Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/308

KISAH edisi 308 (2-1-2013)

Cara-Nya Berbeda

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 308, 02 Januari 2013

KISAH -- Cara-Nya Berbeda
Edisi 308, 02 Januari 2013

Shalom,

Apakah Anda pernah mengalami peristiwa ajaib yang terjadi dalam hidup 
Anda? Dan, apakah peristiwa tersebut merupakan hal yang besar bagi 
Anda? Mukjizat Tuhan tidak selalu dinyatakan untuk hal-hal yang besar 
saja, namun Tuhan terkadang bekerja dalam peristiwa-peristiwa kecil 
yang mungkin tidak terlalu diperhitungkan. Dalam edisi KISAH kali ini, 
kami memuat kesaksian dari Hendro Saputro, di mana ia mengalami 
mukjizat Tuhan dalam keberangkatannya ke Australia untuk menghadiri 
sebuah konferensi. Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang berbeda untuk 
menunjukkan kemuliaan, penyertaan, dan kebesaran-Nya, baik itu dalam 
peristiwa besar ataupun kecil. Bagaimana kisahnya, silakan menyimak. 
Tuhan memberkati.

Pemimpin Redaksi KISAH,
Sigit
< sigit(at)in-christ.net >
< http://kesaksian.sabda.org/ >


                       CARA-NYA BERBEDA
                     Oleh: Hendro Saputro

Pukul 07.00, saya sudah di bandara Adisucipto, Yogyakarta, bersiap 
berangkat ke Sydney, Australia, via Jakarta. Ini perjalanan kedua saya 
ke sana, untuk menghadiri sebuah konferensi internasional. Semua 
perlengkapan sudah siap kecuali tiket Jakarta-Sydney yang memang tidak 
ada di tangan karena pemesanan tiket melalui e-ticket. "Temui petugas 
di service counter bandara, tunjukkan paspor, dan semuanya akan beres 
karena pemesanan e-ticket sudah diurus." Saya ingat pesan Paul, 
sponsor saya waktu itu. "Jangan lupa, pesawat berangkat pukul 13.00 
dari Jakarta!"

Baru saja saya menaiki tangga pesawat ke Jakarta, tiba-tiba seluler 
saya berbunyi, telepon dari Paul. "Di mana kamu sekarang?" tanyanya, 
suaranya terdengar gusar dan terburu-buru.

"Aku di pesawat sekarang, sebentar lagi berangkat ke Jakarta. 
Penerbangan ke Australia nanti pukul 13.00 kan?" tegas saya 
bersemangat.

Saya melirik pramugari yang memberi isyarat agar segera mematikan 
telepon genggam karena pesawat akan segera lepas landas. Saya 
mengangguk mengiyakan, sembari hendak mengatakan kepada Paul bahwa 
saya akan menghubunginya begitu tiba di Jakarta. Namun, suara di 
seberang sana jelas membuat saya batal menutup telepon.

"Kamu seharusnya sudah ada di Australia sekarang!" Suara itu terdengar 
tidak sabar. Kontan saya terperangah, belum mengerti apa yang terjadi.

"Pesawatmu sudah berangkat pukul 01.00, tadi malam! Kamu tertinggal!"

Spontan tubuh saya lemas. Darah di tubuh pun naik cepat ke otak. 
Pikiran saya kalut. Dan, pramugari sudah benar-benar memberi isyarat 
agar saya mematikan telepon genggam saya.

"Maaf Paul, pesawat akan segera berangkat, aku telepon lagi nanti," 
ujar saya lirih.

Saya merebahkan punggung di sandaran kursi. Lalu, saya memejamkan mata 
dan mencoba mencerna apa yang terjadi. Saya terlonjak saat menyadari 
kesalahan saya. Yang dimaksud Paul "pukul satu" ternyata adalah pukul 
01.00 dini hari, bukan pukul 13.00 siang.

Selama perjalanan, pikiran saya menalar, alasan apa yang bisa saya 
sampaikan ke teman-teman sepelayanan di Australia yang sudah 
mempersiapkan semuanya; dari akomodasi, ongkos perjalanan, hingga 
tiket konferensi. Saya masih tidak percaya kalau saya batal berangkat 
ke Australia. Di tengah pikiran yang kalut, tidak ada yang bisa saya 
lakukan selain berdoa, berharap mukjizat masih bisa terjadi.

