Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/49

KISAH edisi 49 (10-12-2007)

Kekuatan Doa Dalam Penyembuhan

       
______________________________PUBLIKASI_______________________________
                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                      Edisi 49, 10 Desember 2007

PENGANTAR

  Di saatku tak berdaya
  kuasa-Mu yang sempurna,
  ketikaku berdoa
  mukjizat itu nyata

  Itu penggalan sebuah lagu yang mungkin juga sering Anda dengarkan.
  Pesan yang disampaikan oleh lagu tersebut membuat kita teringat
  betapa besar kekuatan sebuah doa. Doa memang seharusnya menjadi gaya
  hidup bagi setiap orang percaya. Dalam KISAH edisi berikut ini, kita
  dapat melihat bahwa kuasa dari doa dapat menghasilkan mukjizat dan
  tetap berlangsung sampai saat ini. Selamat menyimak dan temukan
  rahasia kuasa-Nya melalui doa.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                   KEKUATAN DOA DALAM PENYEMBUHAN
                   ==============================

  Aku dan suamiku merasa letih pada hari Natal itu. Sebagai dosen,
  kami telah menyerahkan nilai-nilai semester sebelumnya pada musim
  gugur. Kami segera menyiapkan beberapa kopor dan mengajak anak-anak
  untuk mengadakan perjalanan ke rumah kakek dan nenek mereka di
  California. Suamiku, David, tergores jarinya ketika ia menutup
  kopor. Jarinya tak berdarah dan ia pun tak menghiraukannya. Ketika
  kami akan berangkat, ayahku menelepon dan mengatakan bahwa ibunya
  atau nenekku baru saja meninggal dunia. Pemakamannya akan
  dilangsungkan segera sesudah hari Natal.

  Pada Malam Natal, David mengatakan bahwa dia merasa sakit di bawah
  lengannya. Tetapi ia berpikir bahwa sakit itu akan hilang dengan
  sendirinya. Selanjutnya, kami berkumpul dan membuka sumbangan
  simpati bersama-sama anak-anak kami dan orang-orang yang datang pada
  acara pemakaman. Tiba-tiba, David gemetar dan harus berbaring ketika
  hadiah terakhir dibuka. Dua hari berikutnya, David memburuk.
  Badannya terasa sakit, terutama lengannya. Ia hampir tidak bisa
  menahan rasa sakitnya dan akhirnya muntah-muntah. Aku menelepon
  dokter kami di Utah. Menurut dokter, David mungkin terserang
  influenza. Pada Selasa pagi, aku merasa bahwa David bisa
  ditinggalkan selama satu jam. Kami pergi ke gereja untuk pemakaman
  Nenek. Lagipula, aku ikut berbicara pada acara pemakaman itu. David
  bisa mengurus dirinya untuk beberapa saat.

  Acara pemakaman itu bisa menjadi sarana reuni yang hangat dengan
  saudara-saudaraku. Aku adalah cucu perempuan yang paling tua
  sehingga aku berbicara mewakili semua cucu perempuan. Nenek
  meninggal dunia pada usia 94 tahun. Menurutku, ia memunyai hidup
  yang panjang dan produktif. Para wanita dari keluarga Waite adalah
  pribadi-pribadi yang kuat. Ketika aku duduk, seorang tetangga
  memberiku sebuah kertas berisi pesan singkat yang dikirim oleh
  gereja bahwa suamiku telah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans.

  Ketika aku tiba di rumah sakit, aku mendapatkan David di ambang
  kematian. Ia hampir tidak sadar. Tetapi ia cukup sadar untuk
  merasakan sakit yang hebat. Di tengah rasa sakit yang luar biasa, ia
  mengatakan kepadaku bahwa badannya mulai membeku beberapa saat
  setelah kami meninggalkannya. Ia merasakan ada suara yang
  memperingatkannya, "Anda memerlukan ambulans sekarang." Setelah
  mendengarkannya beberapa kali, ia merangkak ke telepon dan memutar
  911. Operator berusaha agar David tetap sadar dan berbicara. Tetapi
  David akhirnya meletakkan telepon. Ia merangkak ke pintu depan dan
  membuka kuncinya. Kemudian, ia berbaring di sofa. Paramedis
  menemukannya dalam keadaan hampir tidak sadar dengan denyut nadi
  yang tak dapat dideteksi. Akhirnya, mereka melarikannya ke rumah
  sakit.

