Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/41

KISAH edisi 41 (15-10-2007)

Penantian yang Panjang


______________________________PUBLIKASI_______________________________
                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                      Edisi 41, 15 Oktober 2007

PENGANTAR

  Berapa lama kita mampu menunggu sesuatu? Apakah satu jam? Ataukah
  satu minggu? Bagaimana dengan sebulan atau setahun? Masih sanggupkah
  kita bertahan? Tentu saja kalau boleh memilih, kita tidak akan
  melakukannya. Bukankah menunggu merupakan pekerjaan yang
  membosankan? Tapi bagaimana jika mau tidak mau kita harus menunggu?
  Apakah kita akan menunggu tanpa berharap bahwa yang kita tunggu akan
  datang? Satu hal yang jelas, sering kali penantian kita itu tidak
  sia-sia. Apalagi penantian akan kedatangan Kristus yang kedua
  kalinya.

  Nah, kali ini kami mengajak Anda untuk menyimak satu kesaksian yang
  menggetarkan. Kesaksian ini juga hendak menunjukkan bahwa penantian
  itu tidak sia-sia sebab dilakukan bersama Tuhan. Mari kita simak.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                         PENANTIAN YANG PANJANG
                         ======================

  Langit rasanya runtuh menimpa saya saat peristiwa itu. Bukan saya
  saja yang terpukul, tapi anak-anak saya juga. Mereka yang dulunya
  periang menjadi pemurung, hampir tiap hari saya dipanggil ke
  sekolah, menangani dampak dari kesedihan mereka yang dalam.

  Perekonomian keluarga yang sudah sangat sulit menjadi ambruk sama
  sekali. Sementara anak-anak harus tetap sekolah dan makan. Berbagai
  usaha saya lakukan, yang penting halal, walaupun ada perasaan sedih
  dan malu karena memikul nama suami saya. Tapi saya tutup telinga
  karena bagaimanapun saya tetap harus menghidupi ketujuh anak saya.
  Walaupun harus berhemat luar biasa sehingga beberapa tahun kami
  harus bergelap-gelapan karena saat malam kami mengandalkan lilin.
  Itu karena kami tidak mampu membayar listrik.

  Kesedihan saya yang terbesar karena ketakutan saya akan masa depan
  anak-anak saya. Pergaulan dan teman-teman saya banyak yang mengalami
  kehancuran rumah tangga seperti ini, dan semua anak-anaknya menjadi
  hancur menyedihkan. Sedih sekali, jangan sampai hal itu juga terjadi
  pada anak-anak saya.

  Tapi saya tahu, saya tidak boleh terus bersedih dan merenungkan
  nasib saya. Karena kalau saya goyah, bagaimana anak-anak saya bisa
  bertahan. Untuk itu, saya harus menunjukan bahwa saya kuat, agar
  mereka bisa bertahan.

  Pada saat-saat tertentu, seperti saat bermain, mereka bisa langsung
  berhenti bermain dan berlari mencari saya, menangis dengan sedihnya
  menyatakan betapa ia merindukan papinya. Saat makan bersama, anak
  saya bisa mendadak berhenti dan menangis dengan sedihnya, "Aduh Mama
  ... aduh ... tolong aku ... aku rindu ... aku rindu sekali dengan
  Papi ... bagaimana Mama...?!" Sebagai seorang ibu, apa yang harus
  saya lakukan menghadapi hal seperti itu?

  Dalam kepedihan seperti itu, saya membawa anak-anak mengenal Tuhan.
  Hasilnya sekitar satu tahun kemudian, anak saya yang paling tua
  sering mengajak saudara-saudaranya bergandengan tangan, menyanyikan
  pujian penyembahan, dan berdoa. Saat mereka berdoa, saya menjadi
  begitu terharu, bangga, dan bahagia. "Tuhan kami mengampuni Papi
  kami karena ia tidak tahu apa yang diperbuatnya. Ampunilah juga
  perempuan yang mengambil Papi, berilah suami yang baik untuknya dan
  kembalikan Papi kami."

  Sebelas Tahun Kemudian

  Satu saat telepon berbunyi, ternyata telepon dari Robby. Robby
  selalu memanggil saya Etha. Robby mengatakan hal ini kepada saya,
  "Halo Etha, ini aku. Etha, aku mau pulang dan kembali ke rumah. Kamu
  bersabar yah, aku mau menyelesaikan semua masalah di sini. Aku pasti
  akan kembali padamu dan anak-anak!" Setelah suami saya Robby
  berbicara seperti itu, suatu perasaan sayang, perasaan cinta
  sepertinya mulai timbul dan saya rasakan kembali.

