Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/329

KISAH edisi 329 (29-5-2013)

Sebuah Kanvas Kosong

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 329, 29 Mei 2013

KISAH -- Sebuah Kanvas Kosong
Edisi 329, 29 Mei 2013

Salam kasih,

Sering kali, keadaan fisik yang kurang sempurna membuat kita kurang 
bisa bersyukur. Ada yang merasa hidungnya kurang mancung, matanya 
kurang lebar, tubuhnya kurang tinggi, dan sebagainya. Namun, seperti 
apa pun keadaan fisik kita, itu merupakan pemberian Tuhan yang luar 
biasa dan harus disyukuri.

Dalam KISAH kali ini, kita melihat bagaimana Allah bisa memakai 
kekurangan seseorang menjadi alat untuk menyaksikan kebaikan-Nya. 
Bahkan, seorang yang tuli dan `beringas` pun bisa Allah pakai untuk 
mendatangkan kemuliaan bagi-Nya. Sebab, kita diciptakan bagi Dia, yang 
layak menerima segala pujian, hormat, dan kemuliaan sampai selamanya. 
Amin.

Staf Redaksi KISAH,
Yegar
<http://kesaksian.sabda.org/>


                        SEBUAH KANVAS KOSONG

Hubungan mereka diawali dengan sesuatu yang tidak dapat dikatakan 
ramah.

"Pada akhir tahun pelajaran, ia berkata, `Saya tidak menyukai Ibu dan 
saya tidak akan mengambil kelas Ibu tahun depan.` Saya berkata, `Tidak 
masalah. Ibu juga tidak begitu suka mengajar kamu,`" kenang Jo 
Butcher, seorang guru seni di Sekolah Menengah Glendale.

Jo terbiasa mengajar murid-murid yang memiliki kebutuhan khusus di 
kelasnya. Ia sendiri menderita disleksia dan karena itu ia berempati 
pada Ara Dona (seorang siswa tingkat pertama). Namun, keadaan Ara yang 
tuli tetap tidak dapat menjadi alasan untuk menjadi seorang 
"katalisator untuk mengacau di kelas". Setelah hampir tiga puluh tahun 
menjadi seorang guru, Jo menyerah terhadap kenyataan yang sering 
ditemuinya: kadang-kadang, Anda tidak dapat menjangkau setiap siswa.

Ara muncul lagi pada tahun berikutnya, terlambat dua minggu. Ia 
terpaksa karena tidak ada kelas lain yang cocok dengan jadwalnya. "Ara 
belajar di kelas mengukir, kelas menggambar, dan kelas melukis tingkat 
lanjutan yang saya ajar dan duduk bersama murid-murid yang lebih tua, 
para senior," kata Jo. "Saat itu, saya dapat melihat bahwa ia lebih 
serius dan lebih dewasa. Setitik cahaya baru saja menyala."

Ara dan keluarganya berimigrasi ke Amerika Serikat dari Armenia ketika 
ia masih kecil. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya di Glendale, di 
sebuah apartemen kecil yang hanya memiliki satu kamar tidur. Ia tidur 
di sofa. Kakeknya menderita pikun dan neneknya, yang hanya dapat 
sedikit berbahasa Inggris, adalah sosok yang paling berpengaruh dalam 
kehidupan Ara. Hubungan dengan ayahnya tidak berjalan dengan baik. 
Meskipun ia yang mendorong Ara untuk mengambil seni bela diri, 
hubungan antara mereka berdua amat renggang. Ara mencapai sabuk hitam 
tingkat tiga, bahkan pernah dipantau oleh Tim Olimpiade Amerika 
Serikat, meskipun akhirnya masalah kekurangan biaya menghempaskan 
mimpi-mimpi tersebut. Tidak diragukan lagi, Ara memiliki sebuah 
semangat yang membara, tetapi dorongan semangat itu bercampur dengan 
kemarahan. Ketika ia masuk ke kelas Jo, ia adalah seorang remaja yang 
pemurung dengan tinggi badan sekitar 187 cm, rambut keriting berwarna 
hitam, alis hitam yang tebal dan kusut. Singkat kata, penampilannya 
mengintimidasi.