  Beberapa tes dilakukan, termasuk di dalamnya tes dengan sinar X dan
  USG. Para dokter bingung karena mereka tak dapat mendiagnosis
  masalahnya. Ketika selesai menjalankan pemeriksaan MRI, ia
  memperlihatkan suatu tanda berwarna hitam keunguan di salah satu
  sisi badannya. "Apakah ia mabuk di jalan kecil semalam? Apakah
  seseorang menendangnya?" mereka bertanya. Aku meyakinkan mereka
  bahwa itu bukan penyebabnya. Para dokter memanggilku setelah mereka
  berdiskusi selama beberapa menit lagi.

  "Kami rasa, kami tahu penyebabnya. Ini mungkin "necrotizing
  fasciitis", atau lebih dikenal sebagai bakteri pemakan daging.
  Apakah Anda pernah mendengarnya?"

  "Tidak," jawabku.

  "Ini adalah bakteri yang mematikan. Kami akan mengoperasinya dan
  membedahnya dari pergelangan tangan ke paha. Ini untuk mendeteksi
  jaringan yang terinfeksi. Penyakit ini sangat jarang terjadi.
  Bakterinya mungkin masuk ke dalam tubuhnya lewat luka. Apakah ia
  pernah mengalami luka di jari atau lengannya akhir-akhir ini?"

  "Jarinya luka terkena retsleting ketika ia menutup kopor, hanya
  itu."

  "Ini bakteri biasa, tetapi badan kita seharusnya bisa melakukan
  perlawanan. Karena sesuatu hal, bakteri ini telah menyerang suamimu.
  Ia memunyai kesempatan hidup 5 -- 10% untuk melewatinya. Penyakitnya
  sangat parah. Ia akan tampak seperti digigit ikan hiu setelah kami
  selesai membedahnya."

  Aku tahu bahwa persentase kesempatan hidup itu adalah cara lain
  untuk mengatakan bahwa suamiku mungkin akan meninggal. "Menurutku,
  kesempatan hidup 10% itu tetap berharga. Marilah kita mempertahankan
  hidupnya. Marilah kita menyelamatkannya," jawabku. Semua anak kami
  masuk ke dalam ruangan untuk mendoakan kesembuhan bagi ayah mereka.
  Di serambi rumah sakit, para perawat membawakan kursi dan jus buat
  kami agar kami tidak pingsan. Kami semua kaget karena David
  kelihatan dalam keadaan sehat. Ternyata, ia di ambang maut karena
  suatu penyakit yang sangat berbahaya. Saat itu, dia dalam keadaan
  setengah sadar. Sebelum dioperasi, aku membisikkan sesuatu
  kepadanya, "Pilihlah hidup, David. Pilihlah hidup."

  Aku juga tahu bagaimana cara memperbesar kemungkinan. Aku
  mengumpulkan keluargaku di ruang tunggu kamar operasi. Kebetulan,
  ruang tunggu itu kosong. Kami segera berlutut dan berdoa bersama.
  Aku berkata, "Bapa kami yang di surga, dokter-dokter tidak tahu apa
  yang diderita David, tetapi Kau tahu. Mereka tak tahu bagaimana
  menyembuhkannya, tetapi Kau tahu. Berkatilah mereka sehingga mereka
  tahu bagaimana menyelamatkan tubuh David. Biarlah kehendak-Mu yang
  terjadi." Kalimat yang terakhir ini sulit diucapkan. Tetapi itu
  harus kuucapkan karena aku tidak boleh memerintah Tuhan.

  Kemudian, aku masuk ke sebuah ruang kantor yang dikosongkan. Atas
  izin rumah sakit, aku melakukan telepon jarak jauh ke beberapa
  orang, yakni orang tua David, pendeta jemaat gereja kami, teman
  baikku Beth, dan kepala bagian bahasa Inggris universitas. Aku
  memohon agar mereka menelepon orang-orang yang kami kenal dan
  meminta orang-orang tersebut agar berdoa untuk David: "Dua jam
  setelah ini sangat menentukan hidup suamiku. Tolong doakan dia. Aku
  percaya akan mukjizat dan kuasa doa." Hari itu, ratusan teman kami
  sedang berdoa untuk David.

