Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/5

KISAH edisi 5 (7-2-2007)

Harga Sebuah Pengampunan

______________________________PUBLIKASI_______________________________
                                KISAH
____________________(Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________________
                      Edisi 05, 5 Februari 2007


DAFTAR ISI

  Pengantar
  Kesaksian   : Harga Sebuah Pengampunan
  Pokok Doa
  Dari Redaksi: Undangan untuk Berpartisipasi
______________________________________________________________________
PENGANTAR

  Bila ada seseorang yang menyakiti Anda dengan dalam, apakah yang
  akan Anda lakukan? Apakah Anda membalas rasa sakit hati itu dengan
  cara membalas menyakiti juga? Ataukah Anda hanya berdiam diri saja,
  tanpa mencari solusi yang tepat akan masalah tersebut? Atau apakah
  justru mengampuni orang yang telah menyakiti Anda? Berikut adalah
  kisah yang bisa menjadi sebuah perenungan bagi kita tentang besarnya
  arti sebuah pengampunan.

  Pengasuh KISAH,
  Pipin Kuntami
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                      HARGA SEBUAH PENGAMPUNAN
                      ========================

  Di Paris, sebelum Perang Dunia II, tinggal seorang Perancis
  keturunan Italia bernama Enrico. Dia berusaha di bidang bisnis
  konstruksi. Tidak lama setelah mengenal Tuhan Yesus Kristus sebagai
  Juru Selamat secara pribadi, dia keluar pada larut malam,
  berjalan-jalan di tempat penjualan kayu miliknya.

  Pada saat itu, dia melihat dua bayangan melompat dari sebuah truk
  dan berjalan memasuki tempat penjualan kayunya. Dia berhenti dan
  berdoa.

  "Tuhan, apa yang harus kulakukan?" Sebuah rencana memasuki
  pikirannya.

  Dia berjalan menuju kedua orang yang sedang memuat beberapa batang
  kayunya itu ke truk mereka. Dengan tenang, dia mulai membantu
  menolong mereka mengangkut kayu.

  Setelah beberapa menit, dia bertanya kepada mereka, "Untuk apa
  kayu-kayu ini?"

  Mereka memberitahunya dan dia menunjuk ke tumpukan kayu yang lain.
  "Kayu yang di sana itu lebih baik untuk itu," jelasnya.

  Ketika truk itu sudah penuh, seorang dari mereka berkata kepada
  Enrico, "Engkau jelas seorang pencuri yang baik!"

  "Oh, tetapi aku bukan seorang pencuri," jawabnya.

  "Tentu saja! Kau telah menolong kami tengah malam begini. Kau tahu
  apa yang kami lakukan."

  "Ya, aku tahu apa yang kalian lakukan, tetapi aku bukan seorang
  pencuri," katanya. "Kalian tahu, aku bukan pencuri karena ini adalah
  tempat penjualan kayu milikku dan ini adalah kayuku."

  Kedua orang itu sangat ketakutan. Orang Kristen itu menjawab,
  "Jangan takut. Aku tahu apa yang kalian lakukan, tetapi aku
  memutuskan untuk tidak memanggil polisi. Jelas kalian belum tahu
  bagaimana untuk hidup secara benar, jadi aku akan mengajari kalian.
  Kalian boleh memiliki kayu itu, tetapi lebih dulu aku ingin kalian
  mendengar apa yang perlu kukatakan."

  Dia memiliki dua orang pendengar! Kemudian pria itu mendengarkannya,
  dan tiga hari kemudian keduanya bertobat. Yang satu menjadi pendeta
  dan yang lainnya menjadi pemimpin gereja. Sejumlah kayu adalah harga
  yang terlalu murah bagi dua jiwa. Yesus mengajar kita, bahwa satu
  jiwa jauh lebih berharga daripada seluruh dunia.

  Jadi, bukan pemberian kayu itu yang membuat kedua orang itu datang
  kepada Kristus, melainkan tindakan pengampunan yang diulurkannya
  ketika mereka tertangkap sedang mencuri. Mereka tahu Enrico dapat
  saja membuat mereka tertangkap dan mereka tahu juga, bahwa orang ini
  mengampuni mereka, bahkan sebelum mereka bertobat. Tindakan seperti
  itulah yang dilakukan Yesus di kayu salib. Dia mengulurkan
  pengampunan-Nya kepada kita sebelum kita bertobat.

  Langkah pengampunan berikutnya yang dilakukan oleh Enrico lebih
  mahal daripada sejumlah kayu.

  Peristiwa ini terjadi setelah Nazi menginvasi dan mengambil alih
  Perancis. Pada suatu malam, sebuah keluarga Yahudi datang ke
  rumahnya. Dia membawa mereka masuk, menyembunyikan mereka dari
  Gestapo selama dua tahun. Akhirnya, seseorang menemukan rahasianya
  dan melaporkannya. Gestapo datang dan mengambil keluarga Yahudi itu,
  kemudian menangkap Enrico.

  Natal 1944, beberapa bulan setelah penangkapannya, Enrico masih di
  penjara. Komandan kamp memanggilnya untuk melihat hidangan lezat
  yang tersaji di atas meja. Komandan itu berkata, "Aku ingin kamu
  melihat makan malam Natal yang dikirimkan istrimu untukmu sebelum
  aku menikmatinya. Istrimu juru masak yang hebat! Dia telah
  mengirimimu makanan setiap hari selama kamu di penjara dan akulah
  yang menikmati semua makanan itu."

