Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/228

KISAH edisi 228 (11-6-2011)

Bapa yang Baik

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 228, 8 Juni 2011

Shalom,

Tidak ada yang dapat membatasi rencana Tuhan yang dikerjakan dalam
hidup setiap anak-anak-Nya, termasuk keterbatasan yang dimiliki oleh
manusia. Setiap manusia memunyai keterbatasan dalam hal tertentu,
tetapi janganlah keterbatasan ini menjadi halangan bagi kita sehingga
tidak dapat melihat kebaikan Tuhan. Kesaksian di bawah ini menyajikan
penggenapan janji Tuhan untuk setiap anak-Nya yang tidak menyerah pada
keterbatasannya. Tuhan pasti menyatakan kebaikan-Nya tanpa terkecuali
kepada setiap anak-Nya, apabila setiap anak-Nya mau berserah penuh dan
percaya pada kasih pemeliharaan-Nya.

Redaksi Tamu KISAH,
Santi Titik Lestari
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                             BAPA YANG BAIK

Saya (HH) lahir dari keluarga Kristen, dari orangtua yang takut akan
Tuhan. Mereka mengajarkan kami sepuluh bersaudara sejak kecil untuk
taat beribadah dan mendidik kami dengan bijaksana. Dengan penghasilan
ayah yang pas-pasan, hidup kami berpindah-pindah dari satu rumah
kontrakan ke rumah kontrakan lain. Namun, kami merasakan pemeliharaan
Tuhan atas kehidupan kami.

Cerita ini berawal ketika saya berumur satu tahun. Pada waktu itu saya
pernah mengalami kejang selama 7 jam. Dokter sudah angkat tangan,
bahkan dia mengatakan kalaupun saya bisa sembuh, kemungkinan besar
saya akan menjadi bisu tuli, atau bahkan lebih parah lagi -- idiot.

Saat menempuh pendidikan di sekolah dasar (SD), saya sulit sekali
belajar serta menangkap pelajaran yang diberikan. Karena dianggap
terlalu bodoh, sering kali saya dikeluarkan oleh pihak sekolah. Saya
selalu berpindah-pindah sekolah dan menyelesaikan SD selama 9 tahun,
itu pun selalu naik percobaan. Setelah masuk tahun pertama SMP,
walaupun terus didukung oleh orangtua, namun saya tetap tidak mampu
mengikuti pelajaran. Akhirnya saya berhenti sekolah. Tahun 1972, saya
diajak orangtua pergi ke Tarakan, Kalimantan. Di daerah penebangan
kayu itu saya mulai mengenal alat-alat berat dan suku cadang. Timbul
ketertarikan dalam hati saya untuk mengenal dan menggeluti
perbengkelan mesin-mesin berat. Berbekal pengalaman bekerja dengan
mesin-mesin besar, tahun 1979 saya membuka bengkel kecil-kecilan di
Surabaya, dan pada tahun itu pula saya menikah.

Pada tahun 1987 ayah saya meninggal, tapi Tuhan terus menjadi Bapa
yang sangat baik bagi saya dan keluarga saya. Kehilangan ayah membuat
saya menjadi sangat tergantung pada Bapa di Surga. Saya memanggil Dia
"Papa", karena saat saya berhadapan dengan-Nya dan berkomunikasi
dengan-Nya, saya merasa sama seperti berbicara pada ayah saya sendiri.
Saya terus berusaha dekat pada-Nya, apa pun yang terjadi dalam hidup
saya, selalu saya bawa dalam jeritan doa padanya. Dia betul-betul
memelihara kehidupan saya dengan luar biasa. Taraf kehidupan saya
mulai meningkat. Kini saya telah memiliki bengkel yang besar dan
menjadi cukup terkenal di Indonesia. Dari seorang yang dianggap
terlalu begitu bodoh oleh manusia, Bapa telah memelihara hingga
menjadi seorang yang sukses dalam dunia perbengkelan, serta mampu
menguasai teknologi mesin menyamai seorang sarjana mesin. Sungguh
nyata pemeliharaan tangan Tuhan.

Memang hidup tidak selalu semudah itu; banyak kesulitan-kesulitan yang
diperkenankan Tuhan ada dalam kehidupan kita dengan maksud agar kita
terus belajar dan bergantung hanya pada-Nya. Tahun 1986 saya sempat
mengalami kehancuran, karena kesibukan saya dalam pelayanan bersama
teman-teman. Saya pergi ke Belanda untuk mencari pekerjaan, namun
ternyata Tuhan tidak menghendaki saya di sana karena mendadak anak
saya terkena demam berdarah, sehingga saya harus segera pulang ke
Indonesia. Saat itu saya menjadi mengerti bahwa Tuhan memberikan
ladang pelayanan profesional yang harus saya pertanggungjawabkan. Saya
menjadi mengerti dan berusaha kembali ke pelayanan yang dipercayakan
Tuhan pada saya. Sebagai anak Tuhan kita tidak boleh menomorduakan
pekerjaan kita, karena itu adalah hal utama yang Tuhan percayakan pada
kita.

