Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/324

KISAH edisi 324 (24-4-2013)

Bertemu dengan Tuhan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 324, 24 April 2013

KISAH -- Bertemu dengan Tuhan
Edisi 324, 24 April 2013

Salam kasih,

Siapakah yang menjadi teman-teman Tuhan Yesus selama hidup-Nya di 
dunia? Bukan para penguasa, orang-orang penting dan berpengaruh, 
ataupun para pemuka masyarakat yang hidupnya penuh dengan kesalehan. 
Sebaliknya, Alkitab mencatat Yesus justru lebih dekat kepada para 
nelayan, pemungut cukai, pelacur, pengemis, orang buta, penderita 
kusta, dan orang-orang marginal serta terpinggirkan dalam struktur 
masyarakat pada saat itu. Dalam solidaritas-Nya terhadap kelompok 
masyarakat inilah, Yesus mengungkapkan bagaimana kasih yang sejati itu 
menampakkan dirinya.

"Saya sebatang pensil kecil di tangan Tuhan, Sang Penulis, yang tengah 
mengirimkan surat cinta kepada dunia." kata Bunda Teresa, sang 
Biarawati yang mengabdikan hidup dan kehidupannya bagi orang papa dan 
terpinggirkan di India. Maukah kita juga menjadi sebatang pensil kecil 
di tangan-Nya untuk menuliskan cerita tentang kasih yang sejati?

Selamat berefleksi!

Staf Redaksi KISAH,
N. Risanti
< http://kesaksian.sabda.org/ >


BERTEMU DENGAN TUHAN

Hampir setiap malam, kita bisa melihat para pelacur, gelandangan, 
pemabuk, dan pecandu di pusat Kota Amsterdam. Bahkan, beberapa tahun 
yang lalu, di Amsterdam pernah diadakan Olympiade khusus untuk para 
homo dan lesbian -- "Gaygames", yang mengakibatkan banyak orang 
terjangkit AIDS di Amsterdam. Kota tempat saya tinggal, letaknya 36 
kilometer dari Amsterdam.

Beberapa hari yang lalu, saya harus bertemu dengan seorang pejabat 
tinggi di salah satu hotel bintang lima di Amsterdam. Untuk menuju ke 
tempat pertemuan tersebut, saya harus melewati daerah kumuh tempat 
para gelandangan dan pecandu tinggal. Tiba-tiba, saya mendengar 
panggilan, "Selamat pagi, Tuan!" Saya menoleh ke belakang dan saya 
melihat seorang pengemis tua dengan wajah yang kotor, dekil, dan bau 
alkohol. Pengemis ini memegang cangkir besar yang berisikan kopi 
panas. Ia menawarkan kepada saya, "Maukah Bapak minum seteguk dari air 
kopi saya?"

Dalam hati, saya berkata, "Jangankan minum dari cangkirnya, dekat 
dengan dia pun rasanya sudah muak dan jijik, apalagi kalau melihat 
kumis dan janggutnya yang masih penuh dengan sisa-sisa makanan." Di 
samping itu, kalau saya minum dari cangkir bekas dia, jangan-jangan 
saya akan tertular AIDS. Logika dan otak saya melarang saya untuk 
menerima tawaran tersebut, tetapi hati nurani saya menganjurkannya: 
"Percuma ke gereja tiap minggu, kalau masih mempunyai pikiran dan 
praduga buruk terhadap orang lain!"

Akhirnya, saya datang ke pengemis itu dan minum seteguk kopinya, 
tetapi logika dan pikiran saya berjalan terus -- "Apa maksud pengemis 
ini menawarkan kopinya kepada saya? Jangan-jangan ia mau minta duit!" 
Lalu, saya bertanya kepada pengemis ini, "Kenapa Anda menawarkan kopi 
kepada saya?" Ia menjawab, "Saya ingin Anda ikut menikmatinya, 
bagaimana enaknya minum kopi di pagi hari, apalagi pada saat cuaca 
dingin seperti sekarang ini."

Ketika saya mendengar jawaban tersebut, saya malu dengan praduga saya 
terhadap dia. Walaupun demikian, logika saya masih belum mau menyerah, 
saya masih tetap tidak percaya: "Masa Bapak tua ini tidak ada maunya, 
tidak ingin sesuatu timbal balik dari saya, masa ia mau memberikan 
sesuatu tanpa pamrih, apalagi pada saat ini ia lagi membutuhkannya --
pasti ia akan minta uang!" Berdasarkan pemikiran ini, akhirnya saya 
menanyakannya sekali lagi kepada dia "Adakah sesuatu yang bisa saya 
bantu untuk Anda?" Pengemis itu menjawab, "Ada!" Betapa senangnya saya 
ketika mendengar jawaban tersebut, sebab dengan demikian saya bisa 
membuktikan analisis saya!

