Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/217

KISAH edisi 217 (23-3-2011)

Selamat Tinggal Kenyamanan!

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                   Edisi 217, 23 Maret 2011

Shalom,

Ada harga yang harus dibayar sebagai pengikut Tuhan, dan itu adalah
"penyaliban diri", yang artinya kita harus dapat menanggalkan
keinginan daging yang mengikat kehidupan kita. Salah satunya adalah
"kenyamanan".

Seperti dalam kesaksian H dan E -- sebagai hamba Kristus, mereka
mengalami disorientasi dalam kehidupan dan pelayanan mereka. Setelah
mereka menerima panggilan untuk menjadi utusan Injil di Tiongkok, ada
harga yang harus mereka bayar. Meskipun berat, mengingat mereka tidak
memunyai pengalaman dalam dunia kerja, namun mereka terus berusaha dan
percaya. Pada akhirnya, Tuhan sendirilah yang menguatkan dan
memulihkan mereka, sehingga mereka tetap setia dalam melayani Tuhan.

Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi Tamu KISAH,
Yonathan Sigit
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                    SELAMAT TINGGAL KENYAMANAN!

"Mana lebih penting: hidup nyaman dan bahagia atau pergi mencari jiwa
yang harus percaya kepada Kristus. Kami tidak mampu menjawab. Tuhanlah
yang menjawab bagi kami!"

Kami (H dan E) tiba pada periode yang berat dan nyaris membuat kami
meninggalkan panggilan misi ini. Dalam kondisi yang berat, sempat
terlontar dalam doa kami: "Mengapa Bapa memanggil kami ke ladang misi?
Mengapa begitu berat jalan yang harus kami tempuh dalam persiapan
menuju ladang misi ini?"

Januari 2002, kami sudah resmi mengundurkan diri dari gereja dan masuk
dalam persiapan untuk pergi ke ladang misi di Tiongkok.
Kegiatan-kegiatan persiapan yang kami lakukan sangat berbeda dari
kegiatan-kegiatan selama kami melayani di gereja. Salah satu
persiapan yang harus dilakukan adalah kami belajar untuk bekerja!
Kerja apa? Kami bekerja sebagai sales "door to door" untuk menawarkan
produk makanan ringan. Untuk itu, kami harus keluar masuk dari satu
pasar ke pasar lainnya. Bukan hal yang mudah, karena kami tidak
terlatih dan tidak memiliki pengalaman berjualan. Kami memiliki
pendidikan berkhotbah, pengalaman konseling dengan jemaat, tetapi kami
tidak memunyai pengalaman bekerja. Belum lagi kami harus menghadapi
pandangan negatif dari orang-orang yang tidak mengerti akan masa
persiapan yang harus kami lalui ini. Mereka hanya tahu bahwa kami
adalah hamba Tuhan. Mengapa sekarang bekerja sebagai sales? Mengapa
harus persiapan kerja? Karena tidak mungkin bisa masuk Tiongkok dengan
status hamba Tuhan. Kami harus masuk ke sana sebagai "tent maker"
(sebagai pekerja). Oleh karena itu, kami harus belajar dan mengenal
dunia kerja. Selain itu, kami harus bekerja mencukupi kebutuhan kami.

Dengan modal pengalaman kerja yang minim inilah, kami belajar mengenal
dunia kerja secara langsung. Bulan Januari 2002, saya mengirimkan
barang ke sebuah pasar di Madura. Saya mengantarkan barang masuk ke
pasar. Ketika kembali ke tempat parkir, saya melihat satu dus barang
telah hilang dicuri orang. Keuntungan penjualan barang kurang lebih
Rp. 28.000, namun saya harus mengganti barang yang dicuri itu seharga
Rp. 144.000.

Februari 2002, dalam penyeberangan feri dari Tanjung Perak (Surabaya)
ke Kamal (Madura), saya dan sepeda motor beserta barang-barang
dagangan mendapatkan tempat paling pinggir. Perjalanan lancar dan
beberapa saat lagi, feri akan berlabuh di Kamal. Ketika hendak
merapat, terjadilah sesuatu yang tidak saya duga. Kapal feri terbentur
keras pada pelabuhan. Anda bisa menduga apa yang terjadi? Ya, barang
dagangan tercebur satu dus ke laut karena posisi sepeda motor saya
paling pinggir.

Maret 2002, barang dagangan yang kami distribusikan di beberapa kios
mengalami masalah. Pada awalnya kami merasa senang karena ada satu
kios yang memesan barang dalam jumlah besar. Ia membayar sebagian di
muka. Kami begitu bersemangat berdagang dengan pemilik kios tersebut.
Kami pikir inilah cara Tuhan untuk menghibur kami dalam menjalani
hari-hari yang tidak mudah dan penuh air mata. Namun, ternyata impian
kami jauh dari kenyataan. Pemilik kios itu menipu kami sebanyak Rp.
1,5 juta. Uang yang sangat besar bagi kami. Berhari-hari bahkan
berbulan-bulan, saya mencoba menagih tapi ia tidak mau membayarnya.
Kerugian demi kerugian kami alami. Ini tidak perlu terjadi kalau kami
tidak meninggalkan gereja. Mungkin Anda berpikir, "bukankah kami hamba
Tuhan, pasti kuat dan bisa bersyukur meskipun mengalami kerugian terus
menerus?" Siapa bilang, kami bergumul dan kami berontak kepada Tuhan.
Kami mulai berargumentasi, "Tuhan, kami tidak mau pelayanan misi,
namun karena Tuhan yang memanggil, kami taat dan sekarang kami sudah
keluar dari gereja, mengapa kami mengalami kerugian dan pergumulan
seperti ini? Oh Tuhan ...."

