Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/90

KISAH edisi 90 (29-9-2008)

Karena Polio Aku Dibuang Orang Tuaku

 
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________

                     Edisi 90, 29 September 2008

PENGANTAR

  Setiap kita pasti pernah disakiti, baik itu oleh orang terdekat kita 
  maupun orang yang tidak pernah kita kenal sama sekali. Namun apakah 
  reaksi kita ketika mereka menyakiti kita? Sebagai orang percaya, 
  kita dituntut untuk tidak menyimpan rasa sakit hati, apalagi 
  kepahitan dalam kehidupan kita, melainkan kita diminta untuk 
  mengasihi dan mengampuni mereka yang telah menyakiti kita. Meskipun 
  ini bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, namun saat kita 
  bersedia melepaskan pengampunan terhadap orang yang telah menyakiti 
  kita, Tuhan pasti akan memampukan kita untuk melakukannya. 

  Redaksi Tamu KISAH
  Novita Yuniarti                                             
______________________________________________________________________
KESAKSIAN
   
               KARENA POLIO AKU DIBUANG ORANG TUAKU
                  Diringkas oleh: Novita Yuniarti

  Pada usia enam bulan, tepatnya pada bulan Januari 1962, aku terkena 
  demam. Rupanya saat itu penyakit polio menyerang tubuhku. Imunisasi 
  polio belum terlalu dikenal, sedangkan suntikan dari dokter hanya 
  mampu menurunkan panas badanku tanpa mematikan virus, sehingga virus 
  tersebut menyerang dan membuat kedua kakiku lumpuh total. Orang 
  tuaku kemudian memasukkan aku di panti rehabilitasi anak-anak cacat 
  di Solo. Namun mereka meninggalkan identitas dan alamat palsu 
  sehingga aku tidak bisa melacak keberadaan mereka. Aku pun hidup di 
  lingkungan itu bersama 100 -- 150 anak cacat lainnya tanpa ada 
  keluarga yang bertanggung jawab terhadapku. Anak-anak lain memiliki 
  keluarga dan setiap kali mereka ditengok, orang tua mereka selalu 
  memberikan uang kepada pengurus asrama sehingga mereka bisa jajan. 
  Setiap tahun pula aku melihat anak-anak lain yang telah selesai masa 
  tinggalnya di asrama, dijemput oleh orang tua mereka untuk pulang. 
  Sedangkan aku? Aku tinggal di asrama dengan biaya dari Departemen 
  Sosial karena tidak ada orang yang bertanggung jawab untuk 
  membiayaiku.
  
  Setiap hari aku menerima perlakuan dan perkataan kasar dari para 
  suster. Dengan kasarnya, mereka mencemooh dan mengejek aku, "Kamu 
  tuh anak yang ditemukan di tong sampah." Jika aku sakit, aku 
  membutuhkan orang yang benar-benar mengasihiku. Namun para suster 
  masih saja menyiksaku dengan memberikan obat dalam bentuk puyer 
  (tanpa air minum), atau aku disuruh menelan pil yang besar. Jika 
  tidak, aku akan dipukul. Kalau aku didisiplin karena nakal atau 
  pelanggaran, maka hukuman yang aku terima adalah antara tidak diberi 
  makan atau diberi makan. Kalau aku menangis, pada waktu membutuhkan 
  pembelaan ketika ada yang menyakitiku, mereka bukannya membujukku 
  supaya diam, tapi justru memarahiku. 
  
  Tahun-tahun pun berlalu. Usiaku saat ini sudah tujuh belas tahun. 
  Saatnya bagiku meninggalkan asrama. Aku tidak tahu ke mana aku harus 
  pergi. Kalau kondisiku normal, ada hal yang bisa aku lakukan. Tetapi 
  dengan kondisi seperti ini, aku harus ke mana? Tanpa aku ketahui, 
  ada seorang majelis gereja melihat potensiku dalam belajar. Aku 
  disekolahkan di SMSR Yogyakarta dengan spesifikasi jurusan seni 
  rupa. Mulai saat itu, aku menjalani hidup di lingkungan orang-orang 
  yang secara fisik berbeda denganku. 
  
  Saat ini, aku sudah bekerja di sebuah perusahaan percetakan. Ketika 
  aku tengah sibuk dengan pekerjaanku, seorang pria setengah baya 
  menghampiriku dan menanyakan tentang keberadaan bosku. Tanpa 
  tertarik sedikit pun untuk bercengkerama lebih jauh, aku menjawab 
  pertanyaannya sekenanya, bahwa bosku sedang tidak ada di tempat. 
  Aneh, dia bukannya pergi, tapi malah tetap tinggal di tempat ini dan 
  memerhatikanku. Dia mulai berbicara tentang Seseorang yang katanya 
  punya kasih dan kasih itu diberikan untukku, nama-Nya Yesus. Kasih? 
  Yesus? Omong kosong! Tanggapanku yang dingin ini mendorong dia untuk 
  mendoakan aku. Aku hanya mengikuti tanpa ekspresi. Semula aku 
  benar-benar tidak mengacuhkannya. Tapi saat dia mengatakan, "Sudah,   
  kamu ikut saya saja, tinggal dengan keluarga kami!" Aku mulai 
  tergerak. Tanpa pikir panjang, aku pun bersedia ikut bersamanya dan 
  tinggal dalam keluarganya, sebuah keluarga lengkap, terdiri dari 
  kedua orang tua dan anak, komunitas yang tidak pernah aku rasakan 
  setelah lebih dari 24 tahun. 
  
