Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/31

KISAH edisi 31 (6-8-2007)

Bisu Tuli Tak Menyurutkan Niatku Menjadi Perancang Busana


______________________________PUBLIKASI_______________________________
                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                       Edisi 31, 6 Agustus 2007

PENGANTAR

  Sering kali apa yang kita miliki saat ini tidak bisa membuat kita
  bahagia. Padahal mungkin saja kita tidak memiliki kekurangan baik
  dalam hal materi, fisik, ataupun kemampuan lainnya, sesuatu yang
  seharusnya cukup membahagiakan dan membuat kita bersyukur dengan apa
  yang sudah kita dimiliki. Apalagi kalau seandainya saat ini kita
  memiliki keterbatasan secara fisik. Tentu ada banyak masalah yang
  timbul karena hal tersebut.

  Berikut ini kisah yang menceritakan seorang anak Tuhan yang dengan
  percaya mengandalkan firman Tuhan sebagai kekuatan dan sumber
  kebahagiaan di dalam hidupnya. Kiranya dapat menginspirasi Anda agar
  hidup semakin dekat dengan Tuhan melalui firman-Nya.

  Pimpinan redaksi KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

      BISU TULI TAK MENYURUTKAN NIATKU MENJADI PERANCANG BUSANA
      =========================================================

  Saat masih kanak-kanak, Catherine Jahja (28) pernah bertanya pada
  ibunya, "Kenapa saya berbeda?" Ia memang bisu dan tuli. Namun,
  berkat pendampingan orang tuanya, ia berhasil menjadi perancang
  busana. Perjalanan hidupnya penuh liku.

  Lahir Tunarungu

  Catherine Jahja, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
  Budiyanto Jahja dan Henny Theresia, lahir pada tanggal 11 Juni 1977
  di RS St. Carolus Jakarta. Secara fisik, ia normal. Hanya saat itu,
  ia harus digips karena bahu kanannya patah. Ini disebabkan saat
  proses kelahirannya, kaki Henny sempat kram.

  Saat Tintin, begitu ia biasa dipanggil, berumur enam bulan, ia mulai
  memerlihatkan kelainan. "Ibu saya bilang ada yang tak beres tapi
  tidak tahu apanya. Saya berkali-kali memainkan benda-benda di depan
  matanya, selalu ada reaksi. Pandangan Tintin mengikuti ke arah benda
  itu. Matanya bagus. Tiba-tiba saya terpikir bagaimana dengan
  telinganya? Kemudian saya jatuhkan benda-benda di dekatnya termasuk
  panci. Ia cuek saja, tidak kaget sama sekali. Penasaran, saya
  jatuhkan benda-benda yang lebih besar, bunyinya sangat keras. Tintin
  tak bereaksi, ia diam saja. Ah, jangan-jangan tuli, pikir saya dalam
  hati," tutur Henny.

  Henny dan Budi langsung membawa Tintin ke dokter. Hasil pemeriksaan
  dokter menjawab tanda tanya besar mereka. Setelah dites ternyata
  Tintin memiliki pendengaran 40-60, jauh dari angka normal 70-80. Ia
  tunarungu.

  Kesedihan yang mendalam memenuhi hati Henny dan Budi. Mereka terus
  mencari penyembuhan bagi Tintin. Demi Tintin, anak yang sangat
  dikasihinya, mereka bersedia melakukan apa saja untuk masa depannya.
  Akhirnya, dokter menyarankan agar Tintin menjalani pengobatan di
  Belanda, tapi keuangan tidak memungkinkan untuk itu.

  Merasa Berbeda

  Pernah satu kali Tintin bertanya kepada ibunya, "Mami kenapa saya
  berbeda dari Cici dan Adik?" Pertanyaan yang menyentuh itu sempat
  membuat Henny terdiam. Dengan penuh kasih, ia menjawab "Tin, kamu
  memang berbeda dari kakak dan adikmu. Tapi kelahiranmu itu seizin
  Tuhan."

  Henny dan Budi selalu berusaha membawa Tintin ke acara rohani. Satu
  kali, saat "altar call" di acara KKR, pengkhotbah mengundang yang
  sakit untuk didoakan. Budi dan Henny memberi isyarat Tintin untuk
  maju. "Bukankah ada kuasa di dalam nama-Nya? Ah, siapa tahu malam
  itu, Tuhan berkenan menyembuhkan hingga Tintin bisa mendengar."

  "Saat Tintin maju untuk didoakan, pengkhotbah tersebut mengatakan
  "Bapak anak ini maju!" Budi pun maju. Dengan lantang pengkhotbah itu
  bertanya, "Dosa apa yang kamu lakukan sehingga anakmu seperti ini?"
  kata Henny menirukan kata-kata pengkhotbah itu. Peristiwa itu
  membuat hati Budi dan Henny hancur. Budi benar-benar "shock", bahkan
  sampai berminggu-minggu kesedihan itu belum juga sirna.

