S datang ke rumah dan mengajak
saya ke gereja untuk mengikuti baptisan. Sebenarnya saya telah membuat
alasan sedang sakit perut agar saya tidak pergi ke gereja. Tetapi,
karena saya melihat ketulusan H dan S, maka akhirnya saya bersedia
ikut dengan mereka. Sesampainya di sana, sebelum dibaptis, saya
mendengarkan beberapa ayat firman Tuhan disampaikan kepada kami. Pada
saat saya dibaptis, saya melihat S dan H dengan penuh kesungguhan
berdoa. Dalam hati saya berkata, mengapa orang-orang ini sangat
mengasihi saya? saat itulah Tuhan menjamah dan meluluhkan hati saya.
Hari itu, Tuhan membebaskan saya secara total.

Setelah saya tiba di rumah pada sore hari, istri saya belum kembali
dari kantor. Lalu, pikiran saya mulai berkata bahwa ini adalah saat
saya untuk mandi dan siap kembali berangkat keluar malam untuk berjudi
dan nyabu lagi. Tetapi sebelum saya hendak melangkahkan kaki untuk
keluar dari rumah pada pukul 18.00 WIB, sekonyong-konyong ada angin
kencang memenuhi seluruh ruangan kamar tidur saya dan merobohkan saya
hingga jatuh tersungkur di atas lantai. Saya berlutut dan berdoa, dan
Tuhan menjamah saya. Sambil menangis di hadapan Tuhan saya minta ampun
atas segala dosa-dosa saya, serta memohon agar Tuhan membebaskan saya
dari narkoba.

Keesokan pagi, saya berangkat memeriksa rumah yang sedang dibangun
oleh seorang kontraktor. Sore hari, saya kembali ke rumah untuk
bertemu dengan istri dan anak-anak saya untuk makan malam bersama.
Biasanya, jika saya tidak mengonsumsi narkoba sekali dalam sehari,
maka dapat dipastikan saya akan sakit karena ketagihan obat (sakau).
Tetapi, kali ini setelah sehari saya lewati tanpa menghirup asap
shabu-shabu, tak ada rasa sakit atau ketagihan sedikit pun pada diri
saya. Demikian juga dengan hari-hari berikutnya. Saya yakin bahwa
Tuhanlah yang telah membuat saya tidak pernah ketagihan lagi lagi.

Pada suatu hari, ketika saya merasa tergoda untuk kembali mengonsumsi
shabu-shabu itu, saya dan istri saya berdoa kepada Tuhan untuk menolak
pengaruh dan ketergantungan pada obat-obatan tersebut. Saya bersyukur,
karena Tuhan telah menolong saya melewati setiap godaan tersebut.
Sejak Tuhan Yesus membebaskan saya dari rantai keterikatan obat-obat
terlarang, sejak itu pula saya membawa istri dan anak-anak, serta
seluruh keluarga saya menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru
Selamat.

Diambil dari:
Judul buletin: SUARA, Edisi 73, Tahun 2004
Penulis: KM
Penerbit: Yayasan Persekutuan Usahawan Injili Sepenuh Internasional
          (PUISI), Jakarta
Halaman: 9 -- 12

POKOK DOA

1. Mengucap syukur atas kelepasan yang dialami DM dari ikatan obat-
   obat terlarang dan anugerah keselamatan yang telah diterimanya, dan
   juga telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi.
   Doakan agar hidupnya dapat dipakai Tuhan secara luar biasa.

2. Berdoa untuk orang-orang yang masih terikat narkotika dan
   perjudian. Kiranya mereka segera bertobat dan mengalami keselamatan
   dalam Tuhan Yesus.

3. Doakan orang-orang yang terlibat dalam setiap pekerjaan pelayanan,
   agar mereka dimampukan Tuhan dalam setiap tugas pelayanannya.

Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang
memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib
ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di
sebelah kanan takhta Allah. (Ibrani 12:2)
< http://alkitab.sabda.org/?Ibrani+12:2 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org