Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/241

KISAH edisi 241 (7-9-2011)

Batin Saya Disembuhkan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 241, 7 September 2011

Shalom,

Ketika kita memiliki luka batin dan kepahitan dalam hati yang tidak
kunjung dibereskan, maka hal itu akan menghalangi pekerjaan Tuhan yang
luar biasa terjadi dalam hidup kita. Pemulihan dari Tuhan akan terjadi
saat kita mulai mengambil langkah untuk mengampuni dan membuang semua
kepahitan dalam hidup kita.

Seperti halnya edisi kesaksian kali ini, ketika seorang anak yang
tidak mendapatkan kasih sayang dan teladan yang baik dalam keluarga,
maka anak tersebut tumbuh dengan kepribadian yang kurang baik. Namun,
berkat pertolongan Tuhan dan penyerahan sepenuhnya kepada-Nya, batin
anak tersebut disembuhkan. Bagaimana hal itu terjadi? Simak kesaksian
yang telah kami persiapkan berikut ini.

Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi tamu KISAH,
Yonathan Sigit
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                         BATIN SAYA DISEMBUHKAN

Saya (LH) tidak akan pernah merasa malu, kalau saya ingin berterus
terang mengatakan bahwa sosok ayah saya bukanlah seorang figur atau
gambaran ayah yang baik dan bertanggung jawab di dalam keluarga. Sejak
saya berada di bangku SD sampai SMP, sekalipun wawasan pemikiran saya
masih sempit, tetapi dengan mata sendiri, sebagai anak yang sulung
dari tujuh bersaudara, saya dapat melihat perbuatan-perbuatan ayah
yang menyakitkan hati ibu dan kami semua.

"NIAC" adalah sebuah lokasi judi yang sangat terkenal di Surabaya,
ketika perjudian diizinkan dengan resmi beroperasi di negeri ini. Saya
tidak tahu dengan jelas apa yang melatarbelakangi sehingga setiap
hari, ketika ayah memiliki uang, ia tidak pernah mengingat kepentingan
keluarga -- yang ada di benak ayah adalah tempat perjudian dan sangat
senang berlama-lama di tempat itu. Saat saya bertanya kepada ibu
tentang hal itu, dengan sedih ia menjawab bahwa yang ayah lakukan di
sana ialah berjudi dan menghambur-hamburkan uang.

Ibu sering memperingatkan ayah agar menghentikan kegiatan tersebut dan
lebih berkonsentrasi mengurus usaha mebel yang telah dirintisnya sejak
bertahun-tahun yang lalu. Tetapi, setiap kali ibu mengutarakan hal
itu, selalu saja timbul percekcokan dan pertengkaran yang hebat di
antara mereka. Hanya dalam kurun waktu singkat, usaha yang menjadi
tulang punggung keluarga mulai tak terurus. Kami pun tak sanggup
melayani dan memenuhi pesanan para langganan. Orang-orang mulai
berdatangan untuk menagih dengan penuh kemarahan, dan akhirnya usaha
itu mengalami kebangkrutan. Akibatnya, bukan saja komunikasi di dalam
keluarga semakin terganggu dan keadaannya sudah berada di ambang
perpecahan, saya dan saudara-saudara juga tidak dapat melanjutkan
sekolah.

Dalam keadaan yang putus sekolah, diperparah lagi dengan ekonomi
keluarga kami yang morat-marit, satu-satunya harapan ibu yang dapat
membantu kehidupan keluarga setiap hari, hanyalah tertuju kepada saya
dan kakak perempuan saya. Sejak meninggalkan bangku sekolah, saya
bekerja pada orang lain. Sementara saya sudah memperoleh uang dari
pekerjaan tersebut, akar kebencian terhadap ayah tetap saja tidak
pernah hilang. Bahkan hari demi hari, luka yang dalam dan kepahitan
telah semakin bertumbuh subur di dalam hati saya. Selain itu, dengan
bertambahnya usia, saya bertumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki
kepribadian yang kaku dan rendah diri, serta tak mudah bergaul dengan
orang lain. Sebaliknya, saya sebagai laki-laki yang paling besar dalam
keluarga, saya tumbuh menjadi seorang yang mudah emosi, suka
memberontak, dan kurang ajar terhadap ayah.