  Tintin seolah merasakan kepedihan yang dirasakan orang tuanya akibat
  kata-kata yang diucapkan pengkhotbah itu. "Satu kali dia berkata
  pada kami, `Saya sayang papi dan mami, saya cinta Yesus`," tutur
  Henny. Matanya basah mengenang peristiwa itu.

  Dididik untuk Mandiri

  Henny dan Budi sepakat untuk mendidik Tintin agar mandiri. Umur dua
  tahun, Tintin dimasukkan ke "play group" bagi para tunarungu. Di
  tempat itulah, ia menemukan teman-teman bermain yang sama dengan
  dirinya, tidak dapat mendengar dan bicara. Kondisi Tintin membuat
  Henny dan Budi mencari informasi sebanyak mungkin mengenai
  tunarungu. Mereka pun belajar bahasa isyarat yang dipakai oleh
  tunarungu di seluruh dunia. Dengan cara seperti ini, mereka lebih
  bisa berkomunikasi dengan Tintin. Namun dalam keseharian, Henny dan
  Budi lebih sering bicara dengan bahasa lisan. Karena tak bisa
  mendengar, Tintin "membaca" gerakan bibir lawan bicaranya.

  Umur lima tahun, setelah beberapa kali diantar sekolah oleh Henny,
  Tintin minta berangkat sendiri padahal jarak antara rumah yang
  terletak di Pasar Baru, Jakarta Pusat dengan SLB Santi Rama di
  Cipete, Jakarta Selatan, cukup jauh. "Dia bilang kasihan saya yang
  sering pusing setelah mengantar dia sekolah. Syukurlah, kondektur
  bis patas dua belas waktu itu sangat sabar dan mengerti kondisi
  Tintin. Saya antar dia sampai naik bis dan menitipkannya pada
  kondektur. Dia sering digendong kalau mau turun bis. Kebetulan bis
  lewat di depan sekolahnya. Jadi, biar jauh, enak, nggak repot,"
  kenang Henny.

  Menjadi Perancang Busana

  Di sekolah Santi Rama tingkat kejuruan, Tintin belajar menyablon dan
  menjahit. Ia tergolong murid yang pandai. Nilai rapornya bagus. Ia
  selalu berada di rangking 1 atau 2. Minat pada desain pakaian
  mengantarnya masuk ke Bunka School of Fashion International --
  sekolah fashion bergengsi di Jakarta yang telah melahirkan banyak
  desainer ternama. Keterbatasan tidak menghalangi untuk belajar dan
  berkarier. "Pada awalnya, pihak Bunka keberatan. Mereka menyangsikan
  kemampuan Tintin dalam menerima pelajaran. Tetapi saya katakan
  kepada mereka untuk memberi kesempatan. Tintin bisa mengerti dari
  gerakan bibir," ungkapnya. Sejak Desember 1999, Tintin bekerja
  sebagai desainer di perusahaan konfeksi Indah Jaya, Jakarta.

  Aktif Pelayanan

  Salah satu penghiburan bagi Henny dan Budi adalah kemauan Tintin
  membaca Alkitab. Sejak kecil, kalau tak mengerti, ia bertanya.
  Tintin juga gemar berdoa sendirian di kamarnya. Orang tuanya memang
  selalu menekankan bahwa hidup manusia milik Tuhan yang harus
  dipersembahkan bagi kemuliaan nama-Nya. Firman Tuhan yang selalu
  dibaca ataupun yang diketahui lewat lingkungan keluarga tertanam dan
  tumbuh di hati Tintin. Ia percaya penuh bahwa hidup itu berarti.
  Tuhan selalu bersamanya.

  Tintin sangat rajin mengikuti ibadah, terlebih ketika di gerejanya,
  GBI Sungai Yordan membuka ibadah bagi tunarungu. Ia menjadi
  pengurusnya. Salah satu yang membahagiakan Henny dan Budi adalah
  ketika Tintin menjadi koordinator perwakilan Indonesia dalam
  Konferensi Misi Kristen Tunarungu Asia Pasifik ke-9, "Harvest
  Together in Love" di Bali.

  Bertemu Pasangan Hidup

  Tuhan selalu punya cara untuk mempertemukan anak-anaknya. Ibadah
  tunarungu telah mempertemukan Tintin dengan Herman Handoyo, yang
  bekerja di bagian desain grafis. Keduanya saling suka dan jatuh
  cinta. Beberapa bulan pacaran, Herman pun melamar Tintin. Pada 8
  Oktober 2005, mereka melangsungkan pernikahan. Janji pernikahan yang
  agung itu diucapkan keduanya di hadapan Tuhan. Janji setia dalam
  susah dan senang, sehat dan sakit, sampai maut memisahkan.

  Air mata menitik dari banyak orang yang menyaksikan pernikahan itu.
  Lebih-lebih Henny dan Budi, mereka berulang kali menyeka mata
  mereka yang selalu basah. Mereka melepas masa lajang anak perempuan
  tunarungu yang selama ini mereka kuatkan batinnya. Selain keluarga,
  banyak sahabat kedua mempelai yang kebanyakan tunarungu ikut
  menghadiri pernikahan mengharukan itu.

