Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/28

KISAH edisi 28 (16-7-2007)

Badai Membawaku ke Jalan Tuhan


______________________________PUBLIKASI_______________________________
                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                        Edisi 28, 16 Juli 2007

PENGANTAR

  Ada banyak cara yang Tuhan pakai supaya kita dapat mengetahui
  kehendak-Nya. Kalau tidak peka, bisa jadi kita tidak mengetahui
  kehendak-Nya tersebut. Bisa saja Tuhan berbicara melalui orang lain,
  mungkin melalui keluarga, teman, atau malah melalui orang yang tidak
  kita kenal sekalipun. Mungkin juga Dia berbicara melalui keadaan
  hidup kita, baik senang, maupun susah. Berikut kesaksian dari
  seorang anak Tuhan yang berusaha untuk mendengarkan suara Tuhan di
  dalam hidupnya. Semoga setelah menyimaknya, kita dapat merefleksi
  kehendak Tuhan di dalam hidup kita. Selamat menyimak.

  Pimpinan redaksi KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                     BADAI MEMBAWAKU KE JALAN TUHAN
                     ==============================

  Badai besar dapat menghantam bahtera rumah tangga siapa saja. Dia
  tidak peduli apakah yang dihantamnya itu pejabat, konglomerat,
  militer, pengacara, artis, pemulung, atau wartawan. Badai hanya bisa
  mengamuk dan tak ada manusia yang bisa mengendalikannya.

  Badai besar pernah menghantam perahu murid-murid Yesus. Murid-murid
  sempat hilang kendali. Mereka tidak sadar bahwa ada Yesus yang
  sedang tidur di dalam perahu itu. Sepertinya, Yesus mengizinkan
  badai itu terjadi untuk melihat apakah murid-murid-Nya masih percaya
  kepada-Nya.

  Badai besar juga pernah aku alami. Betapa hancurnya hatiku ketika
  badai besar itu datang. Ia datang dalam rumah tanggaku secara
  tiba-tiba. Keadaanku seperti murid-murid Yesus -- terkejut, panik,
  dan tidak mampu lagi mengendalikan diri. Ketika itu, aku tidak punya
  pegangan.

  Aku tidak pernah membayangkan akan adanya lagi mentari yang terbit
  bagiku -- hidup baru yang penuh harapan. Aku tidak pernah
  membayangkan bahwa di balik badai itu Tuhan ingin berbicara
  kepadaku. Tuhan ingin mengubah jalan hidupku, dari seorang pewarta
  dunia (wartawan) menjadi pewarta kerajaan Allah.

  Badai besar itu menghempaskan keluargaku pada tahun 1998. Ia datang
  tiba-tiba bagai gelombang tsunami, menghancurkan semuanya, hubungan
  suami, istri, serta anak-anak.

  Sepertinya tidak ada lagi sinar harapan untuk mempertahankan
  keluarga. Pengacara, sahabat, keluarga, dan uang sepertinya sama
  sekali tidak bisa menyelamatkanku.

  Semua jalan menjadi buntu. Aku telah berusaha semaksimal mungkin
  menyelamatkan keluargaku. Siang dan malam aku mencoba meyakinkan
  istriku bahwa keluarga ini bisa dipertahankan. Tapi hasilnya nihil.

  Aku lupa ada Tuhan yang bisa mengatasinya. Maklum, aku tidak pernah
  mengenal siapa Yesus dengan sesungguhnya. Aku tidak pernah tahu
  bahwa sebenarnya Tuhan punya suatu rencana yang indah atas tiap
  makhluk ciptaan-Nya. Tuhan juga punya rencana atas diriku. Tapi
  walaupun sejak lahir aku sudah terdaftar sebagai orang Kristen, aku
  tidak pernah tahu itu. Dan saat badai itu datang pun, aku masih
  tetap tercatat di KTP sebagai orang Kristen.

  Meskipun setiap minggu aku rajin ke gereja, aku masih menyimpan
  opo-opo atau jimat di sakuku. Kalau mau masuk ke dalam gereja,
  opo-opo itu aku simpan di dalam mobil. Setelah mendengar khotbah
  yang masuk telinga kiri keluar telinga kanan, aku ambil lagi opo-opo
  itu.

  Dalam suatu pertemuan keluarga, aku baru tahu bahwa diriku pernah
  mengalami suatu penyakit yang parah. Ketika itu, aku yang masih
  berusia enam bulan, pernah diserahkan kepada Tuhan oleh keluarga
  karena aku mengalami suatu penyakit diare yang menurut dokter tidak
  bisa disembuhkan. Tahun 60-an, teknologi medis belum secanggih
  sekarang ini.

  Keluargaku mendengar dokter lepas tangan alias tidak sanggup
  mengobatiku. Tentu saja keluargaku sudah siap membawaku ke kuburan.
  Ternyata setelah didoakan, mujizat Tuhan terjadi, aku hidup. Tapi
  kakek dan kedua orang tuaku tidak pernah bercerita bahwa aku telah
  diserahkan kepada Tuhan untuk kemuliaan-Nya.

  Sudah menjadi kebiasaan bagi orang Kristen untuk berjanji pada
  Tuhan, tapi setelah aku pulih, aku lupa segalanya. Tapi Tuhan telah
  mendengarkan janji itu dan akan menggenapinya. Sampai kedua orang
  tuaku meninggal, aku tidak pernah tahu janji mereka itu kepada
  Tuhan.