  Saudara Kristen kita ini amat kurus, hanya tinggal tulang dibungkus
  kulit. Matanya kosong memancarkan rasa lapar. Tetapi dia melihat ke
  makanan yang tersaji di atas meja itu dan berkata, "Aku tahu istriku
  ahli masak yang hebat! Aku yakin engkau pasti menikmati makan malam
  Natal ini."

  Komandan itu memintanya untuk mengulangi apa yang dikatakannya.
  Enrico mengulangi ucapannya dan menambahkan, "Aku harap engkau
  menikmati makan malam ini karena aku mengasihimu."

  Komandan itu berteriak, "Keluarkan dia dari sini! Dia sudah gila!"

  Perang berakhir dan Enrico dibebaskan. Perlu waktu dua tahun baginya
  untuk memulihkan kembali kesehatannya. Dan Allah juga mulai
  memberkati usahanya kembali.

  Dia memutuskan untuk mengajak istrinya kembali ke kota tempat dia
  dipenjarakan, untuk mengucapkan syukur kepada Allah yang telah
  menyelamatkan nyawanya.

  Ketika mereka tiba, mereka mendapat kabar, bahwa mantan komandan
  penjara itu tinggal di desa yang sama. Sekali lagi, Allah memberi
  sebuah gagasan kepada Enrico untuk pengampunan yang kreatif. Dia
  teringat bahwa komandan itu senang pada masakan istrinya. Mereka
  berbelanja, mencari sebuah tempat untuk memasaknya dan tidak lama
  kemudian, mereka muncul di pintu rumah komandan itu dengan dua
  keranjang makanan.

  Mereka diundang masuk. Kemudian Enrico berkata, "Engkau tidak
  mengenali saya, bukan?" Enrico jelas telah berubah. Berat badannya
  telah kembali seperti semula.

  Komandan itu menggelengkan kepalanya.

  Kemudian Enrico mengingatkannya, "Pada hari Natal tahun 1944, saya
  sedang berada di kantormu. Saya mengatakan bahwa saya mengasihimu
  dan engkau menganggap saya gila."

  Mantan komandan itu tampak pucat dan menjauhinya. Teman Kristen kita
  berkata, "Jangan takut! Kami tidak datang untuk menyakitimu. Dulu
  saya mengatakan bahwa saya mengasihimu dan saya masih tetap
  mengasihimu."

  Komandan itu berdiri terpaku dengan mata menerawang.

  "Saya tidak gila, saya benar-benar mengasihimu. Dan saya ingin
  menunjukkan kepadamu bahwa saya serius. Perang telah usai. Sekarang
  waktu damai. Istri saya dan saya ingin duduk bersamamu dan istrimu
  untuk makan bersama. Maukah engkau menerima permohonan kami?"

  Saat mereka mulai menikmati makanan melimpah yang dimasak istri
  Enrico, komandan itu tiba-tiba menurunkan pisau dan garpunya.

  "Apa yang hendak kaulakukan terhadapku?"

  Teman Kristen kita menjawab, "Tidak ada. Kami hanya ingin engkau
  tahu bahwa kami mengasihimu. Kami mengampunimu."

  "Bagaimana engkau dapat melakukan hal itu?"

  "Kami jelas tidak mampu melakukan hal ini dengan kekuatan kami
  sendiri," kata Enrico, "tetapi Yesus Kristus mengajari kami untuk
  mengampuni." Enrico bersaksi tentang Yesus, dan sebelum orang itu
  dapat melanjutkan makannya, dia berlutut untuk menerima Yesus
  sebagai Juru Selamatnya pribadi.

  Bahan diambil dari sumber:
  Judul buku: Menang Dengan Cara Allah
  Judul asli: Winning God`s Way
  Penulis   : Loren Cunningham dan Janice Rogers
  Penerbit  : Yayasan Andi, Yogyakarta 2000
  Halaman   : 123 -- 127
______________________________________________________________________

  "Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari
           dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata:
             Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
                             (Lukas 17:4)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Lukas+17:4 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Mari bersyukur atas anugerah pengampunan teragung yang diberikan
     Bapa melalui pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib.

  2. Perkara mengampuni bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu,
     doakanlah setiap orang yang masih sulit mengampuni sesamanya.
     Mohonkanlah kepada Bapa agar mereka dimampukan untuk meneladani
     Kristus dalam hal mengampuni.

  3. Mohonkanlah kepada Bapa agar banyak jiwa baru yang menerima
     Kristus melalui setiap pengampunan yang ditunjukkan oleh setiap
     orang percaya.
______________________________________________________________________
DARI REDAKSI

  Dengan hati yang terbuka, kami masih terus mengundang Anda untuk
  mengirimkan kesaksian pribadi Anda ke Publikasi Kisah di alamat:
  < staf-kisah(at)sabda.org >. Kami percaya kalau kesaksian yang Anda
  kirimkan akan menjadi berkat bagi anak-anak Tuhan yang membacanya
  sehingga nama Tuhan dipermuliakan. Amin.
______________________________________________________________________

         Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
               Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                        Copyright(c) 2007 YLSA
                 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                      http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Pipin Kuntami
Staf Redaksi    : Puji, Raka, Yulia
Kontak          : < staf-kisah(at)sabda.org >
Berlangganan    : < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti        : < unsubcribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip Kisah     : http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org