Ketika saya menghadapi kehidupan komunikasi rumah tangga yang tak
harmonis tersebut, dengan uang yang ada, saya mulai mencari
pelampiasan tanpa tujuan yang jelas di luar rumah. Saya bergaul dengan
anak-anak malam untuk mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan-perbuatan
kotor lain, kecuali berjudi. Saya mengetahui latar belakang ayah saya,
bahwa judilah yang menyebabkan keluarga kami hancur dan menderita.
Setelah saya menikah, dengan modal seadanya, saya memulai sebuah usaha
yang bergerak di bidang onderdil mobil diesel. Pada tahun 1995, ketika
usaha itu mulai bergerak, adik kandung saya yang ketiga menghadapi
sebuah "kasus" yang membuatnya harus berurusan dengan pihak berwajib.
Kasus tersebut, bukan saja menyesakkan dan memalukan hati kami
sekeluarga, tetapi juga telah membuat saya mengalami ketakutan yang
sangat luar biasa. Pikiran saya mengatakan bahwa jika para relasi
bisnis saya dari Jakarta maupun dari kota-kota lain mengetahui bahwa
salah seorang adik saya sedang menghadapi sebuah kasus yang berat,
maka tentulah mereka akan memutuskan hubungan bisnis dengan saya.

Kasus yang menimpa adik saya mengakibatkan kemarahan di hati saya.
Selama lebih dari setahun saya malu mengakuinya sebagai adik. Hal ini
diperparah lagi dengan krisis ekonomi yang menerpa sistem perekonomian
bangsa ini. Hal itu telah menambah persoalan di dalam usaha kami,
sehingga membuat keadaannya benar-benar menjadi semakin morat-marit.
Sekalipun saya sudah berusaha meminjam uang untuk menambah modal usaha
dengan menjaminkan cek giro mundur, ternyata setelah tiba harinya,
saya tak sanggup untuk membayarnya. Saya pun hanya bisa gali lubang
dan tutup lubang sampai pada akhirnya saya tidak dapat bangkit lagi.
Hal itu terjadi pada tahun 1997 dan membuat saya semakin stres maupun
frustrasi. Dalam keadaan seperti itu, seorang kawan mengundang saya
untuk menghadiri pertemuan yang diselenggarakan di sebuah restoran di
Surabaya. Sebanyak lebih dari 5 kali ia memberikan undangan pada saya,
namun semuanya saya buang ke tempat sampah. Tetapi karena saya merasa
sungkan, maka kali berikutnya, saat ia mengundang saya, barulah saya
datang dengan sedikit terpaksa.

Pada tahun 1998, ketika saya menghadiri pertemuan itu lagi, saat itu
pula saya merasakan sesuatu yang belum pernah saya temukan sebelumnya
di tempat lain. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, bukan saja saya
merasakan sambutan yang penuh kasih dari para anggota, tetapi pada
saat mereka berdoa dan di sana nama saya disebut, Tuhan menjamah hidup
saya. Tiba-tiba, saya rindu sekali membaca dan mempelajari firman
Tuhan. Pada saat saya merenungkan firman Tuhan dan mencoba
mengintrospeksi diri sendiri, Tuhan berkata dalam hati saya bahwa saya
harus dapat mengampuni orang yang telah bersalah kepada saya. Hari
itu, Tuhan melepaskan saya dari segala kebencian dan kepahitan selama
lebih dari 20 tahun terhadap ayah saya. Sejak itu, saya mulai
mengampuni, kemudian mengasihi dan menghormati, serta menerima keadaan
ayah saya sebagaimana adanya. Sudah 3 tahun yang lalu, sebelum ia
dipanggil oleh Bapa di Surga, komunikasi saya dengan ayah saya telah
dipulihkan oleh Tuhan.

Melalui proses yang membutuhkan ketekunan itu, Tuhan telah membentuk
hidup saya menjadi pria yang memiliki arah kehidupan yang jelas dan
pengharapan cerah di dalam Yesus. Rokok dan minum-minuman keras, serta
dosa-dosa lainnya telah dibebaskan dari hidup saya. Tuhan juga
memulihkan keadaan ekonomi keluarga kami, dan terlebih lagi, saat ini
saya memiliki keluarga yang diberkati dengan suasana harmonis.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: SUARA, Edisi 71, Tahun 2003
Penulis: KM
Penerbit: Communication Department Full Gospel Business Men`s
          Fellowship International - Indonesia
Halaman: 18 -- 20

POKOK DOA

1. Doakan agar Tuhan Yesus senantiasa memberkati Bapak LH, dan biarlah
melalui kesaksian hidupnya dapat membawa orang-orang mengenal Kristus
sang Pembawa Damai.

2. Doakan agar Tuhan memampukan setiap anak-anak-Nya untuk mengampuni
orang-orang yang telah menyakiti mereka.

3. Berdoa mohon ampun kepada Tuhan dan ambil inisiatif untuk
memulihkan hubungan dengan anggota keluarga kita yang pernah atau
sedang merasakan kepahitan akibat sikap, perkataan, atau perbuatan
kita.

"Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih
setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu." (Mazmur 85:6)
< http://alkitab.sabda.org/?Mazmur+85:6 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org