  Aku pun mulai merasakan bagaimana hidup dalam sebuah keluarga. 
  Hatiku mulai tersentuh oleh kehidupan sehari-hari sebagai seorang 
  anak -- cara mereka memperlakukanku dan perkataan-perkataan mereka, 
  membangun kepribadianku. Aku merasakan ada kasih yang mengalir. 
  Merasakan semua itu membuatku rela membuka hatiku bagi Yesus dan 
  mengundang-Nya untuk masuk dan menjadi Tuhan dan Juru Selamatku. Aku 
  pun mulai merasakan suatu perubahan. Aku merasakan sukacita, 
  kedamaian, dan suatu pengakuan dan kasih yang selama ini aku cari. 
  Aku sadar, kekosongan jiwaku selama ini hanya dapat diisi oleh 
  Yesus. Hidup kurasakan telah lebih baik dari sebelumnya. Namun entah 
  mengapa, kekerasan hatiku masih saja ada. Aku masih suka memberontak 
  dan belum bisa menerima kenyataan hidupku.

  Agar aku dapat bertumbuh dalam kasih Tuhan, Pak Pieter (orang yang 
  telah mengangkatku menjadi anaknya) mengirimku untuk sekolah di DTS 
  (Diciples Training School atau Youth With A Mission). Selama enam 
  bulan, aku belajar banyak tentang makna pengampunan dan pemulihan 
  luka-luka batin. Kini aku tahu bahwa persoalan terbesar dalam 
  kehidupanku sesungguhnya adalah tidak bisa mengampuni. Ada tiga 
  pihak yang tidak bisa kuampuni selama lebih dari 24 tahun, yaitu 
  orang tuaku, para suster yang memperlakukanku dengan kasar ketika di 
  panti rehabilitasi, dan diriku sendiri. Aku harus mengampuni kalau 
  mau bertumbuh di dalam kasih. Setelah menerima pelajaran 
  pengampunan, aku pun mampu berkata, "Tuhan, aku tidak mampu, tetapi 
  aku mau bertumbuh. Tolong berikan aku kemampuan untuk melakukan ini 
  semua." Selesai berdoa, ada perasaan lega dan damai dalam diriku. 
  Setelah aku mengampuni mereka semua, aku mengalami suatu perubahan 
  hidup. Aku pun mendapati pribadiku pulih kembali -- bukan secara 
  fisik, tapi terjadi dalam hati dan rohku. Kini aku bisa menjalani 
  hari-hariku dengan penuh arti karena telah merasakan kasih dan 
  pengampunan dari Yesus Kristus. Kasih-Nya yang juga membuatku bisa 
  mengampuni mereka yang telah bersalah kepadaku. Aku mulai percaya 
  diri, berani tampil, dan melihat orang lain bukan sebagai ancaman 
  yang akan menyakiti aku.

  Setelah aku merasakan pemulihan dalam hidupku, aku rindu bertemu 
  dengan keluargaku. Aku berdoa, "Tuhan, masa sampai mati aku tidak 
  bertemu dengan keluargaku?" Lalu aku menulis iklan di sebuah media 
  massa. Tak lama kemudian, ada informasi mengenai keberadaan 
  keluargaku. Setelah melalui proses yang cukup panjang, aku pun 
  bertemu dengan keluargaku. Saat mereka datang, aku katakan, "Aku 
  tidak menyalahkan mengapa kalian membuang aku. Aku tutup lembaran 
  itu. Aku hanya ingin tahu apakah kalian sudah mengenal Tuhan?" 
  Sambil berlinang air mata, aku memeluk mereka semua satu per satu. 
  Selama 36 tahun berpisah, akhirnya kasih Tuhanlah yang memulihkan 
  hubungan kekeluargaan ini. Kini aku memiliki keluarga yang kukasihi 
  dan mengasihi aku. Aku memunyai seorang istri yang setia menantiku 
  di rumah. Aku juga dikaruniai tiga orang anak -- buah dari 
  pernikahan kami. Kami menikmati kasih Tuhan dan hidup berbahagia 
  bersama keluarga, dan aku sungguh terpesona oleh karya-Nya yang luar 
  biasa dalam hidupku.

  Diringkas dari:
  Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi Pada Orang Biasa
  Penulis: Markus Kristiyanto
  Penerbit: CBN Indonesia, Jakarta 2001
  Halaman: 69 -- 80                      
______________________________________________________________________  
         
  "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi 
  mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Matius+5:44 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Mengucap syukur atas pengampunan yang telah kita terima dari 
     Yesus, sehingga pengampunan tersebut memulihkan kita dari 
     kepahitan dan memampukan kita semua untuk dapat mengampuni 
     pihak-pihak yang telah menyakiti kita. 
     
  2. Doakan untuk setiap orang percaya yang hingga saat ini belum 
     bisa mengampuni orang-orang yang telah menyakiti mereka, agar 
     Tuhan memampukan dan memberi mereka hati untuk dapat melepaskan 
     pengampunan kepada orang-orang yang menyakiti mereka. 
     
  3. Berdoa untuk keluarga Markus Kristiyanto, agar Tuhan senantiasa 
     melindungi dan memberkati keluarga ini sehingga dapat menjadi 
     berkat bagi keluarga-keluarga lainnya, serta agar karakter dan 
     kasih Kristus dapat terpancar melalui kehidupan mereka.  
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2008 YLSA                
YLSA -- http://www.ylsa.org/                
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Redaksi Tamu: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org