Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/227

KISAH edisi 227 (4-6-2011)

Aku Tidak Percaya!

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 227; 1 Juni 2011

Shalom,

Saat manusia mengandalkan manusia, maka manusia semakin lama akan
semakin terpuruk. Tetapi saat manusia mengandalkan Tuhan, maka
semuanya bisa dilewati dengan sukacita. Inilah kenyataan! Kisah kali
ini akan mengingatkan kita betapa pentingnya mengandalkan Tuhan dan
berserah penuh pada-Nya. Beriman kepada Yesus bukanlah hal yang
sia-sia, tetapi membuat kita semakin percaya bahwa hanya Dialah yang
mengatur segala sesuatunya selalu baik. Simaklah kesaksian berikut dan
kiranya hati kita selalu berpaling hanya pada Yesus.

Tuhan memberkati!

Redaksi Tamu KISAH,
Santi Titik Lestari
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                           AKU TIDAK PERCAYA!

Ketika berumur 20 tahun, saya (A) sudah bekerja di perusahaan bus di
Bandung. Selain bertugas sebagai sopir, saya juga dipercaya untuk
melakukan pembelian suku cadang dan untuk mengurus keuangan
perusahaan. Melihat kerajinan dan ketekunan saya bekerja, bos saya
berniat untuk menjodohkan saya dengan putrinya. Saya keberatan dengan
perjodohan itu dan mengundurkan diri dari perusahaan. Tahun 1980, saya
bertemu dengan seorang wanita pilihan saya sendiri dan menikahinya di
Bandung. Setahun setelah menikah, kami membuka usaha bengkel dan
menjual suku cadang sepeda motor.

Sebelum menikah saya berziarah ke tempat-tempat keramat, dan kegiatan
ini sudah menjadi kebiasaan saya. Hingga kami dikaruniai tiga orang
anak, saya tetap setia mengunjungi guru-guru spiritual di Gunung Kawi
agar cepat memperoleh kekayaan dan untuk mendapatkan jimat. Pengaruh
jimat-jimat yang kami miliki di luar dugaan kami. Usaha kami
berkembang demikian pesat. Banyaknya konsumen yang harus kami layani
mengakibatkan kami tidak ada waktu lagi untuk anak-anak, bahkan untuk
makan saja kami tidak sempat. Namun, ketika harta itu semakin
melimpah, keadaan keluarga kami menjadi "panas" dengan keributan
setiap hari. Tidak ada lagi komunikasi yang baik di antara kami.

Begitu sibuknya kami mengurus bisnis yang semakin besar, sampai kami
lupa kepada "sang pemberi berkat". Kami lupa memberikan kewajiban dari
perjanjian kami terhadap berhala-berhala yang ada di rumah kami,
akibatnya anak kami yang pertama meninggal "diambil" berhala tersebut.
Sekalipun kami menyadari bahwa anak kami telah menjadi tumbal, namun
tidak pernah sedikit pun kami berniat untuk menjauhkan diri dari
berhala itu, malahan kami tetap memeliharanya dengan baik. Akibatnya,
keadaan keluarga semakin hari semakin berantakan. Puncaknya terjadi
ketika kami akhirnya memutuskan untuk bercerai secara resmi di catatan
sipil. Saya pergi dari rumah dan bekerja sebagai operator bioskop
layar tancap. Adik saya yang memerhatikan keadaan itu, menghampiri
saya, dan mengajak saya pergi ke gereja.

Baru saja saya menginjakkan kaki di halaman parkir gereja, Tuhan telah
menjamah hati saya. Saya menyesali seluruh perbuatan-perbuatan jahat
yang saya lakukan selama ini, dan di tempat parkir mobil itu saya
menangis sejadi-jadinya. Saya merasa tidak layak masuk ke dalam tempat
suci itu. Lalu setelah mengutarakan berbagai permasalahan yang terjadi
dalam rumah tangga saya kepada hamba Tuhan di gereja itu, hamba Tuhan
itu menganjurkan agar saya dan istri saya bersatu lagi. Dengan
dorongan dari hamba Tuhan itu, saya mencoba mendatangi istri dan
anak-anak. Namun, dia tidak percaya bahwa saya sudah berubah.
Menurutnya, perubahan itu terlalu cepat saya alami.

Saya belum berani untuk tinggal serumah dengan istri saya, bahkan saya
diperlakukan sama seperti karyawan bengkel lainnya. Setiap pagi saya
datang untuk bekerja bersama istri saya di bengkel dan sore harinya
saya pulang ke rumah ayah saya. Sekalipun saya memunyai temperamen
yang sangat keras, namun Tuhan melembutkan hati saya untuk mengalah
dan semuanya itu saya lakukan demi keutuhan rumah tangga. Setiap kali
ada kesempatan, saya meminta maaf kepada istri saya sambil mengatakan
bahwa saya sudah berubah dan sudah bertobat. Di hari berikutnya, saya
mengajaknya mengunjungi gereja untuk membuktikan bahwa saya sudah
bertobat, namun setiap kali saya mengajaknya, ia selalu menolak.
Beberapa bulan kemudian, hati saya semakin kasihan melihat anak-anak
dan istri, maka saya mengatakan kepadanya bahwa saya sudah berubah,
dan saya ingin rujuk untuk membangun rumah tangga dengan rukun.

Setelah berbulan-bulan, akhirnya Tuhan mendengar doa saya. Tahun 1991
istri saya bersedia pergi bersama saya ke gereja. Di sana Tuhan mulai
melembutkan hatinya, dan pada kali yang ketiga ketika ia ikut bersama
saya, dalam ibadah itu ia menerima Yesus sebagai Tuhannya. Setelah
sama-sama dibaptis, Tuhan mempersatukan kami kembali.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: SUARA, Edisi 78, Tahun 2005
Penulis: KM
Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
          Fellowship International - Indonesia
Halaman: 15 -- 16


POKOK DOA

1. Mengucap syukur atas anugerah keselamatan dan pemulihan yang
   dialami oleh keluarga A. Kiranya iman mereka boleh bersaksi kepada
   banyak orang yang belum percaya Yesus.

2. Berdoa untuk orang-orang yang masih mengandalkan manusia dan
   menyembah berhala. Biarlah hati mereka dilembutkan oleh kasih Yesus
   dan berbalik ke kebenaran Kristus.

3. Berdoa untuk setiap orang yang sedang mengalami pergumulan hidup.
   Kiranya mereka tetap mengandalkan Tuhan dan hati mereka terus
   berpaling kepada Tuhan.

Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia
menyinari kita dengan wajah-Nya, Sela (Mazmur 67:2)
< http://alkitab.sabda.org/?Mazmur+67:1 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org