  Para dokter ahli bedah muncul beberapa jam berikutnya dengan membawa
  berita baik. Ternyata, bakteri belum menyebar seperti yang mereka
  duga sebelumnya. Dan, David tetap hidup. Kami bersorak dan merasa
  seakan doa-doa kami telah terjawab. Tetapi David masih dalam keadaan
  sangat sakit dan tetap berada di ambang kematian. Saat itu, ada
  sebuah tim yang beranggotakan dua belas dokter. Mereka memunyai
  spesialisasi yang berlainan. Mereka memberitahu kami bahwa bakteri
  strep A sedang menggerogoti kulit David serta lapisan-lapisan
  jaringan dan otot. Infeksinya menjalar dengan kecepatan satu inci
  per jam. Dokter-dokter melakukan operasi besar setiap hari. Mereka
  memotong jaringan yang mati atau yang terinfeksi. David ditempatkan
  di dalam ruang "hyperbaric" selama beberapa jam setiap hari. Ruang
  ini bertekanan dan memunyai daya gravitasi lebih berat daripada yang
  ada dalam sistem tubuh. Ruang ini diisi penuh dengan 100% zat asam.
  Tekanannya dinaikkan agar zat asam langsung masuk ke dalam
  sel-selnya. David bertahan hidup dua hari lagi.

  Ternyata keadaannya tidak mengalami kemajuan. Ahli bedah utama
  berbicara kepadaku secara jujur. "Aku memunyai perasaan tak enak
  mengenai hal ini," katanya memperingatkan. "Menurutku,
  bakteri-bakteri itu telah menjalar ke leher dan jantungnya." Aku
  pulang dengan keyakinan bahwa kematian David akan segera tiba. Aku
  harus berpikir untuk merelakan kepergiannya. Sepanjang malam itu,
  aku mencoba berdoa untuk kehidupan David. Aku juga mencoba untuk
  keluar dari kegelapan yang menyelimutiku. Setelah itu, aku kembali
  ke rumah sakit. Aku siap untuk mengucapkan selamat jalan kepada
  David bila itu yang dikehendaki Tuhan. Tapi aku kaget ketika
  mendengar berita dari ahli bedah bahwa keadaan David berubah menjadi
  lebih baik. Badannya mulai bisa memerangi bakteri.

  Siang itu, ahli bedah memberitahuku bahwa ia akan mendatangkan
  seseorang untuk mengamputasi lengan David. David telah kehilangan
  sebagian besar kulit dan ototnya. "Tetapi, David seorang pemain
  piano," aku memprotes. "Bila Anda ada di ruang bedah, mohon diingat
  bahwa David adalah seorang pemain piano." Di rumah, kami memutuskan
  untuk berdoa, terutama untuk lengannya. Terus terang, aku belum
  pernah berdoa untuk suatu bagian tubuh tertentu. Setiap hari selama
  seminggu, para ahli bedah datang dan mereka siap untuk mengamputasi
  lengannya. Namun, mereka memutuskan untuk membiarkannya karena
  lengan itu masih memunyai sejumlah jaringan yang sehat. Meskipun
  demikian, penyakit ini telah menggores urat saraf utama. Kalaupun
  tidak diamputasi, para dokter memprediksi bahwa lengan David akan
  lemah.

  Beberapa hari kemudian, David dapat menggerakkan jari dan tangannya.
  "Nah, kelihatannya Anda dapat menggerakkannya, tetapi bermain piano
  masih diragukan. Anda pun harus melupakan untuk bermain tenis," ahli
  bedah mengatakan kepadanya. "Lagipula, andaikata Anda tiba di
  lapangan tenis, Anda akan bermain seperti orang yang sudah tua."
  David penuh semangat karena telah mendapatkan hidupnya kembali. Ia
  segera menantang ahli bedah itu untuk bermain tenis bila ia sudah
  sembuh.