"Apakah Anda membutuhkan sesuatu?" "Tidak!", jawabnya. "Saya hanya 
ingin dipeluk oleh Anda karena saya sudah tidak mempunyai kawan maupun 
keluarga," jawab pengemis tersebut. Saya kaget mendengar jawaban 
tersebut karena analisis dan praduga saya tidak benar. Lebih dari itu, 
saya berpikir bagaimana mungkin saya memeluk seorang gelandangan, yang 
sudah berbulan-bulan tidak mandi, dengan pakaian kotor dan bau? 
Apalagi, saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi -- jangan-
jangan pakaian saya akan menjadi bau dan kotor juga, dan bisnis saya 
bisa gagal karena pejabat tinggi itu mungkin akan merasa diremehkan 
kalau saya datang menemuinya dengan pakaian kotor dan bau!

Namun, entah mengapa saya langsung memeluk pengemis tersebut dengan 
erat, seperti saya memeluk anak saya sendiri. Tanpa saya sadari, 
kejadian tersebut disaksikan oleh banyak orang di sekitar lokasi 
tersebut, yang merasa aneh dan janggal melihat seorang yang berpakaian 
lengkap dengan dasi dan jas, mau memeluk seorang pengemis tua yang 
kotor dan bau, seperti seorang sahabat yang sudah bertahun-tahun tidak 
bertemu. Saat saya sedang memeluk pengemis tersebut, saya mendengar 
suara sayup-sayup yang sangat lembut: "Ketahuilah: waktu engkau 
melakukan hal itu, sekalipun kepada salah seorang dari saudara-
saudara-Ku yang terhina, berarti engkau melakukannya kepada-Ku!" Saya 
merasa seakan-akan saya telah bertemu dan memeluk Tuhan Yesus pada 
saat itu.

Saya telah diundang minum kopi oleh seorang pengemis, tetapi 
kebalikannya, apakah saya bisa dan mau mengundang seorang pengemis, 
untuk minum dan makan bersama dengan saya dan keluarga saya? Kita 
lebih mudah dan lebih ikhlas memberikan uang kepada seorang pengemis, 
daripada mengundang dia untuk makan atau minum bersama dengan kita. 
Apakah Anda pernah mengundang seorang pengemis untuk makan atau minum 
di rumah Anda? Pengalaman ini menyadarkan saya bahwa kalau kita mau 
mencari Tuhan, carilah dengan "Kasih", jangan dengan logika karena 
kekuatan dan kuasa kasih jauh lebih besar dan lebih kuat daripada 
segala macam logika yang ada di dunia ini. Kalau seseorang meminta 
bantuan kepada kita, gantilah pikiran logika dengan perasaan kasih 
karena Tuhan mengasihi kita, tanpa menggunakan logika.

Bunuhlah perasaan praduga yang ada di dalam diri Anda dan hapuslah 
perkataan "jangan-jangan" yang ada di dalam kamus kehidupan Anda! Ibu 
saya tidak bisa menulis dan membaca. Ia membesarkan kami, anak-
anaknya, hanya dengan kasih sayang, tanpa segala macam teori psikologi 
pendidikan. Saya bisa merasakan hasilnya sampai dengan detik ini, 
walaupun setengah abad telah berlalu. Logika bisa mengotori dan 
meracuni perasaan kasih. Logika adalah tembok pemisah antara Sang 
Pencipta dengan manusia!

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Curahan Hati, Januari 2006
Judul artikel: Bertemu dengan Tuhan
Penulis: Mang Ucup
Penerbit: Yayasan Curahan Hati
Halaman: 21 -- 22


POKOK DOA

1. Berdoa agar Tuhan Yesus senantiasa mengajarkan dan menuntun kita 
   pada kasih yang sejati, serta menolong kita wujudkan kasih itu kepada 
   semua orang.

2. Berdoa bagi masyarakat marginal dan terpinggirkan di Indonesia, 
   agar Tuhan Yesus memulihkan dan senantiasa memberi pengharapan dalam 
   kehidupan mereka.

3. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar setiap orang percaya, termasuk 
   kita sendiri, memiliki kepedulian untuk berbagi hidup dan kehidupan 
   dengan mereka yang tersisih dan terpinggirkan.


"Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya 
segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang 
paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." 
(Matius 25:45) 
< http://alkitab.sabda.org/?Matius+25:45 >


STOP PRESS: BERGABUNGLAH DENGAN FACEBOOK KISAH!

Anda mencari komunitas seputar kesaksian cinta kasih Allah? Mari 
bergabung dalam Facebook KISAH, Anda akan menemukan sebuah komunitas 
yang di dalamnya terdapat banyak kesaksian dari saudara-saudari 
seiman, sehingga ada banyak berkat lagi yang akan Anda dapatkan dalam 
komunitas ini.

Silakan bergabung ke < http://fb.sabda.org/kisah >.

Tuhan Yesus memberkati.


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Sigit, Doni K., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org