Pada tahun 1987, seorang teman saya menawarkan pekerjaan sebagai
kepala montir di Solo. Saya menerima pekerjaan itu dan pindah ke Solo,
sebuah kota dan lingkungan yang baru bagi saya. Ketika saya pindah
pekerjaan dan naik menjadi rekanan di tahun 1992, saya menderita
penyakit "retina step", sebuah penyakit mata yang membuat saya hampir
tidak bisa melihat. Dokter yang menangani saya mengatakan bahwa
kalaupun saya sembuh, saya tidak boleh kembali bekerja sebagai montir,
karena pekerjaan itu terlalu menguras konsentrasi mata dan saraf otak
saya. Walaupun saya punya anak buah, saya selalu turun tangan sendiri
dalam pekerjaan untuk memberi pengarahan dan panutan.

Di tengah segala keterbatasan fisik saya, Tuhan bekerja dan terus
memelihara hidup saya. Bengkel saya menjadi cukup terkenal di
Indonesia, karena menjadi langganan konsultasi majalah-majalah
otomotif terkenal di Indonesia. Kehidupan yang berkecukupan sebagai
tanda pemeliharaan-Nya saya syukuri dan saya terharu karena begitu
besar kasih Bapa dalam kehidupan saya, yang dulu dianggap rendah oleh
orang lain, tapi Bapa mengangkat dan memberkati saya. Saya memang
mengambil waktu khusus di pagi hari atau malam hari untuk dekat dengan
Bapa. Semakin diberkati, semakin saya berusaha lebih dekat tersungkur
di kaki-Nya, semakin saya terharu oleh kebaikan pemeliharaan Bapa.

Sebuah contoh bagaimana Tuhan bekerja dalam keterbatasan saya adalah
anak perempuan pertama saya yang tidak bisa memiliki keturunan. Setiap
kali hubungannya sudah dekat dengan seorang pria, saat dia
memberitahukan bahwa ia tidak dapat memiliki keturunan, hubungannya
selalu putus. Hal tersebut membuat dia sangat tertekan dan trauma.
Namun saya terus menguatkannya, dengan mengatakan bahwa Tuhan pasti
punya rencana. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan seorang pemuda
Belanda yang tampan. Saat pria ini bermaksud melamarnya, anak saya pun
memberitahukan hal tersebut. Berbeda dengan sebelumnya, ternyata bagi
pria ini hal itu tidak jadi masalah. Bagi budaya Barat, memiliki
keturunan bukan sebuah pertimbangan utama dalam pernikahan, sangat
berbeda dengan budaya Timur kita. Akhirnya, mereka melangsungkan
pernikahan di negeri Belanda.

Mukjizat-mukjizat Tuhan sangat banyak saya alami dalam kehidupan saya,
walaupun dalam hal-hal kecil. Dia menyatakan bahwa Dia benar-benar ada
dan menyertai saya. Jangan melihat keterbatasan kita, tapi tetaplah
pandang pada Bapa kita yang baik, bagi-Nya segala sesuatu mungkin,
asal kita bergantung sepenuhnya hanya pada-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: SUARA, Edisi 77, Tahun 2005
Penulis: KM
Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
          Fellowship International - Indonesia
Halaman: 6 -- 9

POKOK DOA

1. Mengucap syukur atas mukjizat yang telah Tuhan nyatakan dalam
   kehidupan saudara seiman. Kesaksian yang sungguh memberkati ini
   memberikan kekuatan untuk selalu berserah dan percaya Tuhan.

2. Berdoa untuk setiap orang percaya agar semakin taat, setia, dan
   percaya pada kasih pemeliharaan-Nya. Lebih lagi untuk bisa
   mensyukuri setiap keterbatasan yang dimiliki.

3. Berdoa untuk orang-orang yang masih terfokus pada keterbatasan
   mereka, kiranya mereka mulai mengubah cara pandang mereka seturut
   dengan cara pandang Tuhan.

"Seluruh bumi sujud menyembah kepada-Mu, dan bermazmur bagi-Mu,
memazmurkan nama-Mu." Sela (Mazmur 66:4)
< http://alkitab.sabda.org/?Mazmur+66:4 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org