  David hidup. Tetapi setelah beberapa bulan kemudian, ia kehilangan
  hampir 50% dari kulit di bagian atas tubuhnya. Para dokter mengganti
  kulit itu dengan cangkokan kulit yang diambil dari pahanya sampai
  tertutup oleh kulit yang baru. Akhirnya, ia meninggalkan rumah sakit
  dan pulang dengan perayaan besar. Ketika kami tinggal berdua, aku
  dan David saling memandang dan memutuskan untuk mencoba bermain
  piano di rumah. Menurutku, bila ia dapat bermain beberapa nada, aku
  akan menganggap itu sebagai suatu keberhasilan. Dengan kekhawatiran,
  David meletakkan kedua tangannya di atas deretan tuts piano. Ia
  tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah jari-jarinya dapat bekerja?
  Apakah keterampilannya hilang untuk selamanya? Aku menahan napas.
  David mulai bermain. Secara luar biasa, ia masih dapat memainkan
  piano dengan sangat indah. Ia menggubah sebuah karya musik saat itu.

  Tetapi itu bukan akhir dari kemajuan David. Dari Natal itu sampai
  ke Natal berikutnya, David menjalani terapi fisik untuk
  mengembalikan kelenturan di dada, punggung, dan lengannya. Ketika
  Natal berikutnya hampir tiba, kami memutuskan untuk mengunjungi
  orang tuaku di masa liburan. Ini untuk membuktikan kepada mereka
  bahwa kami dapat berlibur tanpa seorang pun yang sakit atau masuk
  rumah sakit. Dengan semangat tinggi, David menelepon ahli bedahnya
  dan mengingatkannya tentang tantangan untuk bermain tennis. Si ahli
  bedah senang mendengarkan tantangannya. Pada malam Natal, David dan
  dokternya bertemu di sebuah lapangan tenis. Mereka bermain ganda
  melawan sepasang dokter lainnya. Ahli bedahnya bersorak setiap kali
  David memukul bola. Ia memanggil dokter-dokter lain ke jaring net
  untuk memperlihatkan bekas-bekas dan cangkokan kulit di sekujur
  tubuhnya. Pada akhir permainan, David dan ahli bedahnya menang 40-0.

  Meskipun tahun itu merupakan tahun yang sangat sulit bagi kami, masa
  itu merupakan masa yang kudus. Keluarga kami mengalami tiga mukjizat
  melalui cinta dan doa-doa ratusan orang di sekeliling kami. David
  hidup, ia tetap memunyai kedua lengannya, serta ia dapat bermain
  tenis dan memainkan sonata-sonata Beethoven.

  Aku mendapati bahwa sebagian besar doa permohonanku telah berubah
  menjadi doa ucapan syukur.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku   : The Magic of Christmas Miracles
  Judul artikel: Kekuatan Doa dalam Penyembuhan
  Penulis      : Jamie C. Miller, Laura Lewis, dan Jennifer Basye
                 Sander
  Penerbit     : PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2002
  Halaman      : 104 -- 111
______________________________________________________________________

   "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan,
                         kamu akan menerimanya."
                              (Matius 21:22)
            < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Matius+21:22 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Berdoalah untuk orang-orang Kristen yang saat ini terbaring sakit
     dan menantikan kesembuhan terjadi dalam hidup mereka. Doakan
     agar mereka menaruh pengharapan kepada Tuhan, sekaligus tetap
     bertekun dalam doa dan berpegang pada janji Tuhan, bahwa Ia
     senantiasa memberi yang terbaik. Doakan juga agar Allah memakai
     tim medis untuk memberi perawatan terbaik.

  2. Berdoalah untuk orang-orang Kristen yang saat ini sedang
     mengalami masa-masa sukar, supaya mereka tetap percaya dan
     berpengharapan di dalam Tuhan. Berdoalah juga agar kita pun
     dimampukan untuk menghibur setiap orang yang sedang dalam masa
     sukar.

  3. Doakan juga agar lewat momen Natal ini, "sakit-penyakit" yang
     timbul akibat dosa dapat disembuhkan. Doakan agar momen Natal ini
     pun menjadi ajang ucapan syukur yang tulus dari setiap orang yang
     kembali diingatkan akan karya Yesus Kristus di dunia ini.
______________________________________________________________________

       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                       Copyright(c) 2007 YLSA
                    YLSA -- http://ylsa.sabda.org/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL     : http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org