  Akhirnya setelah tamat SMA, atas kemauan sendiri, aku mencoba masuk
  ke Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Saat itu aku ditolak masuk
  UI dan Akabri padahal aku sudah dua tahun menganggur. Aku malu tidak
  kuliah. Akhirnya, aku ikut ujian masuk di STT Jakarta dan gagal.
  Kemudian, aku masuk Sekolah Tinggi Publisistik (STP) Jakarta yang
  kebetulan saat itu segedung dengan STT Jakarta.

  Sejak itulah aku mulai terjun sebagai seorang jurnalis junior.
  Sebagai langkah awal, pada tahun 1983, aku dipercayakan oleh Harian
  Umum Sinar Harapan untuk menjadi koresponden di Depok, Jawa Barat,
  di bawah komando Yuyu An Krisna. Pelbagai liputan aku sajikan. Tapi
  dalam perjalanan karier itu, ibuku yang masih hidup saat itu selalu
  mengatakan, "Ah, kamu itu wartawan gadungan," katanya bercanda,
  namun agak serius.

  Aku hanya mengartikan bahwa ibu berkata seperti itu mungkin karena
  penghasilanku belum tetap di surat kabat besar itu. Artinya, aku
  belum menjadi wartawan tetap alias masih sebagai honorer. Tulisan
  masuk, baru terima uang.

  Tapi ibu terus menyampaikan ucapan itu. Ternyata ia punya suatu
  tujuan untukku yang tidak pernah dia nyatakan. Aku teringat akan
  firman Tuhan yang berkata, "Apa yang kau katakan, itulah yang akan
  terjadi."

  Ternyata kehidupanku sebagai wartawan hanya berlangsung selama enam
  belas tahun. Pada usia muda, aku harus minta pensiun dari perusahaan
  tempatku bekerja dan memenuhi panggilan Tuhan sebagai seorang hamba
  lewat badai besar.

  Tuhan bicara melalui badai besar itu. Aku teringat akan apa yang
  dikatakan Nabi Yeremia, "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim
  ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
  kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau
  menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."

  Setelah menjadi seorang hamba, aku baru mengerti bahwa Tuhan bisa
  berbicara kepada seseorang melalui badai besar. Tuhan menggenapi
  rencananya atas tiap orang yang mau berserah pada-Nya. Bukan hal
  mudah bagi seorang wartawan yang pernah berkecimpung dalam dunianya
  belasan tahun untuk tiba-tiba harus menjadi seorang hamba Tuhan.

  Saat itu aku tidak siap, tapi Tuhan terus mengajari apa yang harus
  aku lakukan. Perlahan-lahan badai itu berlalu dan air mataku pun
  diubah menjadi sukacita. Ibu telah tiada dan tidak pernah bercerita
  apa yang pernah terjadi saat aku masih balita.

  Bagaimana ia menyerahkan hidupku pada rencana Tuhan. Kini tak ada
  lagi perkataan: "Ah, kamu wartawan gadungan," tapi kini rencana
  Tuhan atas diriku telah digenapi-Nya -- menjadi seorang hamba yang
  setia. Hamba yang harus melewati badai besar dan tantangan besar.

  Tuhan membawaku terbang tinggi seperti burung rajawali yang selalu
  memanfaatkan badai besar untuk bisa terbang lebih tinggi lagi. Sebab
  bersama Dia aku kuat di dalam kuat kuasa-Nya.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Nama situs        : Sinar Harapan
  Judul asli artikel: Badai Membawaku ke Jalan Tuhan
  Penulis           : Juniman S. Kembaren
  Alamat URL        : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0603/11/opi04.html
______________________________________________________________________

  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan
     kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan
    maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan
      kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman."
                            (2Timotius 1:9)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=2Timotius+1:9 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Ketika kita menyadari bahwa keberadaan kita adalah sebagai anak
     Tuhan, naikkanlah syukur kepada Dia yang telah memilih kita.
     Berdoalah agar predikat tersebut semakin memacu kita untuk
     memuliakan Allah, Bapa kita senantiasa.

  2. Meski Allah telah memilih kita, bukan berarti badai kehidupan
     tidak akan menerpa hidup kita. Oleh karena itu, mohonkanlah
     kesetiaan dan rasa bergantung yang tiada putus-putusnya kepada
     Dia. Berdoalah agar di tengah badai yang kita alami, kita masih
     dapat melihat tuntunan tangan-Nya sehingga kita bisa
     mengatasinya.

  3. Berdoalah juga bagi setiap orang percaya yang saat ini tengah
     mengalami badai kehidupan; doakan agar mereka tidak mengandalkan
     dirinya maupun kuasa-kuasa lain, tetapi mengingat serta
     mengandalkan Tuhan dan kuasa-Nya yang akan meneguhkan mereka.

  4. Mohonkan pula kemampuan dan keberanian untuk menyaksikan karya
     Tuhan yang memampukan kita mengakhiri sebuah badai kehidupan.
     Berdoalah agar melalui kesaksian kita, orang-orang di sekitar
     kita bisa diingatkan, betapa Tuhan akan senantiasa mengasihi dan
     menolong mereka, bila mereka percaya dan bersandar hanya
     pada-Nya.

______________________________________________________________________

       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                       Copyright(c) 2007 YLSA
                YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < redaksi-kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubcribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL     : http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org