  Satu tahun lewat, dua tahun lewat, tiga tahun lewat. Tapi ayahnya
  belum juga pulang sesuai janjinya. Anak saya yang pertama selalu
  membeli hadiah untuk kado ulang tahun papinya, menyiapkannya untuk
  papinya saat ia pulang. Dan ia tidak mau membuka kado-kado itu,
  meskipun papinya tidak kunjung pulang.

  Priscila, putri saya menyatakan kerinduannya akan ayahnya, mewakili
  saudaranya, "Kami bertemu Papi hanya pada waktu Natal lalu saja, itu
  pun tidak bisa setiap tahun. Di saat itu, kami baru bisa melepas
  rasa kangen dan rindu. Kami benar-benar gunakan waktu untuk jalan
  bareng dan bercanda dengan Papi. Tapi, hanya di saat itu saja kami
  memunyai waktu dengan Papi."

  Petronela, putri sulung Robby sungguh merindukan kehadiran ayahnya.

  "Begitu bertemu Papi semua perasaan sakit di dada rasanya langsung
  hilang begitu saja. Tapi begitu Papi mau pergi lagi, aku memeluk
  Papi, rasanya sayang untuk melepas Papi pergi lagi. Kerinduanku akan
  Papi besar sekali. Kalau aku merasa kurang puas, aku biasanya akan
  tulis di diari atau di bukuku. Aku akan tulis: `Papi, aku kangen
  banget sama Papi. Kok Papi nggak merasa apa yang aku rasain sih? Aku
  sungguh kangen Papi!`. Aku selalu menulis tulisan itu berulang-ulang
  dengan kata-kata yang sama."

  Suatu hari pada bulan Januari 1998, Robby berjanji untuk kembali ke
  rumah pada tanggal sekian. Anak-anak menanti ayah mereka kembali ke
  rumah hingga jauh malam. Di saat dini hari menjelang, doa-doa Bertha
  beserta anak-anaknya selama empat belas tahun akhirnya berbuah;
  jawaban Tuhan pun datang. Jam dua pagi ada ketukan di pintu.
  Anak-anak membuka dan ternyata Robby kembali .... Anak-anak bersuka
  cita sekali. Mereka memeluk papi mereka, saya sendiri terharu
  melihatnya.

  Petronela: "Kita semua menangis, semua sakit di dada terlepas, Tuhan
  angkat."

  Priscila: "Saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi, yang ada cuma
  tangis!"

  Tuhan memulihkan hati saya dan hati Robby. Luar biasa ...! Hubungan
  kami lebih daripada masa pacaran. Saat ini saya merasakan satu
  kebahagiaan yang luar biasa. Kami tahu bahwa Tuhanlah yang
  memberikan kebahagiaan dan sukacita yang kami alami saat ini. Tidak
  ada yang mustahil bagi Tuhan, suami saya yang rasanya sudah mustahil
  untuk kembali, empat belas tahun kemudian bisa pulang lagi. Terus
  berdoa dengan sungguh dan berharap pada Tuhan Yesus; asal kita
  percaya dan bertekun, semua mungkin terjadi.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Sumber       : Majalah VOICE
  Judul artikel: Penantian yang Panjang
  Penulis      : Bertha (istri Robby Sugara)
  Halaman      : 15 -- 17
______________________________________________________________________

  "Aku telah melihat segala jalannya itu, tetapi Aku akan menyembuhkan
   dan akan menuntun dia dan akan memulihkan dia dengan penghiburan;
             juga pada bibir orang-orangnya yang berkabung."
                             (Yesaya 57:18)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=yesaya+57:18 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Permasalahan dalam keluarga sering kali menimbulkan luka bagi
     para anggotanya. Oleh karena itu, berdoalah bagi setiap orang
     yang saat ini sedang didera masalah keluarga. Doakan agar mereka
     tidak menjauh dari Tuhan karena masalah yang mereka hadapi.

  2. Bila masalah serupa menimpa kehidupan keluarga kita, mohonkanlah
     kebijaksanaan dari Tuhan agar kita mampu menyikapinya dengan
     baik. Berdoalah agar Tuhan memberi kita kekuatan, kesabaran, dan
     akal sehat untuk menemukan jalan keluar. Doakan pula agar Tuhan
     memulihkan setiap anggota keluarga yang terluka.

  3. Sering kali Tuhan tidak serta-merta memberi jawaban atas setiap
     doa kita. Oleh karena itu, mintalah kesabaran untuk menanti
     jawaban Tuhan atas masalah yang dihadapi.

  4. Mohonkan pula kekuatan dan kebijaksanaan dari Tuhan agar kita
     dapat menghibur dan menguatkan orang-orang yang sedang menghadapi
     masalah keluarga.
______________________________________________________________________

       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                       Copyright(c) 2007 YLSA
                    YLSA -- http://ylsa.sabda.org/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL     : http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org