Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/43

KISAH edisi 43 (29-10-2007)

Filsuf yang Mencari Allah

                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                      Edisi 43, 29 Oktober 2007

PENGANTAR

  Tuhan menciptakan manusia dengan sebuah tujuan, yaitu agar dapat
  menjadi berkat bagi sesama. Oleh karena itu, Ia memperlengkapi
  setiap manusia sebagai ciptaan-Nya dengan karunia dan kemampuan,
  dengan tujuan agar kita sebagai manusia dapat memaksimalkan potensi
  yang ada dalam diri kita bagi pekerjaan Allah. Itulah yang
  dikerjakan oleh filsuf dalam kisah berikut ini. Tatkala ia menemukan
  bahwa kebenaran hanya ada di dalam Yesus, ia memberikan seluruh
  hidupnya bagi pekerjaan Tuhan. Simak dan renungkanlah.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                       FILSUF YANG MENCARI ALLAH
                       =========================

  Yustinus Martir, seorang filsuf muda pada abad kedua, mendengarkan
  dengan baik pidato seorang lain yang berpendidikan baik.

  "Orang-orang yang menjadi pengikut orang Nazaret yang mati itu
  adalah orang-orang bodoh yang percaya kepada takhayul," kata si ahli
  pidato itu. "Yang mereka puja tak lain hanya awan-awan dan pengaruh
  bintang. Saya kira mereka merupakan ancaman bagi kekaisaran ini."
  Orang-orang yang berkumpul di sana dalam bentuk lingkaran itu
  menganggukkan kepala.

  Namun Yustinus tidak begitu cepat menyetujui. "Saya tidak begitu
  yakin akan hal itu," ia memberi komentar. "Mereka sangat tulus. Saya
  telah mendengar tentang orang-orang Kristen yang mengakui imannya
  walaupun mereka tahu akan dilemparkan ke dalam ketel yang berisi
  minyak yang mendidih demi keyakinannya."

  Satu di antara orang-orang itu tertawa terkekeh-kekeh. "Yustinus,
  kamu tidak akan menjadi orang Kristen, bukan?" tanyanya.

  "Saya ingin mengetahui kebenaran," Yustinus menjawab dengan tenang.

  Sejak masa kanak-kanaknya, Yustinus telah mencari-cari kebenaran
  itu. Ia telah mewarisi kekayaan yang cukup besar yang membiayai
  perjalanannya ke seluruh pelosok kekaisaran Romawi. Ia menjadi
  seorang wisatawan yang dikenal di sepanjang jalan-jalan dagang. Ke
  mana pun ia pergi untuk mencari pengetahuan dan kebenaran, ia
  melihat keteguhan iman orang-orang Kristen yang dihina itu.

  "Apa yang terpenting dalam hidup ini?" Yustinus bertanya kepada
  seorang guru yang beraliran Stoa. Orang-orang dari aliran Stoa
  percaya bahwa dunia merupakan tubuh Allah.

  Orang itu menjawab, "Carilah kebajikan."

  Seorang pengikut Plato menasihati Yustinus untuk melarikan diri dari
  dunia. Dengan cara ini, ia akan menjadi seperti Allah, dengan
  kembali ke dunia roh semata-mata. Tetapi walau bagaimana pun
  Yustinus mencoba, ia tak dapat menahan keinginan-keinginan
  jasmaniahnya. Ia menerima nasihat dari guru-guru ternama lainnya,
  tetapi tak seorang pun memberikan jawaban yang memuaskan kepadanya.
  Ia berulang-ulang bertanya kepada dirinya sendiri, di mana arti
  kehidupan ini? Di manakah Allah, seandainya ada Allah?

  Ia memikirkan lagi tentang orang-orang Kristen yang berani yang
  diketahuinya itu. Pada saat itu, agama Kristen adalah agama yang
  tidak sah dalam kekaisaran Romawi. Beribu-ribu orang telah mati
  sebagai martir. Yustinus telah merasa pasti bahwa orang-orang
  Kristen itu tidak bersalah. Ia merasa bahwa mereka mungkin saja
  tersesat, tetapi mereka pasti tidak jahat.

  Pada suatu hari, filsuf yang sedang mencari Tuhan itu pergi
  berjalan-jalan dalam suatu ladang yang sunyi dekat kota Efesus.
  Sementara ia berjalan, ia tahu bahwa seorang laki-laki tua
  mengikutinya di belakang. Tiba-tiba ia berbalik dan berhadapan
  dengan orang asing itu.

  "Mengapa Anda menatap saya?" orang tua itu bertanya.

  "Saya merasa heran menemui orang lain di ladang yang sunyi ini,"
  jawab Yustinus.

  "Saya ada di sini untuk mencari seorang anggota keluarga saya.
  Tetapi mengapa Anda ada di sini?" orang tua itu bertanya dengan
  sangsi.

  "Untuk menguji akal saya."

  "Apakah filsafat memberikan kebahagiaan kepada seseorang?"

  "Ya," Yustinus menjawab. Tetapi nada suaranya tidak pasti.

  "Jelaskan pada saya, Anak Muda. Apa filsafat dan kebahagiaan itu?"

  Yustinus memberikan jawaban biasa, "Filsafat adalah pengetahuan yang
  lengkap akan realitas dan daya memahami kebenaran dengan jelas.
  Kebahagiaan adalah upah dari pengetahuan dan kebijaksanaan seperti
  itu.