  Hidup manusia, apa pun keadaannya, tetaplah berharga. Karena tak
  akan pernah ada kelahiran tanpa seizin-Nya. Kata-kata yang ditulis
  Tintin di bagian depan Alkitabnya, seakan mewakili jejak-jejak
  imannya. "Dalam masa penuh tekanan dan kesusahan, bahkan dalam
  kesenangan, Alkitab memberi padaku kekuatan lebih dari yang
  kuharapkan. Setiap kali kubaca firman Tuhan, aku tidak pernah
  menemui kegagalan dalam menerima cahaya pengertian. Setiap kali
  kubaca tentang Yesus, hatiku dipenuhi kegirangan. Sebab suara-Nya
  yang penuh kasih sayang terus saja kedengaran berkumandang."

  "Saya sangat bahagia ...," kata Tintin.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku   : Karena Dia
  Judul artikel: Bisu Tuli Tak Menyurutkan Niatku Menjadi Perancang
                 Busana
  Penulis      : Niken Maria Simarmata
  Penerbit     : ANDI, Yogyakarta
  Halaman      : 81 -- 89
______________________________________________________________________

        "Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan,
        dan berbahagialah orang yang percaya kepada TUHAN."
                             (Amsal 16:20)
              < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Amsal+16:20 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Banyak anak Tuhan yang terlahir dengan keterbatasan fisik. Mari
     berdoa bagi mereka supaya dalam keterbatasan itu mereka tetap
     senantiasa bersyukur kepada Tuhan karena Dia akan senantiasa
     memelihara dan menjadi kekuatan mereka.

  2. Masalah yang dihadapi oleh penderita cacat sering kali timbul
     karena terbatasnya kemampuan fisik mereka. Oleh karena itu,
     doakan mereka supaya tidak rendah diri dan terluka hatinya, yang
     mengakibatkan mereka patah semangat dan tidak mau berusaha lagi.

  3. Apabila hal itu terjadi, mohonkanlah penghiburan dari-Nya, agar
     sukacita dan damai sejahtera tinggal di dalam hati sehingga
     ucapan syukur senantiasa ada dalam hidup mereka.

  4. Berdoalah bagi orang-orang di sekitar mereka -- keluarga dan
     teman-teman -- agar senantiasa memberikan semangat hidup dan
     penghiburan bagi setiap mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
______________________________________________________________________
DARI REDAKSI

                        BULETIN DOA OPEN DOORS

  Rindukah Anda berdoa bagi para pengikut Kristus di seluruh dunia
  yang saat ini sedang mengalami kesulitan dan tekanan karena
  memberitakan Injil atau yang sedang dianiaya karena memertahankan
  iman mereka pada Yesus Kristus? Buletin Doa Open Doors, yang hadir
  sebagai hasil kerja sama antara Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) dan
  Yayasan Obor Damai Indonesia, ingin mendorong Anda terlibat dalam
  pelayanan misi melalui doa-doa yang Anda naikkan setiap hari.
  Daftarkan diri Anda untuk menjadi pelanggan sehingga Buletin doa
  Open Doors ini dapat hadir ke mailbox Anda secara rutin setiap awal
  bulan. Untuk berlangganan sangat mudah, silakan isi formulir di
  bawah ini, potong, lalu kirimkan ke alamat:

  ==>   < doa(at)sabda.org >

  ------------------------- potong di sini --------------------------

                    FORMULIR BULETIN DOA OPEN DOORS

  Nama lengkap :
  Alamat e-mail:
  Umur         :
  Gereja       :
  Kantor kerja :

  ------------------------- potong di sini --------------------------
                Kirim ke: ==>   < doa(at)sabda.org >

  Anda juga dapat mengajak teman atau gereja Anda untuk ikut berdoa,
  silakan daftarkan mereka dengan menyalin formulir di atas dan
  mengisikan informasi tentang mereka, lalu kirimkan kepada kami ke
  alamat yang sama.

  Informasi:
  Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
  ==>    < http://www.sabda.org/ylsa >
  Yayasan Obor Damai Indonesia (Open Doors International)
  ==>    < http://www.opendoors.org/ >


                       ALAMAT KONTAK YANG BARU

  Sebagai tindak lanjut pembenahan sistem e-mail pada Yayasan Lembaga
  SABDA (YLSA), kami menginformasikan kepada para pelanggan sekalian
  bahwa alamat kontak staf Kisah telah beralih dari:

  < staf-kisah(at)sabda.org >

  menjadi:

  < kisah(at)sabda.org >

  Bagi para pelanggan yang hendak berkorespondensi, mohon menggunakan
  alamat yang baru sebagaimana diumumkan di atas.
______________________________________________________________________

       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                       Copyright(c) 2007 YLSA
                YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL     : http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org