"Apa pun yang saya ajarkan [kepada Ara] tidak cukup," kata Jo. "Dia 
selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan [tentang seni] sampai membuat 
saya jengkel. Ia mengikuti saya seperti bayangan, sampai akhirnya saya 
bertanya, `Apa yang kamu inginkan?` Ia menjawab, `Saya ingin belajar 
sebanyak yang saya mampu. Saya ingin tahu apa yang Ibu ketahui.`"

Jo pernah membicarakan tentang Ara dengan suaminya, tetapi ia tidak 
pernah benar-benar berdoa bagi Ara. Jo merasa "Roh Kudus mengatakan 
kepadanya untuk memberi pemuda itu waktu sebanyak-banyaknya". Jo pun 
setuju untuk memberi Ara kesempatan menjadi muridnya usai sekolah jika 
Ara berjanji tidak akan terlambat atau tidak masuk tanpa alasan yang 
tepat. Ara pun berjanji, dan ia tidak pernah melanggar janjinya. 
Selama dua tahun, kedua orang ini melukis dengan rajin sampai malam 
hari, kadang-kadang sampai tengah malam. "Keajaiban baru saja terjadi 
kepadanya," kata Jo. "Guru yang lain pun memperhatikan hal itu. Seni 
bela diri memberinya kemampuan untuk berkonsentrasi. Dia mengenal rasa 
sakit dari bekerja keras."

Ketika talenta Ara mulai meraih penghargaan dan beasiswa, keluarganya 
mulai mengerti bahwa menjadi seorang seniman adalah pekerjaan yang 
serius baginya. Mereka menyerahkan sebagian perwalian Ara kepada Jo, 
dan membiarkan Jo mengatur urusan membangun karier seni Ara. Jo 
menemukan seorang akuntan pajak yang bertugas mengawasi uang yang Ara 
dapatkan dari penghargaan yang diterimanya, dan mengirim dia untuk 
belajar di Florence Art Academy. Keluarga Butcher ikut bersama Ara ke 
Florence untuk beberapa saat, untuk membantunya menyesuaikan diri 
dengan kehidupan mandiri yang jauh dari rumah. Kenaifan Ara tentang 
kenyataan dunia ini membuat dia mengajukan pertanyaan lagi. Suami Jo 
akan mengirimkan Alkitab dan buku-buku Kristen kepadanya. "Suami saya 
menjadi seorang panutan bagi Ara," kata Jo. "Ara mengenal kekristenan, 
tetapi tidak pernah ke gereja. Suami saya berhati-hati untuk tidak 
memaksakan kekristenan kepadanya, tetapi selalu menyediakan diri 
ketika Ara ingin bertanya. Ketika ia pergi ke Florence, suami saya 
menumpangkan tangan kepadanya. Ara mengatakan bahwa ia tidak pernah 
mengenal seseorang seperti suami saya.`"

Ara cukup beruntung dapat menemukan seorang teman dari Amerika yang 
beragama Kristen di Florence untuk memelihara imannya. Musim panas 
lalu, Ara dibaptis di Florence. Ia bergabung dengan keluarga Butcher 
(yang telah menjadi jemaat LAC selama lebih dari tiga puluh tahun) 
untuk beribadah di Lake Avenue Church selama libur musim panas. 
"Karena ia tidak dapat berbicara dengan baik, ia harus menjadi saksi 
Kristus di dalam keadaannya," kata Jo. "Ara mengatakan bahwa cara 
pendeta Waybright membawa Alkitab selama kebaktian dan mengatakan 
bahwa Alkitab adalah firman Allah merupakan hal yang berarti baginya. 
Ia ingin menjadi seorang seniman yang menunjukkan bakat yang diberikan 
Tuhan kepadanya. Ia ingin orang-orang merasakan bagaimana Tuhan 
tinggal di dalam dirinya melalui kesaksian yang penuh perasaan melalui 
karya seni. Nenek Ara berkata, `Kami mencintai dirinya yang sekarang 
karena dia telah menemukan Kristus di dalam hidupnya. Ia seorang yang 
saleh dan hal itu sangat mengagumkan.`"

Jo, yang sekarang sudah pensiun dari mengajar kelas, akan selalu 
membawa cinta bagi murid-muridnya. "Saya ingin mengajar seakan-akan 
mengajar adalah sebuah karunia. Ini bukan kelas saya. Ini kelas-Nya. 
(t/yusak)

Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul Majalah: SEASONS Vol.14 No.1, Maret-April-Mei, Musim Semi 2009
Penulis Artikel: Karly Pierre
Penerbit: Lake Avenue Church, Pasadena
Halaman: 13


POKOK DOA

1. Mari kita bersyukur kepada Tuhan Yesus atas keadaan kita. Setiap 
   kelebihan dan kekurangan yang kita miliki merupakan pemberian Allah 
   yang luar biasa.

2. Berdoa kepada Tuhan Yesus bagi sahabat, keluarga, dan orang-orang 
   yang memiliki kebutuhan khusus secara fisik. Biarlah mereka tetap 
   semangat menjalani hidup dan tidak putus asa.

3. Berdoa kepada Tuhan Yesus untuk saudara-saudara seiman di seluruh 
   dunia yang menyandang cacat supaya mereka mengalami pengalaman rohani 
   bersama Tuhan Yesus yang melaluinya nama Allah dipermuliakan.


"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: 
     Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36) 
              < http://alkitab.sabda.org/?Roma 11:36 >


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Sigit, Doni K., Bayu, dan Yegar
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org