  "Apakah definisi Anda mengenal Allah?" orang tua itu bertanya.

  Sekali lagi Yustinus menggunakan jawaban lancar yang pernah
  diajarkan kepadanya, Allah itu merupakan sebab yang tidak berubah
  bagi segala hal lainnya.

  "Lalu dapatkah seseorang mengenal Allah tanpa mendengar dari
  seseorang yang telah melihat-Nya? Bagaimanakah filsuf-filsuf, yang
  tidak pernah melihat Dia itu, dapat membuat penilaian yang benar?"

  Yustinus menjawab dengan mengutip Plato, "Allah hanya dapat dikenal
  dengan pikiran dan hanya pada saat pikiran itu murni dan terang."

  Orang tua itu tidak terkejut. "Ada guru-guru pada zaman kuno yang
  berbicara dengan Roh Ilahi dan meramalkan masa akan datang. Mereka
  membuktikan diri dengan ramalan-ramalan dan keajaiban-keajaiban
  mereka."

  Yustinus menatap dengan aneh kepada orang tua itu. Ia tidak dapat
  memberi jawaban.

  "Saya harap, Anakku, pintu gerbang cahaya akan terbuka bagi Anda.
  Hal-hal ini dapat dimengerti hanya oleh orang yang diberi hikmat
  oleh Allah dan Kristus."

  Yustinus tidak pernah bertemu lagi dengan orang asing yang tua itu.

  Beberapa waktu kemudian, ia menyebutkan peristiwa itu dan menulis:
  "Dengan segera nyala api berkobar dalam hati saya dan kasih
  orang-orang yang menjadi sahabat-sahabat Kristus ini menguasai saya.
  Menurut pendapat saya, filsafat itu sendiri aman dan berfaedah.
  Lebih-lebih lagi, saya berharap bahwa semua orang tidak akan
  menjauhkan diri mereka dari Juru Selamat."

  Pada saat ia percaya bahwa agama Kristen adalah satu-satunya
  filsafat yang benar, Yustinus pergi mengabarkan tentang Kristus
  kepada filsuf-filsuf lainnya. Setelah dibaptis, ia menjadi seorang
  guru yang mengembara. Ia mengunjungi persekutuan-persekutuan Kristen
  yang pertama di tempat-tempat terkenal, seperti Efesus, Iskandaria,
  dan Roma. Ia mempergunakan karangannya untuk menantang ahli-ahli
  kritik dan penganiaya-penganiaya orang-orang Kristen.

  Pada masa sekarang, hampir 1.800 tahun kemudian, karangannya yang
  disebut "Apologies" dianggap sebagai tulisan klasik dalam
  kesusastraan Kristen. Yustinus sendiri dianggap sebagai pembela
  orang-orang Kristen atau agama Kristen yang terbesar. Tidak dapat
  dielakkan lagi, Yustinus harus menentang orang-orang Romawi dan
  ditangkap karena pengajarannya. Pada tahun 163 dia dan beberapa
  orang Kristen lainnya dihadapkan ke Rustikus, kepala daerah Roma.
  Yustinus dan sahabat-sahabatnya dengan berani mengakui iman mereka
  dan menolak untuk memberikan korban kepada dewa-dewa berhala; mereka
  dipenggal. Setelah kematiannya, filsuf yang terkemuka itu menjadi
  terkenal sebagai Yustinus Martir. Teladannya yang sangat baik
  menjadi inspirasi bagi orang-orang Kristen di kemudian hari yang
  bersedia mati sebagai martir oleh karena mereka memilih untuk
  mengikut orang Nazaret yang dianggap hina itu, yaitu Yesus Kristus.


  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Nama situs     : Pemuda Kristen
  Judul   artikel: Filsuf yang Mencari Allah
  Penulis        : James C. Hefley
  URL            : http://www.pemudakristen.com/artikel/filsuf_yang_mencari_allah.php

  Catatan: artikel di atas dapat ditemukan dalam versi tercetak pada
  buku "Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus" karya
  James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.
______________________________________________________________________

  "Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allah  hatimu dan dengan
           segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu."
                             (Matius 22:37)
              < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Matius+22:37 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Di sepanjang sejarah, Tuhan sudah memakai banyak orang untuk
     mewartakan Injil. Oleh karena itu, bersyukurlah untuk setiap
     penginjil yang sudah memberi diri diutus oleh-Nya. Berdoalah agar
     ada lebih banyak lagi orang yang tergerak untuk mengikuti jejak
     para penginjil ini.

  2. Berdoalah bagi setiap orang yang masih beranggapan bahwa Kristus
     bukanlah satu-satunya jalan keselamatan. Mohonlah agar Allah
     sendiri yang mengubah konsep berpikir mereka sehingga mereka
     mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat.

  3. Sering kali apa yang diinginkan dunia berbeda dengan apa yang
     dikehendaki Allah. Karena itu berdoalah untuk seluruh umat
     Kristen agar dapat bersikap sesuai dengan kebenaran Alkitab
     meskipun ancaman, siksaan, bahkan kematian harus mereka hadapi.

______________________________________________________________________

       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                       Copyright(c) 2007 YLSA
                    YLSA -- http://ylsa.sabda.org/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL     : http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org