Berhari-hari kami bergumul, menangis, dan tertekan karena pengeluaran
uang tetap, tetapi pemasukan yang kami terima berkurang. Beberapa
barang yang kami miliki mulai terjual satu demi satu sehingga bisa
menutupi biaya hidup kami. Kami juga menjual buku-buku teologia kami
yang sekarang sudah mahal harganya. Sebenarnya, semua ini tidak perlu
kami alami jika kami tetap melayani di gereja atau lembaga pelayanan
lain selain pelayanan misi seperti ini. Hampir setiap malam, E
terbangun dari tidurnya dan menangis. Masa-masa itu memang berat dan
sering kali terucap pernyataan dari mulut kami, "Tuhan, mengapa begitu
berat jalan yang harus kami tempuh dalam persiapan ke ladang misi
ini?" Ketika kami mulai berontak dan meragukan panggilan Tuhan, muncul
perasaan tidak puas dan membanding-bandingkan dengan orang lain. Hal
ini mengganggu kami. Apakah Tuhan segera menjawab? Tidak! Tuhan
bertindak seperti yang dilukiskan Raja Daud dalam Mazmur 28:1. Allah
seolah-olah tidak peduli, Dia diam. Apakah memang benar demikian?
Tidak! Allah diam karena kami terlalu banyak bicara. Allah diam karena
kami terlalu banyak berkeluh kesah dan merasa tidak puas.

Dalam masa-masa berat itu, kami diingatkan pada Elia, seorang nabi
Allah yang dipakai Allah secara luar biasa. Setelah Elia mengalahkan,
bahkan menyembelih nabi-nabi baal (1 Raja-Raja 18:40), dia merasa
ketakutan dan tertekan luar biasa oleh gertakan Izebel (1 Raja-Raja
19:3). Mengapa? Karena sehebat-hebatnya Elia, dia tetap manusia biasa.
Kami sungguh terkesan dengan respon yang Allah berikan ketika Elia
mulai menyerah dan ingin mati saja karena ketakutan. Allah tidak marah
atau menghukum Elia. Sebaiknya, Allah memberikan makan kepada Elia.
Bisa diterjemahkan dengan pengertian sederhana, Allah merangkul Elia,
Allah mau mengerti perasaan dan kondisi Elia. Kami belajar dari
pengalaman Elia ini. Mungkin saat ini kami dipakai secara luar biasa
oleh Allah, namun sesaat kemudian kami menjadi begitu takut dan
khawatir. Kami terharu melihat perlakuan Allah terhadap Elia. Allah
mau merangkul dan memulihkan Elia. Allah mengerti bahwa ada saat-saat
tertentu di mana jiwa kita tertekan. Allah memedulikan jiwa kita yang
tertekan itu.

Kami merasa malu terhadap diri kami sendiri. Baru diberi pergumulan
sedikit saja, kami sudah mulai berontak dan berargumentasi dengan
Allah. Kami pikir karena kami sudah taat pada panggilan Allah, Allah
harus melebarkan dan memudahkan semua jalan di depan kami. Tidak
begitu, tugas kami hanyalah taat pada panggilan-Nya. Masalah-masalah
yang ada di depan kami adalah tantangan untuk lebih mematangkan dan
menguatkan panggilan itu. Selama kami masih bersungut-sungut dan
berontak, kami hanya bisa melihat awan gelap di atas kami dan tidak
bisa melihat pelangi di atas awan gelap. Sebagaimana Allah mengerti
kondisi jiwa Elia yang sedang tertekan, Allah juga mengerti kondisi
jiwa kami. Seperti Elia yang dipulihkan dan dirangkul oleh Allah, kami
pun diperhatikan dan dipulihkan sehingga kami dikuatkan dan bisa
bangkit dari keterpurukan kami.

Diambil dari:
Judul buku: Permata di Balik Air Mata
Penulis: Hendra dan Esther
Penerbit: Mitra Pustaka Bandung, 2004
Halaman: 27 -- 31

POKOK DOA

1. Mengucap syukur untuk setiap campur tangan Tuhan dalam persiapan
   pelayanan misi (H dan E) ke Tiongkok. Doakan agar melalui kesaksian
   hidup mereka, memberi kekuatan kepada setia anak-anak Tuhan yang
   mengalami keadaan serupa.
2. Doakan misi pelayanan (H dan E) di Tiongkok, supaya Tuhan bekerja
   dalam segala sesuatu, dan banyak jiwa dimenangkan bagi kemuliaan
   nama Tuhan.
3. Doakan juga untuk para donatur yang terlibat, baik dalam doa maupun
   dana agar Tuhan memberkati mereka. Doakan juga, supaya lebih banyak
   lagi orang yang mau mengambil bagian dalam pelayanan misi.

Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan sukacita ada di
tempat-Nya. (1 Tawarikh 16:27)
< http://alkitab.sabda.org/?1Tawarikh+16:27>

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org