Setibanya di Jakarta, saya bergegas mencari kantor maskapai 
penerbangan ke Australia. Saya masih berharap ada tiket untuk 
penerbangan hari itu ke Australia, dengan harga diskon tentunya. Hanya 
itu yang tebersit dalam pikiran saya, meski saya tidak membawa banyak 
uang. Bahkan, saya tidak tahu berapa harga tiket ke Australia.

"Paling tidak aku mencoba cari tahu," pikir saya. Sampai di depan 
kantor maskapai, saya harus kecewa karena ternyata kantor maskapai itu 
tutup hari itu. Saya benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus saya 
lakukan. Saya pun terduduk di lantai, menarik napas dengan berat. Saya 
embuskan lagi panjang-panjang sambil berharap ketegangan di otak saya 
ikut menguap. Saya membenamkan wajah dalam lipatan tangan yang saya 
sandarkan pada kedua lutut.

Dalam kebingungan saya, masuk beberapa SMS dari teman di Australia, 
turut menyesalkan kejadian ini. Rupanya "kisah saya" sudah tersebar di 
sana. Hati ini makin ciut, saya berharap terjadi mukjizat walau saya 
tidak tahu bagaimana caranya. Saya sangat percaya bahwa Tuhan dapat 
membuat mukjizat. Walau berharap Tuhan memutar kembali waktu, tetapi 
saya menyadari itu jelas sebuah kekonyolan.

"Malam ini segera ke service counter, kami sudah urus tiket baru. 
Jadwal penerbanganmu nanti pukul 20.55 malam ini." Suara Paul di 
seberang lebih tenang dari sebelumnya.

Akhirnya, saya pun berada di pesawat ke Australia. Sedikit lega karena 
tetap bisa berangkat, tetapi belum cukup menyingkirkan rasa bersalah 
saya. "Mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk keberangkatan saya, 
yang pastinya tidak sedikit." Sepanjang penerbangan enam jam pikiran 
saya terus dipenuhi kata-kata itu.

Setibanya di Australia, Paul menyambut saya dengan tersenyum. "Kamu 
pasti terus berdoa setelah kejadian itu," katanya bersemangat. Matanya 
berbinar-binar seolah menyimpan sebuah kejutan.

"Ya, tentu saja" jawab saya, masih dengan perasaan bersalah. "Tahukah 
kamu, ketika aku menelepon kantor pesawat yang seharusnya kamu 
tumpangi dan menceritakan apa yang terjadi, mereka mengatakan bahwa 
ada satu penumpang yang batal berangkat ke Australia dan kamu 
diizinkan menggantikan tempat duduknya."

Mulut saya ternganga. Paul melanjutkan, "Dan ajaibnya, tanpa "charge" 
atau tambahan biaya apa pun! Itu sungguh tidak pernah terjadi."

Dengan mulut ternganga, senyum saya mengembang, ternyata mukjizat 
Tuhan bekerja di luar dugaan saya. "Dia memang punya cara sendiri," 
ujar saya di hati, "Yang tentu saja, kreatif dan tidak terduga!"

Diambil dari:
Judul buku: Aku Takkan Menyerah
Penulis: Tim Sekolah Penulis Gloria
Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2010
Halaman: 18 -- 20


POKOK DOA

1. Mengucap syukurlah dalam doa kepada Tuhan Yesus atas setiap campur 
   tangan-Nya dalam kehidupan kita, bahkan dalam perkara sekecil apa 
   pun, seperti yang dialami Hendro Saputro.

2. Mari kita bawa dalam doa kepada Tuhan Yesus agar melalui setiap 
   kesaksian mengenai pertolongan Tuhan, semakin banyak orang percaya 
   yang dikuatkan imannya dan mengandalkan Tuhan dalam hidupnya.

3. Kiranya Tuhan Yesus menolong orang-orang yang saat ini juga 
   mengalami permasalahan dalam hidupnya, dan seakan tidak ada jalan 
   keluar. Berdoalah kepada Tuhan agar mereka diberi kekuatan untuk 
   menghadapinya bersama dengan Tuhan.


"Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; 
   ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." 
                         (Mazmur 139:14)
             < http://alkitab.sabda.org/?Mzm+139:14 >


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Sigit, Doni K., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org